"Apa? Mama dan papa bercanda? Apa apaan ini!" Jeno mengernyit tak suka, menatap lelaki yang duduk di samping sang ibu.
Rose menghela nafas pelan, "Jeno dengarkan mama, kami minta maaf karena terlambat mengatakan ini. Mama dan papa sebenarnya tak ingin merahasiakan, tapi mama terlalu sedih untuk menceritakan ini."
Jeff menarik putra sulungnya untuk duduk di sampingnya, "Papa sudah bilang bukan kalau hidup memang berbahaya? Dan ini, kita kehilangan Jaemin selama belasan tahun--"
"Jadi sekarang dia akan tinggal dengan kita?" Sela Jeno cepat.
Tak bisa, Jeno tak terima, dia tak ingin punya saudara.
Rose dan Jeff saling bertukar pandang, sikap kasar dan keras kepala Jeno memang benar benar membuat susah.
Jaemin, lelaki yang mengenakan sweater hitam tersebut melirik handphone nya, menatap pesan yang baru masuk.
Deheman Jaemin menarik atensi, "Tante, om, maaf, bisa saya pergi?"
Rose menatap Jaemin lekat, "A-apa maksud kamu? Kamu anak mama, kamu harus tinggal disini--"
Jaemin menggeleng, mengusap tangan Rose yang hendak menyentuh pipinya, "Tak perlu, lagipula Jeno menolak. Saya akan tetap tinggal di rumah saya--"
"Jaemin, Jeno hanya perlu waktu. Biar papa yang bicara, ayo Jeno," Jeff menarik Jeno untuk bangun dan merangkulnya, mengajak lelaki itu menuju lantai 2 rumah mewah tersebut.
Rose mengusap pipi Jaemin, "Jaemin, mama harap kamu tak sakit hati dengan ucapan Jeno. Dia memang kasar dan sarkas, tak perlu di ambil hati."
"Kamu anak mama, kamu mau meninggalkan mama lagi? Setiap malam mama menangis karena teringat padamu, Jaemin ingin membuat mama menangis terus?"
Jaemin terdiam, menatap Rose yang kini nyaris menangis lagi, mengusap wajahnya dengan lembut seolah Jaemin barang berharga yang akan pecah.
"Jangan tinggalkan mama lagi ya? Mama tak bisa jauh lagi dari anak mama, jangan pergi lagi.."
Dan Jaemin--masih terdiam bingung, membiarkan Rose memeluknya dengan tangis yang lagi lagi pecah.
Mendekap erat putra yang telah ia cari selama belasan tahun lamanya.
"Jaemin, ini mama..ini mama..bukan tante, ini mama, Jaemin anak mama," Bisik Rose lirih.
Jaemin dengan ragu membalas pelukan Rose, "M-mama.."
Rose terkekeh di tengah tangisnya, mendekap Jaemin seerat yang ia bisa, "Iya, ini mama. Jaemin anak mama."
__________________________
"Yasudah, beri satu alasan pada papa kenapa kamu tak menerima Jaemin?"
"Aku tak suka punya saudara," Jawab Jeno cepat.
"Hanya itu? Mau bagaimanapun dia saudara kembar mu--"
"Aku tetap tak mau, aku bisa hidup 17 tahun tanpa orang yang papa bilang saudara kembar ku itu, aku tak masalah jika harus jauh lagi dengannya."
Jeff menghela nafas lelah, "Jeno, apa kamu tau? Sejak bayi hingga usia 15 tahun Jaemin tinggal di panti asuhan, kemudian dia keluar untuk bekerja dan akhirnya pergi tinggal sendiri dengan uang hasil tabungannya, bayangkan--"
"--apa kamu tega saudara kembar mu yang baru berusia 17 tahun harus bekerja lagi? Kamu tak kasihan?"
"Tidak, lagipula dia bisa, pergi saja bekerja di luar sana tak usah kesini--"
"JENO!"
Jeno terdiam kala bentakan terdengar menggelegar, menatap Jeff yang kini terlihat begitu marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent ; Na Jaemin
Teen Fiction"Aku tak akan pernah menerima mu, lebih baik kau mati!" "Kau--sungguh berkata seperti itu?" ____________________ Jeno tak pernah menyangka, 17 tahun hidup ia malah menerima fakta bahwa ia mempunyai kembaran. Bertolak belakang, amat berbeda dengannya!