Riku membereskan bungkusan-bungkusan roti bahkan buah-buahan. Sedatangnya Sion membuat pemuda itu bergerutu hebat, bahkan Reina terpenjat dengan omelan-omelan Riku.
"sudahh kali Rik.. gak usah marah-marah gitu,"
Riku mendelik tajam saat membuang sampah-sampah itu ke tempatnya. Padahal Riku berniat untuk melemparkan sampah ke wajah Sion.
Pemuda itu marah karena dengan sengajanya Sion memeluk Reina sebagai permintamaafan didepan matanya sendiri.
Riku berdecak malas lantas duduk disofa dengan sedikit kasar. Riku cemburu setengah mati, pikirnya "lo apa apaan? setelah bikin Reina kecelakaan terus minta maaf dengan pelukan didepan gue?!! lo kira wajar?!!"
Pemuda itu menekan pucuk hidungnya karena seketika kepalanya mumet dengan kelakuan Sion, Reina melihat itu hanya bisa menghembuskan nafasnya dan terkekeh kecil.
"lo cemburu?"
"gimana gak cemburu rei? aku—"
"lo sadar gak sih? bahasa lo tiba-tiba berubah?"
Riku terdiam ia merenung—bener juga, "maaf maksud gue—"
"tapi gue suka kok.."
Riku berdebar amarahnya seketika menghilang, pemuda itu menjauhkan pandangannya dari tatapan gadis itu lalu merebahkan diri di sofa dan menutup wajahnya dengan lengan.
"gue ngantuk Rei, lo istirahat habis itu gue mau pulang bentar,"
"yahh padahal gue pengen minta tolong ajak ke taman," Pemuda itu langsung bangun dan segera meraih kursi roda didekat pintu. Reina terkesiap dan mengerjapkan kedua matanya.
apa-apaan?
"ayo neng kok malah bengong, ayok biar Aa anter ke bawah,"
"dih"
Dengan begitu Reina mengulurkan tangannya dan disambut oleh Riku. Perlakuan Pemuda itu cukup membuat hati Reina gugup dan tidak bisa menahan kesalah tingkahannya.
Riku bisa melihat senyuman Reina tidak luntur dari wajah manisnya membuat dirinya turut salah tingkah. Mendorong pelan kursi roda itu mereka terlihat seperti sepasang kekasih.
menggiring kursi roda dengan pelan tanpa terburu-buru membuat Reina sedikit merasa tenang, terlebih ada Riku yang menjaganya.
Sesampai disana, Riku pun menghentikan dorongan tangannya pada kursi roda membiarkan angin menerpa mereka. Sesekali Riku tidak bisa membiarkan wajah manis itu terlewatkan dari pandangannya sedikitpun.
"ngomong-ngomong ibu lo lagi jalan kesini,"
Reina menoleh lantas tersenyum, "syukur deh, kapan?"
"pas gue keluar beli bubur, ibu lo ngehubungin gue," Reina menganggukkan kepalanya lantas menundukkan kepala membiarkan rambutnya tergerai menutupi wajah cantiknya itu. Riku berlutut disamping Reina kemudian meraih punggung tangan temannya.
"gak usah khawatir, ibu lo gak bakalan marahin lo,"
Reina mengulum bibirnya entah mengapa segala ketakutan yang dirasakan gadis itu Riku selalu mengetahuinya, "tapi gue pasti tetep dimarahin karena repotin anak orang Rik,"
"siapa anak orang yang elu maksud?"
"...sion,"
"gue gak tau berapa juta yang dikeluarkan tu anak,"
Riku menghembuskan nafasnya, "biar lah Rei, itu bentuk tanggung jawab dia. Dia yang ngajak lo bareng,"
"tapi tetep aja dimata ibu gue bakalan gue yang salah, pasti gue diceramahin kenapa gak naik angkot aja pasti gitu,"
Riku menaikkan dagu Reina dengan pelan, "lo terlalu banyak mikir Rei. Ibu lo khawatir banget makanya beliau kesini, udah jangan mikir kesana kasian lo belum sembuh total. Nih masih sakit kan," Dengan rese Riku meninju bahu Reina tidak keras tapi cukup membuat tulangnya merasa nyeri.
"sakittt!!"
"makanya kalo dibilangin tuh didengerin," Reina merenggutkan bibirnya lantas menarik tangan yang digenggam erat oleh Riku.
"bangun, ngapain berlutut gitu. Ntar di kira orang lagi lamaran ege," Celetuk Reina membuat laki-laki didepannya terkekeh gemas. Tangan besar itu mengusak lembut pucuk rambut gadis berlesung pipi itu membuat hatinya ikut berantakan.
sial kedua pasangan itu saling membuang wajah saat perasaan tidak bisa mereka kontrol. Riku bangun dan mendorong kursi roda milik Reina untuk bernaung dibawah pohon dan membiarkan Riku duduk disebuah bangku panjang, dengan menghadapkan gadis itu kearahnya.
"kita ini..apa?" Reina mengutarakan perasaannya yang bimbang. Entah mengapa ia ingin menanyakan hal itu dengan Riku, walaupun sebagai perempuan Reina menyadari ini bukan hal yang patut ia tanyakan kepada seorang laki-laki.
tetapi perlakuan Riku semakin membuatnya bingung.
"kita?"
Reina menganggukkan kepalanya dengan ragu, matanya mengerjap seperti anak kucing yang terlantarkan. Riku dibuat tidak berdaya dalam detik itu.
entah keberanian dari mana, laki-laki berjaket jeans biru dongker meraih penuh perasaan bahu sang gadis didepannya. Reina dapat merasakan dunia seakan berhenti berputar.
Dalam satu pelukan Riku berharap Reina dapat mengerti situasinya.
"Gue bolehkan egois? membuat perasaan ini diluar batas teman." lirih pemuda yang menyiratkan penuh kepasrahan dalam usapan lembut dipunggung gadis itu.
Reina meremat pakaiannya sendiri, ia tidak menyangka ia mendengarkan hal seserius itu dari mulut Riku. Gadis itu tidak percaya, "Rik ini bukan khodam lo yang ngomong kan?"
Riku menggeleng dan membisikkan sesuatu yang membuat Reina menitikkan air matanya. Gadis yang direngkuh pemuda dibawah pohon rumah sakit kembali terisak.
laki-laki bersurai legam melepaskan pelukan singkat itu dan kembali menatap wajah Reina yang berderai air mata. Tangannya terulur untuk mengusap jejak-jejak air mata itu yang membuat gadis didepannya semakin cantik.
"kenapaa nangis? gue gak ngapa-ngapain lo," pemuda tersenyum manis sambil bersua dengan lembut kepada Reina. Bahkan gadis didepannya nampak tidak mendengarkan perkataan Riku membuat Laki-laki iitu merasa gemas.
sejurus kemudian Riku mengusap pelan pucuk rambut Reina dengan pelan, membuat persatuan tatapan itu kembali saling menjembatani sebuah untaian cinta.
Penuh keberanian Riku mencium Reina tanpa takut akan dimusuhi gadis itu, ia akan menerima konsekuensinya. Perasaan yang terbubuhkan dalam ciuman singkat namun sangat berarti bagi Reina membuat gadis itu turut memejamkan kedua matanya.
Aneh namun nyata, mereka berlakon seakan sebagai sepasang kekasih namun nyatanya tidak ada kejelasan yang pasti. Pemuda itu pun melepas kecupan singkat yang membuat dirinya gemetar. Mengangkat pandangannya dan disambut oleh pejaman mata seorang Reina.
"g-gue mau pingsan Rei..."
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy My Boyfriend - Riku NCT WISH
Fiksi Remaja"ganteng gak gue?" Celetuk Riku kepada Reina, Sang gadis hanya menatap lekat dan berucap dengan santainya, "ganteng kok." Riku mengembangkan senyumannya, "udah pasti lah dari lahir juga" "Iya dari lahir, Rik." "Udah naksir belum?" Reina menaikkan sa...