Jaemin sibuk di dapur untuk membuat makan malam, sementara Jeno hanya duduk di kursi pantry, karena kedua orang tua mereka baru saja melakukan panggilan video.
"Jen, kau tak masalah jika aku membuat soup tahu, kan?" tanya Jaemin memecah keheningan, mencari topik untuk berbicara dengan kembarannya itu.
Jeno menggeleng tanpa mengalihkan pandangan dari hp, sebelah tangannya lagi sibuk menyuap pudding buatan Jaemin.
"Kau kenal Eric?"
Tanya Jeno tiba tiba dengan pandangan serius.
Jaemin mengangguk, "dua orang tadi termasuk teman dekat Eric."
"Hubungan mu dengan Eric baik?" ini jelas pertanyaan bodoh setelah melihat kejadian tadi.
"Bagaimana mungkin? itu mustahil," Jaemin kembali teringat bagaimana lelaki itu selalu menatap nya dengan pandangan tajam dan tak suka.
Terakhir kali Jaemin di kurung di gudang setelah di pukul habis habisan agar tak bisa mengikuti olimpiade hingga berakhir Eric yang menggantikan nya.
"Kau pernah di pukuli mereka?"
Jaemin terdiam sesaat, tetap menunduk seolah fokus menata cookies ke toples "hal seperti itu wajar karena kita masih remaja--"
"Baiklah, kau pernah di pukuli, berapa kali? sering?" Jeno memilih mengambil kesimpulan sendiri.
Jaemin terkekeh, mengangkat pandangan dengan tatapan jahil, "kau mengkhawatirkan ku, ya?"
Jeno melotot lantas berdecih, "jangan berharap. Eric musuh ku, jika kau pernah di pukuli oleh nya, aku akan memanfaatkan itu untuk memukul nya balik."
Tak mungkin Jeno khawatir, tolong ingatkan Jeno bahwa ia tak suka punya saudara, apalagi yang lemah seperti Jaemin.
_______________________
"Ah, aku merindukan Jeno dan Jaemin, kapan kita bisa kembali? apa mereka sudah dekat? apa Jeno sudah bisa menerima Jaemin?"
Jeff terkekeh, "bagaimana kalau kita kembali minggu depan?"
"Tak jadi ke Swiss? aku tak yakin mereka bisa dekat dalam waktu sesingkat itu."
"Kita juga harus mendekatkan diri dengan Jaemin, dia masih terlihat sungkan dengan kita, aahh putra putra ku yang manis, mama merindukan kalian."
"Mas, bukan kah putra kita hebat? dia tumbuh pintar dan kuat, bahkan bisa hidup mandiri, tapi mulai sekarang, aku ingin dia bergantung pada kita dan tak menanggung semua sendirian, aku ingin dia merasa bahagia dan bisa hidup selayak nya remaja biasa,bermain bersama teman teman nya tanpa harus memikirkan hal hal berat, aku berharap dia punya keluarga sebagai tempat pulang yang nyaman, apa kita bisa menjadi keluarga yang baik untuk nya?"
Rose ragu, takut Jaemin masih kehilangan arah dan berpikir tak punya tempat pulang, sorot mata putra bungsu nya terlihat tak tenang dan penuh kekhawatiran.
Jeff mengusap pipi sang istri, menarik senyum untuk menenangkan wanita tersebut yang tampak sangat cemas, "bisa, Jaemin hanya butuh waktu untuk membiasakan diri dan nyaman dengan kita, pasti akan ada saat dimana ia akan memeluk kita tanpa ragu, masa dimana dia akan menjadikan kita satu satu nya tempat pulang yang paling ia andalkan."
"Kita hanya terlambat, bukan nya tak punya kesempatan."
Rose tampak berpikir sebelum kemudian menjentikkan jari nya. "oh, saat kembali nanti, aku akan mengajak nya berbelanja dan meminta nya memilihkan gaun yang bagus, itu pendekatan yang alami, bukan?"
Benar, Rose jadi tak sabar memraktekkan adegan adegan yang biasa ia lihat di drama drama itu.
________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent ; Na Jaemin
Teen Fiction"Aku tak akan pernah menerima mu, lebih baik kau mati!" "Kau--sungguh berkata seperti itu?" ____________________ Jeno tak pernah menyangka, 17 tahun hidup ia malah menerima fakta bahwa ia mempunyai kembaran. Bertolak belakang, amat berbeda dengannya!