empatpuluh

6.6K 449 53
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Tak perlu iri pada apa yang diberikan Allah pada orang lain karena kita tidak mengetahui cobaan apa yang pernah Allah berikan kepadanya."

Happy Reading


"Istri saya ga papa kan dok?" tanya Rasya khawatir yang kini sudah duduk berhadapan dengan dokter Aline.

"Istri masnya cuma kecapean, untuk saat ini usahakan jangan melakukan pekerjaan yang berat-berat dulu, dan jangan sampe banyak pikiran, karena itu tidak baik bagi kesehatan janinnya" jelas dokter Aline.

Deg!

Apa tadi katanya janin?

"Janin? Jadi istri saya beneran hamil, dok?" Mata Rasya mulai berkaca-kaca saking bahagianya ia tidak bisa berkata-kata.

Dokter Aline mengangguk. "Benar, mas, istri masnya sedang mengandung dan usia kandungnya sudah jalan tiga minggu. Saya ucapkan selamat, sebentar lagi kalian akan menjadi orang tua," dokter Aline tersenyum.

"Saya ambilkan vitamin dulu," lanjut dokter Aline berdiri dari duduknya, lalu keluar dari ruangan Aisyah untuk mengambil vitamin.

Rasya menoleh kebelakang setelah pada akhirnya ia berdiri mendekat ke arah brankar Aisyah. Istrinya masih belum juga sadarkan diri, Rasya tersenyum mengamati wajah teduh Aisyah lalu mengusap sedikit peluh yang ada di dahi istrinya.

"Terimakasih, zaujati."

Cup

Rasya mengecup kening Aisyah lalu beralih menatap perut Aisyah yang masih rata. Laki-laki itu mengusap-usap perut istrinya lalu mengecup nya. "Anak baba, jangan buat uma sakit ya," Rasya sedikit terkekeh pelan, membayangkan bagaimana jadinya saat umur ibunya baru 19 taun tapi sudah punya bayi, apalagi tingkah Aisyah kadang seperti anak kecil.

Selang beberapa detik suara pekikan terdengar dari arah luar menuju kedalam. Rasya tau pasti itu suara abi dan uminya.

Ceklek

Kyai Amar dan umi Ainun langsung mendekati Rasya dan Aisyah lebih tepatnya mendekati Aisyah si. Terlihat jelas wajah kekhwatiran di wajah kyai Amar dan umi Ainun pada menantunya.

"Apa yang terjadi sama mantu umi le!?" panik umi Ainun bertanya.

"Aisyah makan apa aja? Kenapa bisa sampai pingsan?" imbuh kyai Amar yang juga khawatir.

"Umi sama abi tentang dulu, Aisyah ga kenapa-kenapa ka--,"

"Kalo ngga kenapa-napa kenapa bisa pingsan?Kamu pasti ngga bener jaga istri," selanumi Ainun cepat.

Rasya menghela nafas sabar. "Astaghfirullah umi se--" lagi-lagi ucapan Rasya terpotong kini bukan umi Ainun yang memotong ucapan Rasya melainkan kyai Amar.

"Malah istighfar! Kalo istrinya sakit jangan dipaksa buat ke pesantren dulu toh Sya, disuruh istirahat. Kaya gini kaan jadi pingsan."

Yang anaknya dirinya atau Aisyah? Serasa jadi anak angkat begitulah kira-kira pikiran Rasya.

"Atsg--,"

"Apa! Mau istighfar lagi? Sekarang jelasin apa kata dokter tadi," sela umi Ainun.

"Abi sama umi jangan nyela omongan Rasya dulu..," Rasya menggantung ucapanya lalu membuang nafas lembut."Abi sama umi bentar lagi jadi jaddun sama jidah," --kakek sama nenek.

RASYAISYAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang