BAB 06 : Sedikit pinta untuknya

440 81 50
                                    

Moyy, begitu banyak terimakasihku untuk kalian yang selalu mendukung Raa di sini, entah itu berupa vote ataupun komentar.

Terimakasih yaa, Raa harap kau selalu menjaga kesehatan dan senyum di wajahmu, kau sempurna dan akan selalu begitu..

Terimakasih yaa, Raa harap kau selalu menjaga kesehatan dan senyum di wajahmu, kau sempurna dan akan selalu begitu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°
"Tak ada yang berhak menilai tentangmu. Karena nyatanya kau sendiri akan kesulitan jika menyebutkan kekurangan dan kelebihanmu dalam waktu bersamaan."

°°°

Sunyinya rumah sakit Sekar Candani terpecah saat derap langkah dari lelaki yang tengah memakai jaket kebanggaan Draxdinero itu menyusuri koridor rumah sakit.

Dinding bernuansa putih dengan gradasi biru laut serta bau obat-obatan yang menyeruak di setiap sudut menambah kesan tenang bagi siapapun yang melintas.

Dengan tangan yang berada di saku celananya serta tatapannya yang tajam lelaki itu berhenti dan memasuki salah satu ruangan.

Ruangan yang nampak ada seorang gadis dengan baju rumah sakit serta beberapa alat medis yang menempel pada tubuhnya itu nampak sangatlah tenang dalam tidurnya.

Lelaki itu hanya berdiri di sela-sela tirai putih dengan pandangan kosong. Tak ada keberanian untuknya mendekat, dari dulu hingga sekarang.

Semua masih sama, gadis itu. Gadis itu masih saja menutup matanya seperti beberapa tahun silam. Tak ada tanda-tanda mata cantiknya itu akan terbuka.

Wajahnya yang semakin ayu, rambut hitam bercampur coklat dengan bibir mungil dan tak lupa kulitnya yang seputih salju itu menambah kesan seorang putri di negeri dongeng yang tengah tertidur dalam waktu lama hanya karena kutukan dari seorang penyihir dan akan terbangun jika pangeran sejatinya telah datang.

Entahlah, entah kapan pengeran itu datang.

Semua usaha yang telah ayah dan dokternya lakukan padanya seperti tak akan pernah membuahkan hasil.

Hal itu semakin membuat rasa bersalah semakin menjadi-jadi dalam batin seorang lelaki yang menatapnya nanar.

Tepukan di bahu lelaki itu menyadarkannya dari lamunan panjang. Ia menoleh menatap ayah gadis itu yang mengajaknya keluar dari ruangan ini.

Ia menurut dan di sinilah mereka sekarang, di salah satu pembatas lantai dua rumah sakit yang tak jauh dari ruangan gadis itu berada.

"Sudah lumayan lama sejak aku menyuruhmu ke sini pada hari itu." Pria itu berucap seraya menatap lurus ke depan, ke arah langit malam yang bertabur akan ribuan bintang.

Bocil untuk Angkara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang