Marah?

10 0 2
                                    

-Jam pulang kantor-

"Hujan nih, elu gimana pulangnya?" tanya Ali kepada Nayla.

"Ya motoran kak, yakali gue tinggal motornya" Jawab Nayla sambil mencari payung di tasnya.

"Deres banget loh ini, bareng gue aja gimana? gue dijemput suami kok" tawar Hana.

"Gausah kak, lagian ga jauh juga" Nayla ngeyel. Memang bukan dirinya jika tidak ngeyel. Prinsip Nayla adalah tidak merepotkan orang lain, tapi anehnya dia sangat siap direpotkan orang lain.

"Yaudah tunggu reda dulu ya.. jangan ngeyel! Awas aja lu, bisa terbang ini mah kalo naik motor dijalan.." kata Ali melebih-lebihkan.

"Enak dong, bisa lebih cepet sampe rumah hehe" Nayla masih bisa bercanda.

Kedua rekannya sudah pulang terlebih dahulu. Nayla masih duduk di kursi tunggu lobby kantornya.

Sudah 1 jam berlalu, anak-anak keuangan akhirnya mengakhiri masa lembur mereka. Turun bersama-sama dan mendapati kebingungan yang sama saat hujan belum kunjung reda. Mata Reyhan menangkap sosok Nayla yang sedang duduk termenung melihat kearah hujan. Seketika rasa bersalahnya muncul lagi. Ia masih bertanya-tanya, apakah Nayla mendengar obrolannya dengan Lidya? Bagaimana responnya setelah ini?

Tiba-tiba Reyhan teringat pada kejadian tiga tahun yang lalu. Saat pertama kali Nayla mendeklarasikan diri akan menaklukkan hati dingin Reyhan.

//Flashback on.//

"Kakak cukup diem dan lihat aku aja.." ucap Nayla bersemangat.

Reyhan tak acuh dan hanya berdehem, padahal posisi wanita itu kini sudah berpangku tangan dimejanya, kepalanya menyandar tangan dan melihat kearah Reyhan penuh harap.

"Kenapa sih bocil ini, gatau aja kalo gue gapunya hati" batinnya.

Di lain hari.

"Kak, lagi pusing ya? aku punya paracetamol, makan onigiri ini dulu sebelum minum obatnya.. cepet sembuh!" Nayla langsung pergi meninggalkan Reyhan.

"Kak, tumblr-nya baru yaa? keren banget warnanya.. cocok buat kakak"

"Kak katanya laptop kamu ketinggalan ya? Naik motorku aja ambilnya, biar ga macet.."

"Senyum dong kak, biar tambah ganteng" sambil memberikan bungkusan coklat dairy milk kepada Reyhan.

"Kak aku bikin bekal buat kamuu.. kemaren katanya kamu kangen soto betawi kan" menyodorkan tempat makan tahan panas.

Sebenarnya perhatian yang diberikan Nayla kepada Reyhan jauh dari kata menyebalkan. Ia pintar membaca situasi dan memberikan perhatian pada Reyhan secukupnya. Tidak mengganggu sama sekali. Ia tetap profesional disaat bekerja. Sebenarnya itulah yang membuat Reyhan salut, mencintai secukupnya. Namun entah kenapa hati lelaki itu tak kunjung luluh juga.

Bagaimana bisa seorang wanita konsisten mencintai laki-laki yang tidak mencintainya selama 3 tahun. Mungkin karena ia 'mencintai secukupnya?' atau ia punya prinsip 'nothing to lose?'. Dengan bersikap sewajarnya, ia juga tidak mengharapkan timbal balik yang berlebihan. Mungkin itu yang ada dipikiran Nayla?

Semuanya serba cukup.

//Flashback off.//

"Rey, mobil lo di bengkel kan? Dianter ke kantor atau diambil?" tanya Sasa memecah keheningan.

"Gue ambil.." pandangannya tidak lepas dari Nayla yang masih berdiam diri.

"Barengan gue aja, lewat kok, bengkelnya diujung perempatan itu kan?" tawar Sasa.

"Ehm, makasih tawarannya.. Gue naik ojek aja" Reyhan menolak ajakan Sasa dengan halus.

Ia lalu berjalan kearah Nayla, ikut duduk disampingnya. Nayla sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari hujan, membuat Reyhan mati kutu. Apa benar anak ini mendengar perkataannya tadi siang?

"Belom pulang?" tanya Reyhan mencoba memecah keheningan.

"Belum..." jawabnya singkat dan tidak bersemangat, tidak seperti biasanya.

"Btw, mobil gue dibengkel, boleh nggak nebeng kesana? Di perempatan depan doang kok" pinta Reyhan mencoba menghilangkan rasa malunya.

"Aku gabawa jas hujan, naik taksi aja" jawabnya masih setia menatap rintik hujan.

"Gapapa barengan aja, kan deket juga.. ya?" paksa Reyhan.

Nayla hanya menghembuskan nafas pelan dan mengangguk.

Reyhan menyunggingkan senyuman, ternyata anak ini masih sama seperti sebelumnya. Masih peduli dengannya.

Terhitung sudah 20 menit lamanya mereka menunggu disana. Hanya suara rintik hujan yang menemani mereka. Waktu menunjukkan pukul 18.30 WIB. Sama sekali tidak ada percakapan diantara keduanya. Hujan perlahan mereda, Nayla berdiri dan mengajak Reyhan tanpa menatapnya "Yuk". Reyhan hanya mengekor dibelakangnya.

Nayla membuka jok motor, mengambil kanebo dan mengelap jok motornya. Kemudian ia duduk didepan dan menurunkan footstep motor matic-nya. Reyhan hanya menatap Nayla bingung tanpa bergerak. "Jadi nggak kak?" tanya Nayla lembut sambil menatap Reyhan. "Ah, aku aja yang didepan.." tawar Reyhan. "Nggak usah, kan cuma depan situ, biar ga ribet naik turun" tolak Nayla.

Reyhan akhirnya menuruti Nayla, ia bisa melihat wajah chubby Nayla dengan helm dari spion motor. Sesekali Nayla menyipitkan mata karena rintik hujan menerjang wajahnya. Terlihat menggemaskan. Reyhan membingkai senyum diwajahnya.

"Kak, ini bengkel yang kanan atau kiri?" tanya Nayla.

Reyhan yang fokus kepada wajah menggemaskan Nayla seketika tersentak saat wanita itu menatapnya balik melalui spion.

"Hah? apa?" Tanya Reyhan.

"Bengkel kanan atau kiri jalan?!" Tanya Nayla berteriak.

"Kiri aja Nay, nanti gue nyebrang sendiri.." jawab Reyhan.

"Oke, sini ya kak.." Nayla menghidupkan lampu sein, menepikan motornya kekiri.

Reyhan turun dari motor sambil memegang pundak Nayla sebagai penyeimbang badannya. Nayla melirik sinis tangan Reyhan dipundaknya.

"Makasih ya Nay.." ucapnya sambil menatap mata Nayla.

"Iya kak, duluan ya.." Nayla menarik gas motornya tanpa menatap Reyhan.

"Fix deh dia marah sama gue, mampus" Reyhan mengumpat pada dirinya sendiri. 

Story of NaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang