⋆ 0.02,'That' day

973 148 1
                                    

kini Peter dan Lucy sudah duduk berhadapan. suasana di sana mendadak menjadi sunyi. Peter meminta pada Lucy untuk menceritakan semua kejadian pada hari ini.

"ponsel mu sulit dihubungi, jadi aku memutuskan untuk datang ke toko. aku takut terjadi sesuatu disana. tapi, saat sampai disana.. aku tiba-tiba saja diserang oleh anak buah Pal Choin." celetuk Lucy, memulai cerita.

gadis itu menunjuk kakinya yang terpasang perban, "karena saat itu aku masuk lewat pintu belakang, mereka curiga padaku. mereka langsung menyerang dengan pisau, lalu saat aku menghindar, pisau itu ternyata sudah merobek pahaku.."

Peter mengernyitkan keningnya bingung. kemudian laki-laki itu menghela nafas, "Memang ceroboh sih. Pintu depan ada, kenapa lewat belakang?" tanya Peter gemas.

gadis itu cengengesan. dia menggaruk tengkuknya, canggung. "begitu aku melewati asap-asap itu, mereka langsung menyerangku. aku sebenarnya panik, jadi aku lengah. saat menghindar, ternyata pisaunya tetap mengenaiku." ungkap Lucy cemberut.

"aku panik.. karena takut terjadi apa-apa denganmu, kakek. karena toko itu hancur, dan aku melihat banyak bercak darah. tapi.. aku terlalu panik hingga jadi gegabah dan lengah."

Peter mengangguk. "Ah, Begitu... Lalu bagaimana?"

Lucy mengalihkan pandangannya. "untungnya Pal Choin mengenaliku, kemudian segera meminta maaf padaku, dia juga memberikanku uang untuk pergi ke rumah sakit.." dia menjeda ucapannya.

iris nya redup. "ku pikir kau telah mati, karena itu aku tak pergi ke rumah sakit. dan hanya berjalan tanpa tahu arah. syukurlah kau masih hidup," gadis itu mengelap air matanya yang tiba-tiba saja turun melewati pipinya.

Peter tersenyum. tangannya terulur untuk mengusap rambut Lucy dengan lemah lembut. jiwa kakek tua nya senang, melihat Lucy bisa meluapkan emosinya dengan mudah. dia bahagia.

setelah 2 tahun tinggal berpisah, Peter tidak bisa melihat perkembangan emosi Lucy secara detail. tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. meski alasan dia melepas Lucy pun, karena ingin gadis kecilnya bisa hidup bebas.

benar.. 2 tahun mereka tinggal terpisah. Peter baru saja terpikirkan sesuatu, "Tunggu. Bagaimana bisa kau mengenal Pal Choin?"

Lucy nampak terdiam.

"Lucy."

"a-aku seorang Killer di Glory." cicit gadis itu, menunduk. dia seperti takut mengucapkan hal itu. tapi tentu saja, hal itu sangat mengejutkan bagi Peter. mungkin saja jantung Peter bisa terhenti mendengar satu kalimat itu.

"Apa?"

alis Peter tertekuk. "Bagaimana bisa kau menjadi Killer di Glory? Aku tidak pernah memasukkanmu ke panti asuhan kehormatan, sekalipun ke sekolahnyaー bagaimana ini bisa terjadi? Dan aku tidak tahu itu?" Peter membanjiri Lucy dengan berbagai pertanyaan.

Peter masih bisa mengendalikan pengucapan setiap kata. tapi raut wajahnya tidak bisa berbohong. ekspresinya seolah mengisyaratkan ketakutan, kemarahan, dan kekhawatiran.

Lucy meneguk ludahnya kasar. dia memberanikan diri untuk bersitatap langsung dengan iris merah Peter.

"aku hanya ingin balas dendam.. aku tidak mau kita menjadi musuh, aku tidak mau hubungan kita hancur karena aku ingin menghancurkan organisasi mu. jadi, aku diam-diam mendaftar ke sekolah kehormatan baru dan berhasil dipromosikan menjadi Killer disana."

"selagi kita tinggal terpisah.. aku jadi merasa lebih aman. dan.. karena kau masih bagian dari Glory, aku pun menyembunyikan identitas Killer ku, darimu.." cicit gadis itu pelan.

bagaimanapun, Peter 'tua' sebenarnya mereka dibohongi. Peter juga marah pada dirinya sendiri karena tidak tahu gadis kecilnya telah membahayakan nyawa, demi pembalasan dendam atas kematian Edmund.

Peter diam-diam mengepalkan tangannya kuat. "Sejak kapan kau resmi menjadi Killer?" tanya Peter baik-baik. dia berusaha untuk kembali tenang.

"aku masuk ke klub relawan dengan jalur nepotisme. karena ketahuan memukuli para berandal itu.. lalu aku dilaporkan ke guru-guru. dan kata pelatih klub relawan, aku sangat berbakat menjadi Killer."

"aku mengikuti kelas relawan selama beberapa bulan. lalu aku berhasil di promosikan menjadi Killer, karena menolong CEO Choi yang hampir saja dibunuh. mungkin.. 11 bulan yang lalu?? dan perlahan, aku naik level setelah menjalani berbagai misi." Lucy menjelaskan semuanya dengan jari telunjuknya.

katakan, Peter mana yang tidak gemas melihatnya? tangan laki-lakiー maksudnyaー 'kakek itu' sudah ada di pipi kiri Lucy. dia mencubitnya gemas, lalu terkekeh.

Lucy menekuk alisnya, sebal. namun, ekspresi wajahnya berubah lagi dalam sekejap. "maafkan aku. tapi, aku tidak bisa berhenti. aku sudah berhasil sejauh ini. aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini." lirihnya sembari menunduk.

Peter mengacak-acak rambut Lucy. "Tidak. Sekarang kita satu kubu. Mau menghancurkan Glory bersama-sama?" tawar Peter, alisnya naik turun. wajahnya benar-benar seperti.. pemuda 'tengil?

gadis itu sweatdrop melihatnya. "ah, iya juga. mereka hampir membunuhmu, ya? aku terlalu takut dimarahi sampai tidak terpikirkan itu.." katanya lalu menepuk dahinya sendiri.

Peter menyeringai kecil.

"Oh? Sebenarnya kakek tua ini sangat ingin memarahimu. Seingatku, aku tidak pernah mengajarimu untuk berbohong. Iya, kan? Hmm.. dulu itu, apa ya hukumannya jika Lucy susah makan~?" gumam Peter. dia sedang dalam mode 'kakek Peter'.

"h-hah! yang itu?!"

setelah berpikir beberapa saat. Peter menjentikkan jarinya. "Ohh, aku ingat. Hukumannya itu 1 kali cubit pipi. Nah, karena berbohongnya selama 2 tahun.. berarti, 20 kali cubit pipi?"

"nggak mau!"

Peter tetap mencubit pipi Lucy dengan gemas. laki-laki ini tertawa. "hentikaaann," Lucy memegang pergelangan tangan Peter. mencoba menghentikan kejahilan kakek tua ini.

Peter melihat ke jendela. diluar sana sudah gelap. rupanya sudah malam. jam juga sudah menunjukkan pukul 9 malam. ini sudah waktunya jam tidur Lucy. dia juga tidak berniat untuk tidur disini.

lagipula, alasan Peter membiarkan Lucy tinggal di sebuah apartment seperti ini adalah untuk kebebasan gadis itu. dia ingin Lucy bisa hidup selayaknya anak SMA biasa. meski, kenyataannya tidak seperti itu.

"Kalau begitu, sekarang kau istirahat saja. Lagipula aku harus menemui seseorang. Tidurlah yang nyenyak, dan bermimpi indah." pesan Peter setelah menyelimuti tubuh Lucy.

Peter mendekat, lalu mengecup singkat dahi Lucy. kemudian mengusap rambut gadis itu. melakukan hal yang biasa dilakukannya dulu sekali, sedari Lucy masih kecil.

itu sudah menjadi kebiasaan. bahkan sampai dua tahun yang lalu. Peter kerap kali memberi kecupan singkat, agar gadis kecilnya tidur nyenyak dan bermimpi indah.

Peter hanya tidak ingin Lucy mengalami mimpi buruk tentang masa lalu kelam yang menyakiti mental anak itu. setidaknya, dia melakukan ini untuk memberi sedikit ketenangan bagi Lucy.

tapi melihat sosok Peter sekarang, rasanya orang-orang akan salah paham jika melihat hal ini.

𔘓
[08.08.24]

𝗖𝗼𝗱𝗲 𝗡𝗮𝗺𝗲, 𝐋𝐔𝐂𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang