Mata Lan Xichen bengkak dan merah. Dia terlihat seperti seorang pecandu sabu jika saja kedua matanya memiliki masalah yang sama. Namun untung saja itu hanya di salah satu matanya. Jadi dia tidak terlalu terlihat menyedihkan.
Nie Mingjue sampai terheran-heran. Sebenarnya dia bukan tidak tau apa penyebabnya. Tapi tidak mau tau. Sejak awal dia memang sudah gemes sendiri dengan anak kelas 1 yang menjajah itu. Jadi jika ada kejadian seperti ini dan yang melakukannya anak tersebut, dia memilih angkat tangan. Memukul anak itu sama saja mencari masalah. Dilihat-lihat dari sisi manapun dia adalah si kesayangan keluarga. Dia memiliki kakak laki-laki yang satu kelas dengannya, dan kabarnya mantan sekretaris OSIS terdahulu adalah kakak perempuannya. Bahkan adiknya Nie Huaisang yang hanya teman sekelasnya saja; mereka tidak dekat secara langsung untuk dipanggil teman saja sangat menyukainya. Entah apa pesona yang dia miliki sampai Nie Huaisang tergila-gila padanya. Tapi Nie Mingjue juga tidak mau mencari susah. Dia sangat menyayangi adiknya, jika dia tau bahwa dirinya ingin memukul temannya itu. Percayalah dia akan pundung berhari-hari dan tidak ada cara untuk membujuknya.
"Ini sudah menjadi takdirmu untuk berjumpa dengannya. Terima saja mata bengkak itu."
Lan Xichen menyesap kopi yang telah dia pesan. Secara pribadi dia tidak terlalu menyukai kopi karena rasanya yang pahit. Namun hari ini kejadian yang menimpanya terlalu banyak, sampai kopi pahit yang menjadi pelarian untuk perasaannya saja tidak berpengaruh apapun.
"Ini... Aku ingin menyalahkan adikku. Tapi dia bahkan sepertinya lebih menyedihkan karena mereka satu kelas."
Nie Mingjue mengangguk. Dia menatap langit-langit cafe tempat mereka nongkrong.
"Nie Huaisang juga sepertinya sangat tertarik dengan orang bermarga Jiang Jiang apalah itu. Entah apa menariknya. Aku cukup sekali melihatnya dan segera ingin memukulnya."
"Oh? Dia 'suka' dengan anak itu?"
Nie Mingjue menggeleng. Dia mengaduk jus yang telah dia pesan dengan pipet.
"Jikalau suka yang seperti itu, kurasa tidak. Karena setahuku A-Sang sudah berpacaran dengan seseorang sejak dia SMP. Terlebih anak itu masih satu sekolah dengan kita namun beda kelas dengan adikku. Siapa ya namanya... Ning... Ning? Ya intinya itulah."
"Jadi... Apa yang dia sukai darinya? Bagaimanapun Nie Huaisang orang yang pemalu kan? Sedangkan anak itu sangat tidak tau malu. Lihatlah betapa entengnya mulutnya itu berkata sebelum dia mencolok mataku."
Nie Mingjue melirik mata Lan Xichen dan tidak dapat menahan tawanya.
"Hahahaha! Kau benar, kasihan sekali dirimu."
Lan Xichen menghela nafas berat. Dia dengan enggan menyesap kopi pahitnya.
"Nie Huaisang menyukai seni... Aku pikir itu sebabnya dia menyukai si Jiang."
"Seni?" Lan Xichen membeo, "Apakah kau melihat seorang seniman atau pengagum seni dari wajahnya?"
Nie Mingjue menggeleng, "Tidak, tidak. Sebentar... Sepertinya aku melupakan sesuatu dan hampir mengingatnya..."
Lan Xichen dengan patuh menunggunya mengingat. Sampai sang empunya berhasil mengingat hal penting, dia menggebrak meja sampai gelas terbang satu senti dari alasnya.
"!!!"
"Aku ingat!!! Aku ingat!! Adikku begitu menyukai si Jiang itu karena sebuah kipas lipat!"
Lan Xichen belum sembuh dari keterkejutannya mengelus dada.
"Kipas... Lipat?"
"Iya! Kipas yang sering adikku bawa akhir-akhir ini kan pemberian dari anak itu!"
Nie Mingjue ingat. Dia akhirnya mengingatnya.
Itu semua bermula saat hari ketiga MPLS.
Saat itu dia tengah berada di rumah. Bagaimanapun dia tidak ikut acara MPLS sebagai panitia meskipun dia telah di rekrut. Biasanya anak-anak kelas 1 yang masih mempelajari dasar-dasar peraturan sekolah dan mengenal lingkungan sekolah mereka pulang kerumah pada jam 03.30 PM. Dan sekarang masih jam 01.00 PM. Masih ada 2 jam lebih sebelum adiknya pulang. Jadi dia bermalas-malasan satu jam sebelum memasak makanan simpel untuk mengisi perut adiknya.
Namun tidak disangka bahwa Nie Huaisang pulang lebih cepat. Dia di antar oleh Wen Ning yang Nie Mingjue tau adalah kekasih sang adik.
"Ah... Nie Mingjue Da-Ge. A-Sang pingsan dan sepertinya demam. Jadi dia dipersilahkan pulang oleh panitia. Aku akan menyerahkannya padamu sekarang. Aku masih harus mengikuti kegiatan MPLS di sekolah."
Nie Mingjue mengangguk dan mengambil alih adiknya. Dia menatap Wen Ning sebentar. Sebenarnya dia tidak suka dengan adiknya yang berpacaran saat dia masih kecil. Dan hal itu membuatnya secara tidak langsung juga tidak menyukai Wen Ning. Namun meskipun begitu dia tidak melakukan apapun untuk memutuskan mereka. Hanya saja jika berani macam-macam, maka tamatlah riwayat keduanya.
"Iya, kamu kembalilah dan hati-hati."
Wen Ning mengangguk, dia baru berjalan beberapa langkah dari halaman rumah mereka sebelum kembali dengan tergesa-gesa.
"Ah! Ini aku lupa kipas lipatnya!"
"Kipas lipat?"
Wen Ning mengangguk, dia menyerahkan kipas bambu dengan bordir bambu hijau. Dengan ukiran cantik di balok kayu lipatnya. Namun meskipun itu cantik, dia tidak menyukai hal-hal seperti ini. Sehingga hal itu tidak terlalu berkesan untuknya.
"Ini diberikan oleh Jiang Cheng... Dia melihat Nie Huaisang sekarat dan memberikan kipas untuk membuatnya sedikit lebih segar. Awalnya Nie Huaisang sangat menolak, dia tidak ingin mengambilnya karena ini salah satu karya terkenal dari seniman dunia. Tapi anak itu tidak mengerti seni... Jadi dia hanya memberikannya."
Nie Mingjue melirik ke arah nama ukiran di kipas lipat itu.
"Oh, jadi ini benda yang adikku sibuk ingin ikut war untuk mendapatkannya terakhir kali."
Wen Ning mengangguk.
"Ya... Jadi tolong berikan itu ketika dia sadar. Aku rasa Nie Huaisang sangat menghargai hadiahnya."
Nie Mingjue mengangguk. Dia tau adiknya menyukai hal-hal seperti ini. Terlebih, jelas barang ini tidak murah. Dan edisinya terbatas. Anak yang memberikan secara percuma itu pasti orang bodoh yang tidak menyukai seni dan tidak tau apapun sama seperti dirinya. Namun dia menghargai pemberiannya. Karena dia melakukan itu sebagai tanda peduli pada adiknya yang sekarat.
"Baiklah, ucapkan terima kasih yang banyak untuknya. Dan kamu cepatlah kembali ke sekolah. Ini sudah sangat terlambat."
Wen Ning melirik jam di tangannya. Melotot.
"Ash! Baik-baik aku pergi!"
"Begitulah... Kurasa adikku masuk akal mengapa dia menyukai Jiang Cheng..."
"...Aku rasa aku akan menyukainya juga jika dia memberikan kipas lipat itu padaku."
Lan Xichen secara tidak sadar mengucapkan isi pikirannya.
Kipas lipat edisi terbatas oleh seniman yang itu...? Bagaimana dia bisa tidak tau!!! Itu mahakarya luar biasa!
Nie Mingjue mendengus, "Cih! Lihat apakah kamu akan menyesal akibat mengatakannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ttalgi | Xicheng
FanfictionLan Xichen menyukai saat-saat dirinya bersama Jiang Cheng. Rasanya seperti strawberry, asam manis yang menyegarkan selalu membuatnya bahagia. Xicheng Fanfiction made by Lemon_nim.