Moyy, semoga bahagia selalu ya!
banyak banyak senang untukmu, semoga ada sedikit kebahagiaan saat ceritaku ini tersampaikan padamu, senang selalu ya..
°°°
"Alur hidup itu selalu dibentuk sebaik mungkin. Karena tak pernah ada bayangan yang akan mengkhianati gerakannya sendiri."°°°
Hangatnya sinar mentari menyilaukan pandangan gadis dengan bandana cream yang kebetulan serasi dengan gaun santai selutut miliknya.
Cantik nan anggun. Dua kata itu mampu menggambarkan tentang dirinya saat ini. Sebuah buku di tangan yang nampaknya sangat mampu membuat senyuman manis terbit di bibirnya yang mungil.
Ia nampak hanyut dalam lembaran-lembaran yang penuh dengan berbagai diksi. Sesekali ia membolak-balikkan lembaran itu dengan senang.
"Aishh lucuu sekali," gumamnya masih hanyut dalam lamunan. Tawa kecil selalu nampak di sela-sela senyuman manisnya itu, hingga tanpa terasa dirinya ingat akan sesuatu.
"Oh iya! Buna kan bilang akan pergi sebentar. Mampus! kalau Buna pulang lebih dulu dariku...." Matanya semakin membulat kala membayangkan hukuman apa yang akan sang ibu berikan padanya.
Ia menggeleng berulangkali, mencoba menghapus bayangan yang teramat mengerikan itu. "Aduh! gawat! harus cepet pulang ini mah!"
Dengan gerakan secepat kilat, gadis itu bangun dan berlari kecil keluar dari area taman. Namun, baru beberapa langkah ia berlari, kakinya membatu di tempat.
Alisnya bertaut menatap lurus ke depan. "Kenapa Kaka itu meninggalkan ayahnya tidur di lantai?" tanyanya yang entah pada siapa, area taman begitu sepi saat ini, lantaran terlalu pagi untuk kedatangan banyak pengunjung.
Dengan memeluk erat buku ditangannya, gadis itu melangkah mendekat. Dua orang pria dengan pakaian serba hitam dan sebuah koper berwarna coklat di tangannya itu berlari menjauhi area taman.
Gadis itu hanya menatapnya heran, pandangannya kemudian tertuju pada seorang pria yang nampak tengah tertidur. "Om?? kenapa tidur di lantai?" tanyanya menatap wajah tampan seorang pria dengan umur sekitar pertengahan tiga puluh tahun itu dengan bingung.
Matanya menatap turun tepatnya ke arah tubuh pria tersebut, matanya semakin membulat kala melihat cairan merah kental mengalir deras dari sela-sela Jaz hitamnya.
"D-darah? i-itu darah!" buku di tangannya terjatuh ke lantai, terlampau panik ia menepuk-nepuk pipi pria tersebut yang tak menunjukkan sinyal akan terbangun, ia bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocil untuk Angkara
Teen Fiction❝ᴮᵘᵏᵃⁿ ᵏᵃᵐᵘ ʸᵃⁿᵍ ᵗᵃᵏ ˢᵉᵐᵖᵘʳⁿᵃ, ˢᵗᵃⁿᵈᵃʳ ˢᵉᵐᵖᵘʳⁿᵃ ᵈᵘⁿⁱᵃ ᵃʲᵃ ʸᵃⁿᵍ ᵗᵉʳˡᵃˡᵘ ᵇᵉʳˡᵉᵇⁱʰᵃⁿ.❞ Siapa sangka jika niatnya membawa sang adik untuk ikut dengannya, justru merubah hidup ketiga orang yang tak saling mengenal? Sama halnya dengan langit yang tak se...