Terakhir kali

24 5 0
                                    

Meskipun pelajaran Bahasa Indonesia dimulai lima menit lagi, tetapi belum ada tanda-tanda murid-murid masuk ke kelas. Sebagian besar masih berada di luar entah menghabiskan sisa makanannya atau mengobrol, sebagian lagi masih bermain bola di lapangan.

Sabrina terlihat di duduk di bangkunya, sedang memasang headset di telinga. Mungkin mendengarkan lagu, atau entah apa. Sementara Nandira memilih untuk berada di luar kelas bersama yang lain. Intan sedang melakukan stand up comedy bersama orang-orang berkerumun mengelilinginya. Seperti biasa, di akhir gadis itu bercerita selalu saja ada hal yang sangat lucu hingga semua orang tertawa. Dira ikut menikmati riuh suasana ramai itu sambil sesekali melihat sekeliling. Lalu, dari sudut matanya ia mengenali sosok itu. Seseorang yang Sabrina cari berhari-hari.

Dira meninggalkan kerumunan, berlari sekencang mungkin untuk masuk ke kelas. Ia masih terengah-engah saat sampai di hadapan Sabrina yang sudah melepas headset-nya.

"Ada Sindhu, buruan," ucap Dira dengan nafas yang tidak beraturan.

"Cepetan Sab, sekarang. Keburu nggak ketemu lagi." ulang Dira.

Sabrina dengan cepat meraih tasnya, mengaduk-aduk isi tas itu dan menemukan kotak biru tua yang hampir kumal itu. Kotak itu ia bawa setiap hari dari ulang tahun Sindhu seminggu yang lalu.

Gadis itu berlari mengikuti arah Dira yang memandunya secepat kilat. Lalu saat Sabrina melihat Sindhu, hatinya tidak bisa tidak berdebar saat itu juga. Nafasnya ia atur sebaik mungkin saat melihat punggung itu. Sosok laki-laki dengan tas selempang hitam masih ada di sana, berdiri membelakanginya. Sabrina yakin Sindhu belum melihatnya sama sekali.

"Sindhu." panggilnya.

Lelaki itu memutar tubuhnya dan melihatnya dengan raut wajah yang cukup terkejut.

"Hai." Sindhu menautkan tangannya pada tas hitamnya, tampak tidak siap saat sapaan itu terdengar.

"Hai." balas Sabrina.

Untuk sepersekian detik mereka hanya saling menatap dalam diam. Mata Sabrina sedikit berkaca. Kupu-kupu berterbangan itu kembali memenuhi ruang di dadanya. Setelah lebih dari seminggu ia menunggu untuk bertemu Sindhu, akhirnya hari itu ia bisa melihatnya lagi

"Ini.. kado buat kamu." Sabrina memberikan kotak itu dengan hati-hati.

Sindhu tersenyum, raut bahagianya sedikit terpancar di wajah itu.

"Selamat ulang tahun." ucap Sabrina lagi.

Sindhu menerima kotak itu, masih dengan senyum di wajahnya. "Apa ini?"

"Bukanya nanti aja."

"Oke, makasih ya Sab. Aku nggak nyangka bakal dapat kado lagi tahun ini." ucap Sindhu lagi.

Sabrina menahan kakinya agar tidak jatuh saat itu juga. Satu tangannya meremas rok abu-abunya untuk mengatasi rasa gugupnya yang menggila. Jangankan tahun ini, ia tidak keberatan untuk menyiapkan kado-kado lain di tahun-tahun berikutnya.

"Tapi---Sab."

"Ini yang yang terakhir ya?" ucap Sindhu. Wajahnya berubah serius. Tidak ada senyum, tidak ada tawa seperti tadi.

Dahi Sabrina mengernyit, tidak terlalu paham yang Sindhu maksud.

"Lain kali... nggak perlu kasih aku kado lagi." ucap Sindhu lagi.

"Tapi...." Kalimat Sabrina terputus. Gadis itu bahkan tidak sempat mempertanyakan alasan Sindhu untuk melarangnya memberinya kado lagi.

"Sabrina..." Sindhu seperti ingin menjelaskan sesuatu, tapi urung. Lelaki itu kini justru menunduk tanpa sedikitpun berani menatap matanya.

Ruang Nostalgi(l)a Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang