Chapter 20

132 13 0
                                    

Natha, dengan tegas, memisahkan pertengkaran yang semakin memanas antara Amara, Zafira, dan teman-temannya. Ia mencoba meredakan situasi yang tegang dengan suara tenangnya yang meyakinkan.

"Oke, Stop! Udah ya, gue nggak mau ada pertengkaran lagi! Mending kita ke ruang kepala sekolah aja langsung, kita selesaikan masalahnya disana" ucap Natha dengan tegas, memotong saling tuduhan antara kedua belah pihak.

"Kan yang mulai mereka duluan Na?! Gue ngerasa aneh aja, kenapa ini anak pbb hobi banget nabrakin diri ke orang, nyalahin orang lain pula!" Kesal Amara dengan mendengus sinis melihat kearah Hanasta.

"Heh, Amara!! Jangan sembarangan ya lo, kalo ngomong! jelas-jelas disini Kala yang salah, bisa-bisanya lo lebih percaya sama dia daripada sama Hanasta, sepupu lo sendiri!" sentak Zafira keras sembari menatap tidak suka kearah Amara.

"Oh ya jelas, gue lebih percaya sama Kala daripada dia! Karena gue tahu betul, wajah 𝙨𝙚𝙥𝙪𝙥𝙪 gue ini yang sebenernya!" ucap Amara mendekati Zafira dengan suara yang pelan namun penuh penekanan.

Natha yang melihat itu, segera menarik pelan Amara menjauh dan berusaha menenangkan gadis itu, "Amara, tenang! Kalo lo mau bantuin Kala, lo harus hadapin mereka dengan kepala dingin!" tegur Natha dengan suara tegas dan tenang yang membuat Amara langung mengatur napasnya untuk menenangkan emosinya.

Sementara itu, Kala sendiri sebenarnya sedaritadi mencoba menghentikan Amara untuk tidak meladeni Hanasta serta teman-temannya. Namun, Aria melarang Kala karena takut sahabatnya itu akan semakin disalahkan.

"Udah, gini aja, lo berdua mending sekarang bawa Hanasta ke UKS, kasihan temen kalian daritadi nggak berhenti nangis kesakitan! Setelah itu, baru kita beresin masalahnya sama-sama" saran Natha dengan menunjuk Zafira dan Febiola serta menatap datar kearah Hanasta, yang sejak tadi masih menangis sesenggukan walaupun lirih dan pelan.

Hanasta yang menundukkan kepalanya, tentu merasakan tatapan yang Natha berikan kepadanya, dan entah mengapa, ia merasa gugup dan gelagapan dibuatnya.

Hanasta, yang merasa semakin terpojok oleh Natha yang tetap mempercayai Kala, merasa amarah dan kekesalannya memuncak dalam hati. Namun, dengan licik dan penuh tipu muslihat, dia memutuskan untuk berpura-pura bersikap lugu dan polos di hadapan teman-temannya.

Dengan nada suara yang lembut dan wajah yang dipenuhi dengan ekspresi pura-pura penyesalan, Hanasta memalingkan pandangannya ke arah Zafira yang masih menatap tajam pada Kala.

"Udah ya, Zafira. Mungkin Kala memang nggak sengaja, aku yakin ini cuma salah paham aja," ucap Hanasta dengan penuh tipu muslihat seraya memegang lengan temannya itu untuk memberi kode agar mereka menghentikan sandiwara yang dilakukan.

Febiola yang melihat perubahan aneh sikap temannya itu, dengan otak lemotnya, ia menyuarakan kebingungan yang ia rasakan.

"Loh! Hanasta kenap-" ucapan Febiola yang segera dipotong oleh Zafira, karena tahu bagaimana lemotnya temannya yang satu itu.

"Lo yakin, Han? Ini tangan lo sampe luka gini, mau maafin dia segampang itu?" tanya Zafira berpura-pura sedikit keberatan dengan keputusan Hanasta seraya mengerutkan kening dan tangan yang terus memegang kencang lengan Febiola agar temannya itu tidak mengatakan yang aneh-aneh.

"Ini lukanya mungkin nggak terlalu parah Zaf, kita juga harusnya nggak terlalu cepat menuduh Kala tanpa bukti yang jelas!" lanjut Hanasta dengan mantap, walaupun di dalam hatinya sudah mengumpat kesal dengan ikut campurnya Amara, Natha dan temannya Kala yang lainnya.

Kala dan teman-temannya yang melihat 'kebaikan' Hanasta ini malah mulai merasa aneh, mereka dibuat bingung dan janggal dengan kata-kata Hanasta yang kini terdengar begitu 'penuh kasih' pada Kala.

TRANSMIGRASI: KalpasastraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang