Lan Xichen akui bahwa dirinya tidak terlalu ingin berjumpa dengan Jiang Cheng. Namun bukan berarti sama sekali tidak bertemu... Itu terasa aneh setelah apa yang terjadi di antara mereka. Celah kosong di hatinya tidak terisi oleh apapun meskipun dia mencoba mengisinya.
Itu membuatnya kesal, namun meskipun begitu, dia pandai dalam mengatur raut wajahnya. Meskipun dia tidak terlalu senang akhir-akhir ini, namun dia bukan marah — jelas hanya merasa sesuatu hilang dari hidupnya dan dia tidak dapat menggantinya.
Seperti biasa, dia akan sering berlalu lalang di lorong sekolah dengan pikiran kosong. Meskipun dia tidak yakin mengapa dia terus menerus pergi ke lorong sekolah; dimana tidak ada hal menarik yang dapat dilihatnya disana, tapi dia tetap pergi ke sana dengan harapan tumpul. Rasanya seperti dia kehilangan jarum pentul di dalam jerami. Dia telah merobek ke dalam tumpukan rumput kering untuk mencari kilauan tajam dari logamnya yang hilang. Namun tidak dapat menemukannya dengan usahanya yang terlalu setengah-setengah.
Apakah harus langsung ke kelasnya?
Lan Xichen memikirkannya di dalam hati dan segera menggeleng. Gila, yang bener aja. Meskipun dia sebenarnya sedikit merindukan anak itu, tapi bukan berarti dia akan mencarinya langsung ke sarangnya.
Hati Lan Xichen tengah bergemuruh riuh. Dia tidak tau apa yang harus dia ambil sebagai jalan pintas atas kebingungannya.
Apakah harus menemuinya secara langsung,
Atau berjalan seperti orang normal di koridor sekolah tanpa terlihat mencurigakan — yang merupakan upaya bodoh — yang telah dia lakukan selama berhari-hari.
Lan Xichen tidak tau.
Dan dia menolak gagasan bahwa dia mulai mencari anak itu.
Terkadang, ketika dia berdoa bahwa dia ingin dijauhkan oleh Jiang Cheng. Semesta seperti menolak doa nya dengan keras. Mereka pasti akan bersinggungan secara tidak sengaja, seperti telah direncanakan dalam sebuah garis halus. Namun sekarang dia berdoa untuk hal yang sama dan doanya diterima; itu agak tidak menyenangkan betapa tampaknya dunia terlalu serius dan berpikir bahwa Lan Xichen benar-benar tidak menyukai anak itu...
Tapi mungkin hari ini berbeda. Dia menemukan Jiang Cheng berjalan dengan kepala tertutup. Topi hoodie yang dia kenakan menutup hampir seluruh wajahnya. Namun dari setiap siswa, hanya Lan Xichen yang menyadari bahwa dia adalah satu-satunya anak laki-laki dengan tas berwarna ungu.
Mereka berjalan berlawanan arah. Namun dalam garis yang sama. Lan Xichen heran ketika dia menyadari bahwa Jiang Cheng tampaknya kehilangan jiwanya dan berjalan dengan linglung. Itu bukan hal yang biasa anak itu lakukan. Meskipun baru kenal beberapa hari, tapi dia tau bahwa Jiang Cheng tidak pernah semurung itu.
Benar saja, ketika Lan Xichen memutuskan untuk tidak berpindah posisi. Jiang Cheng menabrak dadanya. Hidung anak itu adalah yang pertama menabrak tubuhnya. Sebelum seluruh wajah anak itu menempel sempurna di dadanya.
Dia sangat terkejut, melompat mundur seperti kucing yang ketakutan dan menatap dengan sanksi ke arah Lan Xichen yang tidak salah apa-apa.
"Apa yang kau lakukan sore begini di sekolah?"
Lan Xichen menjadi orang pertama yang membuka suara. Hari sudah senja dan langit telah berwarna jingga. Seluruh sekolah telah pulang dari jam 3 sore dan sekarang sudah hampir jam setengah 6. Hal yang wajar untuk anak ekskul pulang terlambat. Tapi Jiang Cheng bukanlah anak ekskul, dan dia tidak mengikuti les atau semacamnya.
"Aku..." Jiang Cheng membuang muka. Dibalik tudung pakaiannya, wajahnya secara samar menampilkan raut sedih. Namun entah itu ilusi karena cahaya oranye dari matahari terbenam, Lan Xichen tidak terlalu yakin pada apa yang dia lihat. Bahkan tidak berani menginterupsi dan menunggu yang lain membuka suara, "...Aku ada urusan. Sekarang baru selesai dan akan pulang."
Lan Xichen tidak berani bertanya lebih lanjut ketika melihat bahwa Jiang Cheng tampaknya sangat tidak nyaman. Beberapa hal mengganggu hatinya, membuatnya gatal dan ingin menanyakan lebih banyak. Namun mulutnya tidak searah,
"Itu... Bolehkah kita pulang bersama?"
Jiang Cheng menatapnya. Mata yang tertutup bayangan itu terlihat bersinar. Senyumnya tertarik tipis.
"Tentu."
.
.
.Mereka memesan Taxi seperti terakhir kali. Lan Xichen mengintip dari kaca spion ke arah Jiang Cheng yang lebih banyak diam. Anak itu bersandar dagu menatap ke arah jalanan menuju jendela.
Sikapnya... Agak berubah?
Dia sepertinya adalah anak yang nakal sebelum ini. Banyak mau dan banyak merugikannya.
Lan Xichen, meskipun keberatan akibat dirugikan. Tapi tidak pernah berpikir bahwa Jiang Cheng tidak boleh melakukannya... Itu terasa nyaman, dan diamnya anak itu terasa tidak menyenangkan!
"Apakah ada masalah?"
Lan Xichen mengintip ke wajah Jiang Cheng yang tidak menatap ke arahnya. Anak itu menoleh, kaget ketika wajah mereka terlalu dekat. Matanya membulat seperti anak kecil, sebelum dia mendorong wajah Lan Xichen dengan kesal.
"Kamu ini! Kenapa tiba-tiba dekat sekali seperti hantu!"
Lan Xichen terkekeh di telapak tangannya. Menghasilkan getaran geli yang membuat Jiang Cheng refleks menarik tangannya. Dia menatap dengan horror ke arah Lan Xichen yang tersenyum lebar.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya mengkhawatirkan mu."
Jiang Cheng menatapnya dan merasa gerah. Dia membuka jendela dengan tergesa-gesa. Wajahnya panas dan dia butuh udara.
Pak sopir di depan berteriak dengan kaget.
"Aduh! Jangan di buka kacanya!"
.
.
.Lan Xichen menekan kepala Jiang Cheng agar dia ikut menunduk. Siapa yang menyangka jika kaca jendela itu sudah rusak dan Jiang Cheng memperparah kerusakannya?
Mereka dimarahi dengan panjang dan tidak diberi kesempatan untuk melawan. Jiang Cheng dengan begah memutar matanya sembari kepalanya berjuang melawan tangan Lan Xichen yang gemetaran ketika dia menekan lehernya agar tidak naik.
Bahkan perlawanannya berlanjut dengan Jiang Cheng memukul paha Lan Xichen degan kesal. Dia cukup mengerti bahwa ini salahnya, tapi tidak murni salahnya juga karena dia merasakan pipinya panas hingga terbakar! Dia hanya perlu pasokan udara! Tidak ada peringatan tentang kaca yang rusak atau apapun itu!
Tapi pada akhirnya mereka tidak mengganti rugi dan hanya dimarahi. Lan Xichen terlihat lega, meskipun dia sanggup saja mengganti kacanya sebagai kompensasi. Tapi tidak keluar uang lebih baik daripada apapun!
Jiang Cheng memutar lehernya. Tangannya memijit dengan lembut ke tengkuknya yang mati rasa akibat di tekan Lan Xichen setengah jam. Wajahnya tidak enak di pandang, dan bibirnya lebih maju dari sebuah unggas.
"Kau!!!"
"Aku? Kenapa??"
Lan Xichen tau dia akan marah. Tapi tidak peduli apa, dia hanya peduli tentang menyelamatkan diri. Jadi, dia tidak banyak berbicara lagi. Sebelum Jiang Cheng sempat mengeluarkan sepatah kata, Lan Xichen telah menariknya untuk berjalan.
"Ayo pulang, aku takut pada ibumu."
"Loh??? Kenapa?"
"Dia... Galak."
Jiang Cheng tertawa di balik punggungnya.
"Dia tidak sejahat itu kok... Ya tapi tetep galak sih."
"Aku rasa sulit jika ingin dekat dengan mu."
Jiang Cheng menatap punggung Lan Xichen tanpa melihat wajahnya. Dia berpikir keras, ingin menemukan jawaban yang cocok atas pernyataannya. Tapi sepertinya tidak bisa memikirkan apapun.
"Aku rasa mereka tidak masalah jika kau ingin mejadi temanku."
Lan Xichen meliriknya dari sudut matanya. Bibirnya terkulum dengan cara yang menyedihkan.
Itu dia tau... Masalah sebenarnya bukan pada 'teman'... Bahkan sebelumnya, Lan Xichen sudah tau dia mendapati peringatan satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ttalgi | Xicheng
FanfictionLan Xichen menyukai saat-saat dirinya bersama Jiang Cheng. Rasanya seperti strawberry, asam manis yang menyegarkan selalu membuatnya bahagia. Xicheng Fanfiction made by Lemon_nim.