Kejadian itu terjadi sekitar seminggu yang lalu. Meskipun waktu terus berjalan dan hari-hari telah berlalu. Hanya saja, setiap Lan Xichen melihat Jiang Cheng, dia tidak pernah bisa melupakan matanya yang bengkak dan merah. Itu membuatnya kesal. Terlebih, matanya perih ketika dia hendak tidur. Bahkan dia harus melakukan pengecekkan ulang untuk memastikan apa yang salah dengan matanya. Hasilnya selalu baik, dan dari situ Lan Xichen menangkap bahwa tangan Jiang Cheng lah yang sial.
Satu minggu setelahnya mereka tidak pernah berjumpa lagi. Anak itu bagaikan di telan bumi. Jujur saja, Wei Wuxian malahan yang terlalu sering terlihat di sekitar pandangannya. Namun tidak ada tanda-tanda bahwa Jiang Cheng mengekori kemana dia pergi. Sesekali mungkin, Lan Xichen akan melihatnya ketika pulang sekolah dengan tas sekolah berwarna ungu gelap keluar dari gerbang. Selain itu, dia tidak pernah menemuinya secara langsung.
Itu membuat Lan Xichen sedikit lega. Dia benar-benar tidak berniat membuat hubungan pertemanan dengan Jiang Cheng. Serta, dia sedikit tersinggung akibat insiden matanya yang dicolok.
Tapi kadang-kadang, tiap Lan Xichen memikirkan bahwa dia tidak ingin menjumpai atau melihat anak itu lagi. Dia malahan akan muncul di depan matanya.
"Kami duduk di sini ya." Wei Wuxian menarik kursi dan membiarkan Jiang Cheng duduk. Kemudian dia mengambil tempat di sampingnya. Mereka datang seperti hantu, tidak di undang namun secara tiba-tiba datang.
Belum sempat Nie Mingjue melayangkan protes. Dia malah disuguhi pemandangan adiknya ikut makan di meja yang sama dengan mereka. Boro-boro mengatakan satu kata, dia langsung bungkam dan membisu ditempat.
"A-Cheng, kamu yakin mau duduk di sini?" Nie Huaisang bertanya sembari melirik kakaknya. Dia tidak bermaksud apapun, tapi wajah Nie Mingjue sudah jelek duluan. "Ahh... Da-Ge, bukan begitu maksudku. Aku nyaman makan bersamamu, hanya takut kalian terganggu saja. Sungguh."
Jiang Cheng menatap orang yang merupakan kakak Nie Huaisang. Jelas orang yang mau memukulnya di hari pertama sekolah.
"Aku tidak mau, tapi tidak ada tempat. Mending kamu duduk di samping aku."
Jiang Cheng memukul-mukul kursi kosong di sebelahnya. Mendapati bahwa dia disuruh, Nie Huaisang mengangguk senang dan menaruh nampannya di meja. Menarik kursi dan segera duduk.
"Kalau begitu... Kita makan di meja ini saja."
Lan Xichen tidak tau harus berkata apa. Secara pribadi dia ingin mengusir mereka. Namun ada Nie Huaisang adik kesayangan Nie Mingjue. Jika dia benar-benar berani, maka percayalah dia tidak akan selamat dari kiting¹ nya.
[Kiting : Dijepit lehernya dengan lengan.]
"Iya, kalian disini saja." Jin Guangyao menimpali, "Lagipula kami tidak masalah."
"Kamu tidak." Jiang Cheng menyuap satu sendok nasi ke mulutnya, "Tapi dua orang di sebelah mu keberatan tuh."
Tatapan mereka semua beralih ke arah Nie Mingjue dan Lan Xichen. Hanya saja mereka tidak berhasil menangkap raut kesal di wajah mereka. Sebab keduanya lebih cepat merubah ekspresi di wajahnya.
Lan Xichen tersenyum, "Mana mungkin... Mana mungkin aku keberatan. Bagaimana dengan kamu Ge?"
Nie Mingjue tertawa karir, "Ahaha, tentu tentu... Xichen Didi yang paling mengerti aku."
Jiang Cheng menyipitkan matanya. Dia benar-benar menatap mereka dengan sanksi sepanjang waktu.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ttalgi | Xicheng
FanfictionLan Xichen menyukai saat-saat dirinya bersama Jiang Cheng. Rasanya seperti strawberry, asam manis yang menyegarkan selalu membuatnya bahagia. Xicheng Fanfiction made by Lemon_nim.