"Hobi kamu nangis ya?" Raveena hanya diam. Dia tidak menjawab pertanyaan dari Dylan yang kini masih terduduk sembari mengobati lutut Raveena yang terluka.
Dylan menghela nafas pelan. Sudah lima belas menit mereka berdua duduk di teras rumah Raveena, namun Dylan tidak berani bertanya lagi. Raveena juga masih belum bisa menatap ke arah Dylan. Padahal ia sudah berhenti menangis tetapi tetap saja dia masih sedih. Dylan masih menunggu.
"Maaf kak," ucap Raveena pelan. Dylan menoleh menunggu lanjutan kalimat Raveena.
"Akhir-akhir ini terasa berat. Padahal harusnya aku fokus pada pelajaran ku, karena sebentar lagi ujian. Tapi, aku justru memikirkan percintaan yang tidak jelas ini. Menurut kakak, aku harus apa?" tanya Raveena. Kini ia juga menoleh ke arah Dylan. Keduanya bertatapan.
"Kamu tau nggak bunga krisan?" tanya Dylan balik. Raveena mengangguk dan menunjuk ke taman nya yang terdapat bunga krisan warna-warni. Terlihat indah.
"Bunga krisan itu cantik, bertahan lama pula mekarnya. Tapi, walaupun dia cantuk, awet, tetap aja kan akhirnya dia mati. Nggak mungkin dong dia hidup terus menerus. Kira-kira kenapa dia harus mati?" tanya Dylan.
"Karena takdirnya. Tidak ada yang kekal di dunia ini," jawab Raveena.
"Betul. Mungkin aja kamu putus sama si Zayn Zayn itu karena takdir. Tidak ada yang kekal kan di dunia. Walaupun bunga krisan bisa mati, kamu bisa menanam bunganya lagi, dan akhirnya bunga baru pun akan tumbuh. Kamu juga bisa menanamnya lagi, Rav. Seperti bunga krisan itu," ucap Dylan lagi.
"Lalu bagaimana jika tumbuhan ku mati lagi?"
"Tanam lagi!" jawab Dylan dengan senyumnya yang hangat.
Raveena balik tersenyum. Rupanya Tuhan mengirim Dylan siang ini untuk menghiburnya. Walaupun masih terasa sakit, setidaknya itu sudah berkurang dari sebelumnya. Raveena bersyukur kali ini ia tidak memendamnya sendiri. Karena dari sebelumnya, Dylan menjadi saksi kesedihan Raveena yang bersangkutan dengan Zayn.
Setelah berganti pakaian, Raveena turun dari kamarnya. Ia melihat Dylan yang sedang berdiri di tamannya. Raveena menghampiri Dylan dan berdiri di sampingnya.
"Adik cantik. Lihat ini. Ini bunga krisan yang udah mati. Kakak mencabutnya dan akan membuangnya jauh-jauh. Kamu bisa membuang Zayn Zayn itu dari hidupmu? Harusnya sih bisa. Bunga sekecil ini aja ganggu, apalagi dia yang wujud manusia yang bisa berjalan, bernafas, berbicara, ber-"
"Udah kak, udah. Rav yakin bisa buang dia kok!" seru Raveena menatap Dylan. Senyumnya terlihat manis seakan dia baik-baik saja.
Hari sudah malam. Ternyata kakak Raveena juga pulang. Tadi siang Dylan datang dahulu karena Ravin masih ada urusan. Setelah sampai rumah, Raveena segera mengajak Ravin untuk berjalan-jalan. Karena Dylan bilang ke Ravin kalau Raveena butuh hiburan, Ravin akhirnya mengiyakan permintaan Raveena.
Kini mereka bertiga telah sampai di pasar malam. Malam itu sangat ramai. Lampu-lampu yang menghiasi arena permainan sangat cantik. Begitu juga stand bazar yang terlihat rapi dan menarik membuat Raveena senang karena sudah datang.
"Rav, kamu mau naik apa?" tanya Ravin yang juga antusias. Matanya seperti mengeluarkan berlian, berkilau.
"Kalian main aja, Rav mau main sendiri. Nggak seru main sama bapak-bapak," jawab Raveena lalu pergi begitu saja meninggalkan Ravin dan Dylan. Mata Ravin seketika redup. Apa maksudnya bapak-bapak?
"Apakah kita setua itu?" tanya Dylan juga tidak percaya.
Ravin dan Dylan berlarian mengejar Raveena. Mereka tidak membiarkan Raveena sendirian dan akhirnya semua permainan yang ada, Raveena naiki bersama Ravin dan Dylan. Tidak buruk. Rupanya bapak-bapak ini tau caranya bersenang-senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Break-up
Teen FictionTerlalu banyak kesalahan untuk dimaafkan. Raveena, dia selalu memaafkan kesalahan Zayn. Sebagai kekasih selama empat tahun, Raveena merasa gagal. Raveena merasa tidak bisa mengubah sifat buruk Zayn. Sekuat apapun Raveena bertahan, akhirnya rasa lel...