6. Hitam

1.5K 321 80
                                    

"Jaemin?"

Jaemin mengerjap, menatap Rose yang dengan khawatir menggenggam tangannya yang bebas dari infus. Lantas pandangannya beralih pada Jeff yang berdiri di samping Rose, tatapan nya tak kalah khawatir dari wanita itu.

"Dimana yang sakit? Mau mama panggilkan dokter?"

"Tidak," Jawab Jaemin pelan.

Jeno yang duduk di sofa memutar kedua bola matanya malas, tiba tiba saja Jaemin masuk rumah sakit karena di keroyok, apa apaan, mengganggu waktu saja.

Lagipula keadaan Jaemin baik baik saja tuh? Tak perlu operasi atau apapun, kenapa harus menyeretnya kesini sih?!

"Ya ampun sayang, lain kali kalau pergi harus bawa bodyguard--"

"Tak perlu, ini tak akan terulang lagi, ma," Sela Jaemin lembut. Beranjak duduk di bantu Jeff.

Rose mengusap rambut Jaemin lembut, "Lagipula siapa sih yang menyerang mu itu? Akan mama pastikan mereka mendapat balasannya."

"Chenle bilang itu anak sekolahan, jangan bilang dulu kau berandalan dan punya banyak musuh hingga di serang seperti tadi?" Jeno membuka suara, berdecih sinis pada Jaemin yang kini menatapnya.

Jaemin terdiam, memang benar sih itu anak anak sekolahnya dulu..

Tapi--ini sering terjadi kok, baik dari saingan olimpiade hingga berandalan berandalan yang memaksanya mengerjakan tugas mereka.

"Jeno, jangan bicara seperti itu, Jaemin baru saja sadar lho," Tegur Rose lembut.

"Sini, kamu tak mau melihat keadaan Jaemin juga?" Sambung Rose lagi.

Jeno bedecak pelan, "Dia baik baik saja, apanya yang harus di lihat?"

Jaemin mengusap tangan Rose yang akan kembali bersuara, menggeleng pada wanita tersebut yang kini menoleh padanya. Lagipula hubungan nya dan Jeno tak sebaik itu sampai Jeno harus mengkhawatirkan nya.

"Sebentar, papa keluar sebentar ya," Jeff berlalu pergi keluar kala rekan bisnis nya menghubungi nya, meninggalkan ketiga nya yang kini sama sama terdiam.

"Ma aku harus pergi, ada tugas kelompok--"

"Tunggu, ada yang harus mama bicarakan pada papa, sebentar saja," Sela Rose cepat, segera ikut keluar dengan tergesa.

Jaemin melirik Jeno yang untuk kesekian kalinya berdecak kesal.

"Lain kali hati hati, jika kepala mu di pukuli dan kau buta, itu akan semakin menyusahkan," Ucap Jeno sinis.

Jaemin memilih tak menjawab, jelas tau perkataan seperti ini muncul karena hubungan mereka yang tak baik. Tapi--ucapan Jeno sedikit mengacaukan nya..

____________________________

"Mas aku tak yakin, sebulan pasti kurang untuk mendekat kan mereka. Aku ingin bersama dengan kedua putra ku mas, aku tak ingin mereka jauh," Ucap Rose lirih.

Jeff menghela nafas kasar, mengusap punggung istrinya berusaha menenangkan, "Kita percaya saja, lagipula--Jaemin benar. Jika kita terlalu memaksa seperti ini terus, hubungan mereka bisa saja semakin buruk."

Apa apaan ini, selama ini Rose terus berharap bisa menemukan putranya yang hilang, namun setelah di temukan--semua masih saja kacau. Dan bahkan sebulan kemudian dia harus melepaskan Jaemin ke New York?!

Kenapa tinggal serumah dengan keluarga kecilnya ini sangat sulit?!

Ini tak adil, tak adil bagi Rose yang telah memimpikan keluarga lengkap mereka selama belasan tahun..

___________________________

Jaemin duduk tenang di atas ranjang rumah sakit, membaca novel horor yang di bawakan Rose, sungguh perpaduan yang buruk, bagaimana bisa ia membaca novel horor di rumah sakit yang kebanyakan menjadi latar belakang genre tersebut?

Cklekk

"Eh?" Jaemin mengerjap, menatap beberapa orang yang masuk, dan--juga orang yang tadi menolong nya..

"Jaemin, mereka datang untuk menjenguk kamu," ucap Rose dengan senyum nya.

Jaemin tersenyum canggung, dia tak kenal siapapun..

"Yasudah, tante keluar dulu ya, masih ada yang harus tante urus dengan om Jeff, sebentar," Rose segera berlalu keluar dan menutup pintu.

Chenle menatap Jaemin lantas menarik senyum, "Haii, aku Chenle, nama mu Jaemin, kan?"

Jaemin mengangguk, pandangannya beralih pada yang lainnya, siapa?!

"Oh, ini Mark dan Renjun, lalu--ini Leo, adik ku."

Anak kecil yang mungkin saja berusia 7 tahun itu tersenyum lebar pada Jaemin, "Haloo, kakak baik baik saja?"

"A-ah iya, kakak baik baik saja. Duduk lah, kalian tak lelah berdiri?"

Mereka segera duduk, Renjun dan Mark sudah mendengar cerita dari Chenle, jadi mereka datang untung menjenguk Jaemin, sudah menghubungi Jeno namun tak di angkat, entah kemana pergi nya anak itu.

"Apa luka nya parah?" Tanya Chenle, teringat bagaimana balok kayu yang seharusnya mengenai Chenle itu malah berakhir ke kepala Jaemin.

"Tidak, tak ada luka parah, semua baik baik saja," Jawab Jaemin dengan senyum.

"Tapi--kenapa kepala kakak di perban kalau baik baik saja?" Leo bertanya bingung, menatap perban yang melilit di dahi Jaemin.

Selain hantaman balok, Jaemin sudah lebih dulu mendapat pukulan pukulan lian dari mereka sebelum Chenle datang.

"Ah, pasti lukanya parah ya?"

Jaemin kelabakan melihat raut bersalah Chenle, "Tidak, ini--luka yang ku dapat sebelum kau datang. Terimakasih sudah mau menolong ku, kau jadi hampir terluka padahal kita tak kenal."

Mark menatap Jaemin lekat, bagaimana bisa Jeno tak mau menerima Jaemin? Senyum teduh dan tatapan Jaemin saja benar benar membuat orang lain tenang, Jeno memang aneh..

__________________________

"Oh, tampaknya Jaemin bisa berhubungan baik dengan teman teman Jeno, apa kita minta bantuan mereka ya?" Bisik Rose yang memang menguping di dekat pintu.

Jeff bersandar pada dinding seraya bersedekap dada, "Sebentar, aku sedang berusaha memikirkan solusi untuk masalah tingkat sulit ini."

Rose mendengus, "Apa kita kurung saja Jeno dan Jaemin dalam satu ruangan?"

"..ide apa itu?"

Cengiran Jeff dapatkan dari sang istri, "Ide asal asalan. Ah mas aku tak mau tau, mereka harus bisa berbaikan! Aku tak mau jauh dari Jeno atau Jaemin."

"Begini saja--"

"Ma, pa?"

Keduanya menoleh, menemukan Jeno dan dua temannya berdiri tak jauh dari mereka, tampaknya hendak masuk ke ruang rawat Jaemin.

"Oh, Jeno? Teman mu yang lain sudah di dalam, masuk saja, mama dan papa harus pergi, sampai jumpaa," Rose segera menarik sang suami untuk pergi.

Tak tau, biarkan saja putra putra mereka itu.

Jisung jelas tampak khawatir, menepuk pelan bahu Jeno yang masih terdiam, "Ayo, kenapa malah diam? Yang lain menunggu kita."

___________________________

"Kakak suka warna biruu?"

Jaemin tersenyum pada Leo yang kini berdiri di sampingnya, ia memilih mengangguk, "Iya, suka."

"Warna apa yang paling kakak suka?"

"Hitam," Jawab Jaemin tanpa perlu pikir panjang.

"Kenapa?" Tanya Leo penasaran.

Jaemin terkekeh gemas, "Tak ada alasan."

Karena nyatanya--Jaemin bahkan tak mengenal warna lain..

aku up senggg

nungguin yaa?

see u di next chap, lop u all

jangan lupa vote dan komen💚💚

komen yg banyak ya sengggg

hehe maap telat, lagi sok sibuk. maklumin kalau typo, ga sempat cek ulang.

pye pyeee

Iridescent ; Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang