Di luar rumah sangat ramai. Jiang Fengmian sampai bertanya-tanya apa masalahnya.
Sebenarnya rumah mereka rame itu sudah biasa. Malah jika sepi yang tidak biasa. Sebab bagaimanapun isi rumah ini dipenuhi dengan orang-orang hyperactive, atau hanya Wei Wuxian yang begitu. Sebab memang dialah orang yang memenuhi rumah dengan suaranya. Namun hal itu juga yang membawakan kesan hangat dan berwarna pada kehidupan sehari-hari mereka.
Pria paruh baya itu meletakkan panci berisi sup akar teratai ke meja makan. Langkah kakinya membawa Jiang Fengmian ke ruang tamu. Di sana, dia melihat istrinya — Yu Ziyuan — tengah menikmati secangkir kopi di temani majalah model. Kacamata baca menangkring dengan patuh di hidungnya. Dengan tampilan seperti itu, dia terlihat sangat tajam.
"Istriku, ada apa di depan?"
Jiang Fengmian bertanya di samping sang istri. Dia mengintip ke arah pintu yang terbuka. Ada Wei Wuxian dan Jiang Cheng disana, serta juga ada satu orang lain. Orang itulah yang membuat Wei Wuxian mengamuk dan berkokok tanpa henti di depan rumahnya sendiri.
Yu Ziyuan meletakkan cangkir yang dia pegang ke atas meja. Menghasilkan bunyi 'tuk!' saat material kaca itu bertabrakan. Beliau menatap dari balik kacamatanya.
"Coba kau lihat. Anakmu sepertinya telah bertelur."
Jiang Fengmian melirik ke bawah, di mana sang istri duduk. Mereka saling bertatapan mata. Dengan ekspresi tidak terima, Jiang Fengmian menegur.
"Sejak kapan kau melahirkan seekor ayam?"
"Aku tidak tau. Kalau kau ingin tau, tanya Wei Wuxian."
Jiang Fengmian menghela nafas. Kemudian dia melirik ke arah anak tengah mereka. Memang benar dia itu sekarang ributnya tak kalah dengan ayam yang tengah bertelur. Jadi tidak ada salahnya jika sang istri berkata begitu.
"Baiklah... Aku akan melihat anak kita sebelum induknya marah."
Jiang Fengmian pergi dengan tatapan menusuk di punggungnya. Dia mengulas senyum kecil ketika menyadari bahwa sang istri tidak senang dengan perkataannya.
Lagipula tidak salah kok... Memang Yu Ziyuan ini sama galaknya dengan induk ayam.
Suka mematuk.
"... anak-anak, apa yang kalian ributkan?"
Ketiga bocah yang tengah beradu mulut — lebih tepatnya satu; Wei Wuxian sendirian — segera menoleh ketika mendengar suara lembut dari sang ayah terdengar.
Melihat bahwa ayahnya telah datang, Wei Wuxian segera nyolot lebih daripada tadi.
"Ayah! Lihat pria tidak bertanggung jawab itu! Dia membuat A-Cheng ku terluka!"
Lan Xichen, "..."
"Oh?" Alis sang ayah naik. Dia mendekat dan mengambil anak bungsunya dari si tengah. Berputar-putar dan berjongkok untuk melihat kondisinya. "Waduh... Mati kita."
Lan Xichen dan Wei Wuxian segera mendekat. Mereka memperhatikan wajah pria paruh baya itu menjadi rumit.
"Ada apa ayah?" Wei Wuxian bertanya, dia berjongkok di samping Jiang Fengmian. Melihat mereka berdua berjongkok, tidak sopan rasanya bagi Lan Xichen untuk berdiri. Jadi dia mengikuti mereka berdua dan membiarkan Jiang Cheng berdiri sendiri sebagai objek yang tengah di teliti.
Jiang Fengmian tidak berkata apa-apa. Namun dia terus menunjuk dengan dagu ke arah rumah. Lebih tepatnya, ke arah sofa dimana ada Yu Ziyuan yang tengah bersantai.
Dia mendekat dan berbisik.
"Coba kau pikir-pikir lagi... Alasan apa yang harus ku buat?"
Wei Wuxian segera paham atas perkataannya. Dia mendelik, segera menarik kerah Lan Xichen untuk maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ttalgi | Xicheng
FanfictionLan Xichen menyukai saat-saat dirinya bersama Jiang Cheng. Rasanya seperti strawberry, asam manis yang menyegarkan selalu membuatnya bahagia. Xicheng Fanfiction made by Lemon_nim.