Mimpi - Maaf

3 0 0
                                    

Beberapa menit aku hanya bisa menunduk dan meneteskan air mata. Entah apa yang dilakukan oleh anak kecil itu yang sedang duduk di sebelahku. Mungkin dia bingung atau mempertanyakan mengapa aku menangis, aku tidak tahu. Aku tidak berani mengangkat wajahku dan melihat ekspresinya. Beberapa saat aku menangis dan tiba-tiba aku dapat merasakan lambaian dan usapan yang lembut di punggungku.

Aku berhenti menangis, membuka mata dan mengangkat wajahku untuk melihat apa yang sedang terjadi. Aku memalingkan kepala ke arah kanan dan terlihat wajah Tanaka kecil itu yang terlihat khawatir dan bingung sambil mengusap lembut punggungku secara perlahan.

"Kakak kenapa nangis? Ada yang sakit? Sebelah mana yang sakit? Sini Tanaka obatin dulu."

Aku tertawa kecil mendengar responsnya. Aku pun langsung mengusap mataku yang mungkin sudah merah ini.

"Nggak apa-apa. Kakak nggak apa-apa, kok."

"Kakak bohong. Nggak mungkin kakak nangis kalau nggak ada yang sakit. Atau kakak mau cerita? Kata ayah sama ibu kalau nggak ada sakit fisik, mungkin sakitnya di sini."

Ia mengatakan hal tersebut sambil menunjuk bagian tengah dadanya. Aku tertawa kecil. Memang dulu ayah dan ibu selalu mengajarkanku sejak kecil bahwa apabila tidak ada luka fisik namun ada luka batin yang perlu diceritakan agar menjadi lebih lega. Aku menghela napas, tersenyum dan membelai lembut kepala Tanaka kecil ini.

"Baiklah, nak. Kakak akan cerita. Kau mau mendengarkan?"

"Tentu saja!"

Setelah itu aku pun menceritakan segala keluh kesah yang aku alami saat ini kepada anak kecil ini. Mulai dari perjalananku semenjak kecil memperjuangkan masuk Fakultas Kedokteran hingga kondisiku saat ini yang insecure dengan pencapaian-pencapaian teman-teman lain yang sebaya, namun aku tidak menceritakan fakta bahwa aku adalah dirinya yang sudah dewasa. Sekitar 10 menit aku bercerita. Ia hanya terdiam. Wajar saja karena topik ini cukup berat untuk dicerna anak berumur enam tahun ini.

"Maaf ya, nak, karena kakak tidak bisa memenuhi ekspektasimu."

Aku pun mengakhiri ceritaku dengan meminta maaf. Entah kenapa rasanya sediki lega walaupun masih ada rasa sakit. Meminta maaf kepada diriku di masa lalu entah mengapa rasanya berbeda. Ada rasa kecewa dan lega bercampur.

"Sebenernya Tanaka bingung, tapi kenapa kakak minta maaf ke Tanaka?"

Mataku melebar, terkejut dengan responsnya. Memang benar diriku tidak ada satu alasan pun untuk meminta maaf ke dia, terlebih Ia tidak tahu kalau dirinya adalah diriku saat kecil dulu.

"Kau benar, Tanaka-chan. Tapi entah kenapa kakak merasa bersalah dan ingin meminta maaf."

"Kalau gitu, menurut Tanaka akan lebih baik kalau kakak minta maaf ke diri kakak sendiri."

#30DWC

#30DWCJilid46

#Day14

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang