Terlihat terdapat seorang anak kecil yang sedang duduk di atas pasir dan Ia membuat istana pasir kecil dari ember. Dengan sekuat tenaga Ia memindahkan butiran-butiran pasir dengan tangannya ke dalam ember mainan. Setelah penuh, Ia merapihkannya dengan menggunakan sekop kecil dan kemudian membuat istana pasir dengan menumpahkan isi ember tersebut. Beberapa menit aku melihatnya dari belakang, entah kenapa anak ini pun terasa sangat familiar.
Tiba-tiba Ia berhenti dan memalingkan wajahnya ke arahku. Seketika aku terkejut saat melihatnya. Anak itu adalah diriku di masa lalu. Bentuk mukanya yang agak bulat serta rambut hitam yang tidak terlalu panjang dan bola mata berwarna biru gelap, persis dengan diriku saat dulu masih berumur enam tahun. Aku berhenti sesaat, merasakan jantung yang berdetak sangat kencang dan napas pun menjadi pendek.
Anak itu tiba-tiba berdiri dan berjalan perlahan ke arahku. Beberapa langkah kemudian Ia berhenti. Hanya ada keheningan di antara kami berdua sampai anak itu menunjuk ke arahku.
"Wah, bola mata kakak warnanya sama denganku!"
Mendengar suaranya yang cukup cempreng langsung membuat pikiranku yang asalnya semerawut menjadi normal kembali. Aku pun langsung menundukkan badan dan tersenyum ke arahnya.
"Siapa namamu, nak?"
"Tanaka Yamaguchi, enam tahun."
"Tanaka? Kakak panggil kau Tanaka-chan, boleh?"
"Tentu saja!"
Melihat senyumannya yang sangat lebar membuatku senang sekaligus bingung dan takut. Namanya sama persis denganku, Tanaka Yamaguchi. Tidak dapat disangkal bahwa anak ini adalah diriku yang masih berusia enam tahun. Akan tetapi, aku teringat kembali bahwa ini hanyalah mimpi. Memang mimpi bisa terjadi sangat acak, namun aku tidak menyangka bahwa aku akan bertemu dengan diriku yang masih kecil di mimpi ini.
Tiba-tiba, diriku yang masih kecil ini memegang lengan bajuku.
"Kak, bisa temani Tanaka duduk di sana? Tanaka kecapean habis main."
Ia menunjuk ke sebuah bangku taman yang tidak terletak jauh dari area bermain ini. Aku tersenyum dan memegang tangannya.
"Tentu saja."
Kami pun berjalan sambil menggenggam tangan satu sama lain. Terasa telapak tangannya yang sangat kecil dan lembut menggesek telapak tanganku. Sesampainya di bangku taman tersebut, kami pun langsung duduk bersebelahan. Kini kondisi taman sangatlah sepi namun hangat. Tidak ada siapapun di taman ini kecuali kami berdua. Angin yang berhembus masih lembut menyapu seluruh penjuru taman ini.
"Kakak umurnya berapa sekarang?"
Aku pun tersenyum kecil mendengar pertanyaannya.
"25 tahun."
"25? Waw, kakak sudah dewasa ya sekarang. Tanaka masih 6. Kerja itu susah nggak, kak? Tanaka jarang liat ayah sama ibu di rumah gara-gara duanya sering kerja di luar."
Aku tersenyum mendengar responsnya. Memang dulu ayah dan ibu jarang di rumah semenjak aku kecil karena mereka berdua sibuk bekerja, tapi entah kenapa dulu aku tidak terlalu mempermasalahkan itu.
"Ayah dan ibu jarang di rumah? Tanaka-chan nggak terganggu kah ayah dan ibu jarang di rumah?"
Ia menggeleng kepalanya.
"Nggak. Lagipula ayah sama ibu baik kok sama Tanaka. Tanaka juga biasanya sekolah dari pagi sampai siang, terus siang sampai sorenya les. Jadi pas Tanaka udah di rumah, nunggunya nggak terlalu lama."
Aku tersenyum dan membelai rambutnya.
"Baguslah, nak."
Beberapa saat kemudian hanya ada keheningan di antara kami berdua hingga akhirnya aku bertanya sesuatu yang entah kenapa selalu mengganjal di hati semenjak bertemu dengan diriku yang masih kecil ini tadi.
"Hei, nak. Kalau kau sudah besar nanti, kau mau jadi apa?"
#30DWC
#30DWCJilid46
#Day12
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pendek
Ficción GeneralKumpulan cerita pendek dari penulis yang terdiri atas satu hingga maksimal lima bagian. Cerita-cerita ini dikhususkan disimpan di bagian ini untuk membedakan genre yang biasa penulis tulis (Misteri, psikologi, thriller, detektif) dengan genre-genre...