1.6

263 32 8
                                    

Lan Xichen di antar ke rumah. Bahkan sampai di depan pintu rumahnya. Anak sulung keluarga itu bahkan sampai bingung harus bereaksi seperti apa. Sebab dia mengira Jiang Fengmian hanya akan mengantar sampai gerbang pintu rumahnya. Tapi dugaannya meleset. Namun meskipun begitu, tindakan Jiang Fengmian sedikit meringankannya untuk menjawab pertanyaan dari kedua orang tuanya. Sebab kepala keluarga Jiang itu sudah mewakili dirinya untuk menjawab.

Ketika dia hendak masuk, Jiang Fengmian menghentikannya.

"Tunggu! Ucapan putriku... Mungkin juga kami semua tentang anak bungsuku... Jangan di ambil hati. Jika ingin lebih dekat, maka kalian bisa berteman... Ya, hanya teman."

Lan Xichen dengan kikuk tersenyum.
"Tentu saja, aku pasti akan berteman dengan Jiang Wanyin. Lagipula, dia anak yang lucu..."

Jiang Fengmian terkekeh, dia mengusap rambut Lan Xichen.

"Lucu ya? Tentu saja, dia anakku. Baiklah, jika kau sungguh-sungguh akan menjadi temannya. Aku mempercayaimu untuk menjaganya."

Lan Xichen mengangguk, dia tidak berani mengatakannya secara langsung. Namun di bergumam di dalam hati; "Entahlah, aku juga tidak yakin kami akan menjadi teman. Bagaimanapun aku adalah anak kelas 3, sangat sulit untuk berjumpa kembali dengannya untuk beberapa alasan."

.
.
.

Alasan adalah alasan. Tidak pernah berarti bahwa itu mustahil terjadi.

Lan Xichen berpikir mereka tidak mungkin bertemu lagi cepat atau lambat. Sebab kelas mereka berbeda dan mustahil untuk berjumpa. Namun siapa sangka anak kelas 1 itu datang menemuinya bersama sang adik... Juga dengan kakaknya.

"..."

Lan Xichen menatap pada Lan Wangji dan dua orang yang berada di belakang punggungnya. Mereka tidak mengatakan apapun dan hanya saling bertatapan. Namun siapa sangka bahwa dari tatapan mata saja, mereka telah berbicara satu sama lain?

'Bagaimana bisa mereka mengikutimu?'

'Dengan memaksa.'

Lan Wangji terlihat sangat begah. Jujur saja, keberadaan kedua anak di belakang punggungnya ini sedikit menyebalkan. Padahal dia sudah bilang jangan mengikutinya, namun mereka seolah tidak punya telinga; atau masuk kuping kiri keluar dari yang kanan. Benar-benar bebal. Lan Wangji seumur hidup baru kali ini menjumpai orang yang kepalanya sekeras batu.

Jiang Cheng melirik dari pundak Lan Wangji.

"Pantas saja salah orang, mirip sekali."

Wei Wuxian yang berada di sebelah Jiang Cheng menarik adiknya ketika dia terlalu dekat dengan Lan Wangji. Merangkul pundaknya dan tersenyum.

"Nah, sekarang sudah lihat kan? Jangan salah orang lagi ya?"

Jiang Cheng mengangguk, melirik secara bergantian kepada dua orang itu dan tidak dapat menemukan cara untuk membedakannya.

"Wei Wuxian, coba sebutkan perbedaan mereka."

Lan Wangji memutar mata, sedangkan Lan Xichen kehabisan kata-kata. Lan Wangji dengan malas jalan menjauh, tidak ingin diperhatikan oleh dua anak tidak jelas ini. Namun belum jauh dia pergi, dia sudah di tarik kembali.

Wei Wuxian memelototinya, "Kau pikir kau bisa kabur?"

.
.
.

Jin Guangyao menggenggam kedua tangannya di belakang punggung. Dia dengan senyum canggung memperhatikan dua saudara yang memperhatikan dua saudara lainnya. Adegan itu sebenarnya sangat canggung untuk dilihat, namun menarik bagi yang tengah meneliti.

"Apakah... Apakah sudah menemukan perbedaannya?"

Jin Guangyao bertanya, memperhatikan Lan Xichen yang telah menutup mata dan Lan Wangji dengan wajah tertekuk.

"Tidak."

Wei Wuxian menggeleng, dia menatap ke arah Jin Guangyao

"Menurutmu apa yang berbeda dari kedua orang ini?"

"Xichen Ge, bukalah matamu." Jin Guangyao menatap pada Lan Xichen yang duduk sambil memejamkan mata. Dia berjalan mendekat dan mengambil celah di tengah kedua anak tersebut. Setelah Lan Xichen membuka matanya, dia menunjuk. "Lihatlah matanya. Adiknya memiliki warna mata kuning yang cerah, sedangkan kakaknya memiliki mata kuning gelap. Bukankah mudah membedakannya?"

"Ah iya! Warna matanya berbeda!"

Jiang Cheng menunjuk tepat di depan mata Lan Xichen, membuat sang empunya refleks memejamkan mata. Oh ayolah, jari-jari tangan berdosa itu terlalu dekat dan bisa menusuk matanya kapan saja jika dia lengah.

"Aduh adik kecil, tangannya berbahaya sekali ya." Lan Xichen mendorong tangan Jiang Cheng menjauh. Merasa sedikit kesal, namun tidak ingin membahasnya lebih lanjut.

"Benarkah?" Jiang Cheng bertanya. "Itu tidak berbahaya, jikalau aku tidak menusuknya seperti ini."

"Aduh! Mataku!"

"Ehhhh!!! Xichen Gege!"

.
.
.

"Jangan ikuti aku lagi!" Lan Wangji berteriak kesal di depan kedua teman kelasnya. Sudah cukup dia melihat mereka satu hari ini dan sekarang dia sudah sangat muak. Terlebih pada Wei Wuxian yang terlalu sering menggodanya entah pemuda itu sadar atau tidak. Ditambah adik bungsu iblis mereka yang menusuk mata kakaknya.

Jika adiknya iblis, maka kakaknya lebih iblis lagi daripada itu!

Tepat ketika mereka pergi ke UKS untuk memeriksa mata Lan Xichen. Untung saja mata Lan Xichen tidak kenapa-kenapa. Hanya saja Wei Wuxian yang berada di belakang secara tiba-tiba memukul pantat Lan Wangji. Meskipun Lan Wangji awalnya biasa saja, tapi tampang Wei Wuxian jelas tidak mengatakan itu adalah hal yang biasa. Itu membuat Lan Wangji merinding satu tubuh sampai dia ingin bersembunyi.

"Kenapa sih, sensi sekali seperti nona muda." Wei Wuxian mengorek hidung, dengan tidak berperasaan mengelap jarinya di baju Lan Wangji, membuat sang empu menjadi hijau. "A-Cheng ku saja tidak menjadi nona muda hari ini. Mengapa malah kau yang menggantikan perannya?"

Jika saja Lan Wangji orang yang sangat ekspresif, dia akan berteriak sekarang. Alih-alih dia yang menjerit jijik, Jiang Cheng mewakilinya dari samping.

"Ihhh jorok ngupil sembarangan. Aku bilangin ya kamu ke Ibu!"

Yu Ziyuan orang yang sangat tertib. Terlebih, dia cinta kebersihan. Jika dia tau Wei Wuxian mengupil sembarangan, dia pasti akan kena ceramah tentang tata krama. Namun sepertinya meskipun dia melakukannya, dia tidak akan dimarahi. Sebab Jiang Cheng tidak akan berani mengatakannya. Dia sekarang memiliki kartu kunci yang akan membalikkan keadaannya!

"Kalau kamu ngaduin aku, aku bilang juga ya ke ibu kalau kamu nusuk mata kakak kelas."

"...eh? Jangan dong. Kalau gitu kita impas aja ya?"

Wei Wuxian menatap wajah Jiang Cheng yang terlihat kikuk. Sangat menggemaskan dan dia tidak tahan jika tidak mencium pipinya!

Cup!

"Oke, impas!"

Jiang Cheng mengusap pipinya yang basah dan memutar mata.

Sedangkan Lan Wangji langsung membiru melihatnya.

Apakah kedua orang di depannya ini normal...?

Ttalgi | XichengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang