"Ma aku akan berangkat dengan--"
"Shuut, tak boleh membantah perkataan orang tua, cepat cepat nanti kalian telat."
Jaemin masih terdiam, menatap ragu mobil Jeno di hadapannya. Sementara pemilik mobil berdecak kesal saat tak bisa menolak, Jeff bahkan sudah bersiap siap memindahkan semua barang Jaemin ke kamarnya saat dia akan langsung berangkat sendiri tadi.
"Pa--"
"Jaemin cepat masuk, nanti kalian telat," Sela Jeff, mendorong pelan Jaemin agar segera masuk dan segera menutup pintu mobil.
Di dalam mobil, Jaemin meneguk ludahnya kasar, melirik Jeno yang kini melajukan mobilnya dengan wajah datar, aahh suasana nya jelek sekali..
Jaemin mau menangis saja..
___________________________
Rose mengusap dagunya sok berpikir membuat Jeff terkekeh, ikut menatap pintu kamar Jeno dan Jaemin.
"Seharusnya kita tak mendengarkan Jeno, kenapa kita buat kamar mereka cuma kedap suara dari dalam saja tapi luarnya tidak? seharusnya seperti biasa saja agar kita bisa menguping."
Dan Jeff benar benar tergelak, kenapa baru terpikirkan setelah 7 tahun kamar ini di buat?
"Mas aku serius, kenapa tertawa? Kenapa harus kedap suara dari dalam saja? Kenapa juga Jeno terpikirkan seperti itu? astaga anak mu itu."
Kalau masalah begini saja anak Jef..
"Itu karena dia terlalu banyak menonton film pembunuhan dan film kriminal, siapa yang--"
"Benar, itu karena dia menonton dengan mu!" Sela Rose cepat.
..Jeff mengalah saja, padahal jelas jelas Rose yang selalu menonton film soal mafia, wanita itu bahkan berkata--
"Seharusnya kita mafia, itu keren!!"
Apa yang di maksud keren itu kerena mati tertembak belasan peluru?
Persaingain bisnis saja Jeff sudah menyerah dan bahkan pernah kehilangan satu putranya, apalagi jadi mafia?!
__________________________
"Turun," Titah Jeno datar.
Jaemin mengerjap, melirik halte yang lumayan jauh dari sekolahnya, dia di turunkan disini?!
"Kau tuli? Ku bilang turun!"
Helaan nafas kasar Jaemin terdengar sebelum lelaki itu benar benar turun, membiarkan rintik gerimis hujan membasahinya, lantas mobil Jeno melaju pergi begitu saja.
"Haah, lebih baik berangkat dengan Jungwon kalau tau begini," Gumam Jaemin seraya membuka tas nya, sedetik kemudian ia melotot kala tak menemukan hp nya.
"Hp ku--astaga jangan bilang tertinggal?!"
"Jaemin, kenapa kau bodoh sekali sih?! Dasar ceroboh!" Jaemin menggigit bibir bawahnya kalut, menatap rintik hujan yang tampaknya semakin deras.
"Aahh, habislah.."
Jaemin berpikir sesaat, lebih baik dia menerobos saja hujan ini, kan? Disini juga sepi..
"Baiklah ayo pergi saja--"
BRUKK
Dughh
"Akhh--" Nafas Jaemin tercekat, memegang kepalanya yang baru saja terantuk tempat duduk kala ia terpeset hingga jatuh.
"Aish Jung Jeno! Kau menyebalkan," Gumam Jaemin lirih, bangun dengan susah payah karena kepalanya mulai terasa pusing. Ia memilih mendudukkan diri di bangku halte, memijit pelipisnya dengan hati hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent ; Na Jaemin
Teen Fiction"Aku tak akan pernah menerima mu, lebih baik kau mati!" "Kau--sungguh berkata seperti itu?" ____________________ Jeno tak pernah menyangka, 17 tahun hidup ia malah menerima fakta bahwa ia mempunyai kembaran. Bertolak belakang, amat berbeda dengannya!