Riku hanya membual, nyatanya pemuda yang bersikeras menjaga Reina semalaman kini tengah tertidur di sofa. Jam 6 subuh gadis yang terkapar setelah kecelakaan sudah dipindahkan ke ruangan VIP karena permintaan Riku. Ia tidak betah harus bergabung dengan yang lain.
Reina memutar bola matanya dengan malas, badannya terasa tidak terasa sakit lagi tapi susah untuk digerakkan. Mau tidak mau Reina menekan bell untuk memanggil perawat.
Tak lama perawat datang dengan ramah, "kenapa mbak? ada yang perlu saya bantu?"
"saya... mau pipis," Cicit Reina perlahan takut kedenger Riku. Walaupun ia tau Riku gak bakalan mendengar hal itu. Gadis itu dibantu oleh perawat untuk diajak ke kamar mandi, tak perlu menghabiskan waktu banyak. Reina mengucapkan terimakasih dan duduk diatas kasur.
Rupannya perawat tadi lumayan menimbulkan suara saat menutup pintu, Riku sedikit membuka kedua matanya dengan berat. Reina menatap lelaki disebrangnya dengan penuh khawatir.
khawatir temannya tidak nyenyak tidur.
"sudah sarapan rei?" Pertanyaan pertama Riku saat menghampiri gadis yang duduk bangsal. Tangannya terulur mencek infus dan mengalihkan netranya. Reina masih tidak mengalihkan pandangannya walaupun sudah ditatap sang lelaki bersurai hitam legam yang hampir menutupi matanya.
"belum,"
Riku menghembuskan nafasnya dengan gusar kemudian ia mengangguk dan keluar dari ruangan VIP Reina entah kemana tujuannya gadis itu tidak tau. Riku segera membasuh wajahnya dan menyikat gigi, untungnya tasnya itu sangat lengkap. Kemudian ia turun kebawah hanya membeli sarapan untuk dirinya, ia tau jadwal perawat membawa sarapan untuk Reina adalah jam 8. Tadi hanya basa basi doang.
Setelah kembalinya Riku, Reina terkejut. Ia pikir Riku akan pulang.
"gue pikir lo pulang,"
"gak ini gue beli bubur didepan,"
"kayak orang sakit aja lo makan bubur,"
"iya gak pa-pa rei, asal sakit lo mindah ke gue. Gue no problem,"
Gadis itu bersemu saat Riku mengatakan sepatah kalimat, hatinya berdebar bukan main. Perasaan apa ini ia pun tidak mengerti, lantas ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela luar. Riku melihat Reina tengah menatap jendela pun berjalan dan membukakan jendelanya.
"kalau mau dibuka, bilang."
"Rik?"
"hm? kenapa? butuh apa lo?" Riku menolehkan kepalanya sambil berjalan, Reina mengulurkan tangan kanannya lantas disambut Riku walaupun dengan kerutan kening yang menyatu.
"kenapaa rei?"
"sakit,"
"Lucu banget lo ngadu gini ke gue Rei,"
"tapi beneran sakit.." Riku menghela nafasnya dan menggenggam erat tangan temannya. Kemudian mengelus pelan punggung tangan yang memucat, "jangan gitu, gue jadi takut,"
"hah takut apa sih?"
"takut lo meninggal dadakan gimana? duda dong gue," Reina lantas menghempaskan tangan riku sampai terpentok kasur bangsal. Persetan dengan rasa sakit, Reina memilih untuk berbaring dan membelakangi temannya.
Sedangkan Riku masih merintih kesakitan, kemudian perawat datang dengan membawakan senampan sarapan. Lalu disambut Riku dengan senyuman manis, Reina berdecih pelan.
"aduh geuliss pisan perawatnya euy"
"mbak jangan hirauin dia, dia suka ngebacot soalnya," Reina berkata seperti itu dengan nada cukup lirih, Riku hanya mendelik tajam dan tersenyum masam ke perawat.
"maaf ya mbak pacar saya kalau cemburu suka gitu,"
Perawat cantik hanya terkekeh ringan dan mengundurkan diri, tidak bohong perawat itu diluar berteriak histeris.
ganteng bangettt berondongggggg
Riku melangkahkan kakinya dan duduk sembari menyiapkan nampak sarapan milik Reina, gadis itu terdiam dan berdehem pelan, "kenapa lo gak makan?" tegurnya karena bungkusan milik Riku tak disentuh pemuda itu sedikit pun.
"gue makan setelah lo makan," Ucapnya sambil
menyodorkan satu suapan ke mulut Reina dan disambut baik. Walaupun terasa hambar, Reina harus menelan itu kuat-kuat."hambar banget ya?" Gadis itu mengangguk ringan, lantas Riku tersenyum manis didepannya dan menyuapi Reina lagi.
"liat senyum gue, nanti gak hambar lagi,"
Reina diam dan menyerap perkataan Riku sebaik mungkin, jikalau gadis itu tengah sehat bugar maka pemuda itu akan mendapatkan satu ketukan di kepala. Tapi kali ini Reina hanya diam dan menahan lengan Riku. Entah mengapa netra mereka saling bertemu dengan raut kebingungan dan kesedihan.
Riku menatap bola mata indah itu dengan debaran jantung yang kuat, bagaimana Reina menyentuh lengan nya dengan lembut. Wajah gadis itu memancarkan kecantikan alami yang ingin Riku puja puja sekarang. Bahkan tangannya yang mengangkat sendok kini ia letakkan di atas piring digantikan dengan usapansurai Reina.
"dengerin aku ya? aku tau kamu khawatir. Tapi aku janji kamu bakalan sembuh lagian ini gak terlalu parah."
"tapi Rik—"
"sssttttt gak pa-pa ya? yaudah ayo lanjut makan,"
acara makan itupun berlanjut dan mereka didatangkan tamu yaitu Sion. Laki-laki itu merekahkan senyumannya sambil berjalan sedikit tertatih.
"maaf baru kesini," Riku segera membersihkan nampan Reina dan membiarkan mereka bicara, tapi Reina malah menahan kepergian Riku membuat dua pemuda didepannya saling melemparkan pandangan canggung.
"iyaa gapapaa sion, gimanaaa kaki lo? maaf ya.."
"oh aman rei, gak usah minta maaf. Gue yang minta maaf malahan, tenang aja Rei semuanya udah gue urus. Gue harap lo bisa sembuh, sekali lagi gue minta maaf,"
"sekarang gimana keadaanya?" Sambung sion dengan memastikan keadaan Reina.
"dia baik-baik aja kalo ada gue, sion."
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy My Boyfriend - Riku NCT WISH
Ficção Adolescente"ganteng gak gue?" Celetuk Riku kepada Reina, Sang gadis hanya menatap lekat dan berucap dengan santainya, "ganteng kok." Riku mengembangkan senyumannya, "udah pasti lah dari lahir juga" "Iya dari lahir, Rik." "Udah naksir belum?" Reina menaikkan sa...