Ini semua di mulai sejak hari itu.
[19 Mei 2020]
Lan Xichen, pemuda berumur 16 tahun dengan surai lurus panjang ini tengah menatap ke arah adik kelasnya yang tengah memelototinya. Dia tidak mengenal anak ini. Mungkin murid baru yang telah lulus seleksi PPDB. Anak kelas X yang masih baru dan fresh graduated dari SMP.
Anak itu berkacak pinggang. Mata almond berwarna abu-abu sedikit keunguan miliknya mendelik tidak senang. Jelas menantang kakak kelasnya.
"Bukankah dia yang salah?"
Jin Guangyao berbisik di samping Lan Xichen. Meringis kecil melihat betapa tidak senangnya anak baru ini. Dilihat-lihat bagaimanapun dia masih bocah amis dan bau kencur. Itulah sebabnya mengapa Jin Guangyao sedikit kocak melihat tingkahnya. Namun demikian, dia tidak mungkin mengatakan hal seperti itu di muka umum. Itu tidak sopan, dan dia adalah orang yang terdidik.
Lan Xichen berpaling, dia ingin menjawab bisikan Jin Guangyao. Namun belum sempat dia mengatakan apa-apa. Anak itu sudah mulai buka suara.
"Ey! Aku ini sedang marah padamu! Jangan alihkan perhatian!"
Bocah tengil ini mengatakan itu, dan Lan Xichen dengan bodohnya menurut. Kepalanya yang sudah pindah posisi kembali menatap lurus pada bocah pendek yang tengah menggembungkan pipi. Alisnya tertekuk dalam, dan wajahnya mirip seperti kucing.
"Jadi..." Lan Xichen menghela nafas. Tidak mengerti mengapa dia dimarahi seperti ini. Rasanya dia tidak memiliki masalah pada anak baru. Juga tidak berniat mencari masalah. "Apa masalah? Kenapa marah-marah padaku?"
"Eh? Masih bertanya?" Anak itu semakin kesal. Jika tadi dia berkacak pinggang, sekarang dia bersedekap dada. "Aku itu marah karena ada masalah! Memangnya kau pikir aku itu orang yang suka mencari ribut?"
Mereka sekarang berada di koridor sekolah. Awalnya tidak ada yang mau menonton karena mereka pikir itu hanya sapaan atau percakapan biasa. Namun setelah 15 menit dan mereka belum juga bubar dari sana. Orang-orang mulai penasaran apa masalahnya. Jadi, mereka adalah pusat perhatian sekarang.
"Aduh, kamu ini jangan terlalu lembut. Kenapa tidak kamu pukul saja wajahnya itu? Menyebalkan sekali!"
Yang berbicara kali ini bukan Jin Guangyao, bukan Lan Xichen pula. Tapi Nie Mingjue. Pria besar penuh otot itu jelas bukan orang yang lembut. Dia menyukai kekerasan dan ketika menyelesaikan masalah pasti akan selalu menggunakan otot. Dia tidak menyukai anak kurang ajar ini. Namun menahan diri sebab Lan Xichen juga tidak bereaksi banyak padanya. Jikalau saja anak itu ancang-ancang memukul, percayalah Nie Mingjue yang akan langsung menghadang dan membogem dia.
Mendengar bahwa seseorang berniat memukulnya. Jiang Cheng, anak yang tengah marah itu, melotot.
"Kamu tidak ada urusan! Jangan ikut campur!"
Nie Mingjue melihat anak itu memelototinya, merasa gemas sendiri.
"Aduhhh! Anak ini!"
Nie Mingjue telah berancang maju. Bahkan telah melipat lengan bajunya sampai siku. Dilihat dari manapun dia serius akan memukul adik kelasnya. Namun Jin Guangyao yang melihat itu tidak akan tinggal diam. Dia menarik lengan berotot temannya dengan susah payah. Merengek sepanjang usaha menyeretnya mundur.
"Da-Ge! Jangan menggunakan kekerasan! Lagipula itu hanya anak-anak. Mengapa kamu cepat sekali panas hanya di pelototi seperti itu saja!"
"A-Yao, tapi tidakkah kamu merasa kesal melihatnya?"
Nie Mingjue berkata dengan kesal. Dia berusaha melepaskan diri.
Berbeda dengan kedua temannya yang tengah sibuk melerai permasalahan. Lan Xichen masih fokus pada adik kelasnya.
Mengalah, "Maafkan aku. Aku mungkin lupa. Apa yang telah aku lakukan sampai kamu marah seperti itu?"
"Apa-apaan itu, kenapa kamu minta maaf!"
"Kurasa kita tidak ada masalah dengannya..."
Ucap Nie Mingjue dan Jin Guangyao bersamaan.
Jiang Cheng tidak mendengarkan ucapan dua orang di sekitar pemuda itu. Dia benar-benar fokus pada lawannya.
"Kamu membuat es krim ku jatuh."
"..."
"..."
"..hah?"
Keheningan menyelimuti mereka. Bocah itu sangat marah sampai hidungnya kempas kempis. Dia sangat tidak terima dan berteriak kesal sembari mencak-mencak.
"Itu karena kamu menjatuhkan es krim ku! Padahal aku sudah antri lama untuk membelinya! Aku tidak mau tau! Aku mau kamu ganti!!"
Lan Xichen mendengarkan celoteh anak itu dengan bingung. Dia tidak merasa pernah berjumpa. Atau mungkin mereka pernah berjumpa, hanya saja dia tidak menyadarinya.
Tapi Lan Xichen memiliki ingatan yang baik. Dia tidak pernah melupakan sesuatu, apalagi jika dia tidak sengaja menjatuhkan es anak itu seperti yang dia katakan. Dia pasti mengingatnya.
"Ah... Benarkah? Kapan aku melakukannya?"
"Waktu MPLS!"
"..."
"Aku memarahi mu waktu itu tapi kau tidak merespon! Aku memarahi mu saat tau kita sekelas dan kau juga diam saja! Aku ini rugi, aku mau gantinyaaa!"
Lan Xichen mendengarkan dia marah dan merasa kehilangan otaknya. MPLS? Teman sekelas? Dia jelas murid kelas 3 dan anak itu kelas 1. Dia bukan panitia pelaksana dan juga tidak mau repot-repot untuk mengikuti kegiatan MPLS. Apa lagi yang mau diketahui dirinya soal sekolah ini? Seluk beluknya saja dia sudah hapal di luar kepala!
Nie Mingjue juga sampai cengo mendengarnya.
Tapi hanya Jin Guangyao yang tertawa. Dia terkikik kecil sampai wajahnya merah. Mendekat ke arah Nie Mingjue yang masih bengong. Dia berkata dengan nada tertekan — jelas tidak dapat menahan rasa geli di perutnya.
"Lan Wangji, pfft-"
Jin Guangyao menutup mulutnya dengan susah payah. Dia tidak ingin tertawa. Dia tidak ingin tertawa.
Melihat seseorang menertawai dirinya. Jiang Cheng lebih marah lagi. Mata bulatnya berkaca-kaca.
"Kenapa tertawa!"
"Ah? Tidak, aku tidak tertawa." Jin Guangyao mengulas senyum. Namun belum lama dia berkata begitu, dia sudah balik badan untuk menutupi kenyataan bahwa dia tengah menertawai bocah salah orang itu.
Bocah itu menunduk. Bibirnya manyun dan dia terlihat seperti akan menangis kapan saja. Nie Mingjue telah paham apa masalahnya juga merasa itu lucu. Namun tidak tergelak untuk tertawa karena dia merasa kasihan dengannya. Menyikut Jin Guangyao sampai pemuda itu mengaduh. Dia berdehem, menepuk pundak Lan Xichen.
"Wah, kacau sekali kau ini Xichen. Membuat seorang anak kecil kehilangan es krimnya."
Lan Xichen merasa kikuk. Dia menatap anak yang tengah merajuk dan siap menangis ini. Ini bukan salahnya, ini salah adiknya: Lan Wangji.
Tapi Lan Xichen tau seperti apa tabiat adiknya. Jadi, dia menghela nafas dan tersenyum.
"Maaf ya? Kalau begitu, kapan aku bisa mengganti es krim nya?"
Jiang Cheng menatapnya. Wajahnya sudah memerah.
"Hari ini.." cicitnya.
Lan Xichen tersenyum. Mengusap rambut adik kelasnya.
"Baiklah, aku akan ganti. Jangan menangis lagi."
"Siapa yang menangis!" Jiang Cheng berkata dengan kesal. Mengusap matanya yang basah, "Kau yang antri!"
"Haha, oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ttalgi | Xicheng
FanfictionLan Xichen menyukai saat-saat dirinya bersama Jiang Cheng. Rasanya seperti strawberry, asam manis yang menyegarkan selalu membuatnya bahagia. Xicheng Fanfiction made by Lemon_nim.