Tangis Tiffany pecah melihat anaknya pulang dalam keadaan babak belur, hatinya sangat hancur melihat luka dan darah yang ada di wajah anaknya. Sebenarnya ini bukan pertama kali Jeno pulang dalam keadaan seperti ini tapi sudah cukup sering, setiap kali Tiffany menanyakannya Jeno hanya menjawab kalau dia jatuh atau di palak preman ujung jalan.
Tiffany sebagai seorang ibu tahu kalau anaknya ini berbohong, tidak mungkin kalau jatuh sampai babak belur seperti itu dan sejak kapan di kawasan rumahnya ada preman? Setiap Tiffany mau ke sekolah pasti Jeno selalu melarangnya dan mengatakan kalau dia baik-baik saja.
"Sudahlah Bu jangan menangis aku cuma terluka sedikit, wajar kalau pria berkelahi." Ucap Jeno mencoba untuk menenangkan ibunya yang menangis bahkan Tiffany tidak bisa mengatakan apapun karena isakan nya.
Sedangkan Jaehyun hanya bisa berdiri di depan pintu, Jaehyun yakin kalau Jeno bukan berkelahi tapi di keroyok, pasti lebih dari dua orang yang mengeroyoknya di lihat dari luka Jeno yang cukup parah. Jaehyun merasa iba melihat Tiffany menangis sampai tubuhnya lemas dan berakhir tidak sadarkan diri, pasti wanita itu sangat mengkhawatirkan anaknya.
Setelah mengangkat tubuh ibunya ke kamar Jeno langsung masuk ke kamarnya dan melirik Jaehyun yang sedang berbaring di tempat tidur, dia belum tahu kalau Jaehyun sudah bisa berdiri.
"Kau sudah makan?" Tanya Jeno sambil melepaskan kemeja sekolahnya, dia melepas sambil meringis sakit.
Mata Jaehyun terbelalak melihat luka memar membiru memenuhi tubuh Jeno, semalam terakhir kali dia lihat tubuh anak itu masih mulus-mulus saja.
"Kau bukan berkelahi kan? Tapi kau di keroyok," ucap Jaehyun tiba-tiba.
"Jangan sok tahu," jawab Jeno cepat padahal kenyataannya seperti itu, dia sedikit heran kenapa Jaehyun bisa mengetahuinya.
"Kau tidak bisa membohongiku masalah seperti ini, aku sudah banyak mengeroyok orang."
"Kau preman?"
"Aku mafia," jawab Jaehyun santai yang buat Jeno langsung berbalik kearahnya.
"Sialan, seharusnya aku bisa menebaknya dari awal!"
"Kau terkejut? Menyesal telah menolongku?"
"Tidak, kau hanya mafia payah dan lemah." Sindir Jeno.
"Sialan," umpat Jaehyun. "Berhenti membuat ibumu menangis seperti itu, kau tidak kasihan?"
"Kau tidak tahu apa-apa jadi tutup mulutmu."
"Katakan siapa yang mengeroyok mu, aku akan buat orang itu bertekuk lutut di bawah kakimu."
Jeno berdecak mendengarnya, "bagaimana caranya? Berdiri saja kau tidak bisa, cepatlah sembuh dan keluar dari rumahku."
"Tunggu," Jaehyun langsung menahan Jeno yang mau keluar dari kamar. "Pinjam ponsel mu ada seseorang yang mau aku hubungi."
"Lihat, bukankah kau tidak punya keluarga?"
"Ya memang."
"Lalu siapa yang mau kau hubungi? Teman-teman mafia mu?"
"Sialan sudah berikan saja, kau mau aku cepat keluar bukan?"
Jeno langsung mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celana, "bisa tidak? Layar ponselku rusak."
"Sialan aku tidak bisa melihat apa-apa, kenapa tidak di buang saja?"
"Bacot!" Jeno langsung merebut kembali ponselnya dari tangan Jaehyun. "Sebutkan nomer yang mau kau hubungi."
Jaehyun pun menyebut satu-satu nomer yang mau dia hubungi, semoga saja anak itu masih setia kepadanya. Begitu panggilannya terhubung Jeno langsung memberikan ponselnya pada Jaehyun lalu dia keluar dari kamarnya.
"Halo?" Ucap Jaehyun.
"Astaga Hyung kau dimana hah?! Kau masih hidup?!"
Jaehyun langsung menjauhkan ponsel Jeno dari telinganya begitu anak itu teriak dengan nyaring, bahkan Jaehyun baru mengucapkan halo tapi dia sudah mengenalinya.
"Kau dimana?"
"Aku lagi di apartemen, kau dimana? Aku senang kau masih hidup Hyung, kau tahu si keling itu tiba-tiba berkuasa setelah kau di kabarkan mati. Kembalilah aku sudah sangat muak dengannya, dia memperlakukan yang lain seperti sampah bahkan hampir setiap hari dia menyuruhku untuk mengulum penisnya yang hitam dan bau. Dia pikir aku pelacur apa?! Dia banyak uang kenapa tidak menyewa pelacur lalu terkena penyakit dan mati—
"Hei tenanglah jangan mengoceh terus, aku mau minta bantuan."
"Kau kembali dulu baru aku mau membantumu."
"Sialan saat ini aku tidak bisa, terlalu bahaya kalau aku kembali. Orang-orang Mingyu bisa langsung membunuhku kalau melihatku, kau tahu bukan anak buahku semuanya mengkhianati ku."
"Lalu kapan kau kembali? Aku sudah benar-benar sangat muak."
"Tenanglah aku pasti kembali tapi tidak sekarang, sekarang kau bantu aku."
"Bantu apa? Kau tidak menyuruhku mengulum penismu juga kan?"
"Sialan aku bukan Mingyu! Kau masih sekolah bukan?"
"Ya, kenapa? Tidak biasanya Hyung menanyakan tentang sekolah, kau mau sekolah lagi? Usiamu sudah terlalu tua Hyung, kau tidak akan bisa di terima di sekolah—
"Bisakah kau diam?! Jawab seperlunya saja jangan melantur kemana-mana!" Sungut Jaehyun yang sudah mulai kesal.
"Baiklah, maaf."
"Besok kau pindah sekolah."
"Apa?! Hyung mana bisa seperti itu, itu terlalu tiba-tiba."
"Jadi kau tidak bisa? Kau tidak mau menolong ku?"
Terdengar anak itu menghela nafasnya, Jaehyun tersenyum menang karena anak itu tidak pernah bisa mengabaikannya.
"Baiklah, apa yang harus aku lakukan setalah pindah sekolah?"
"Aku mau kau melindungi seseorang."
"Woahh.. Hyung kau punya kekasih? Jangan-jangan kau tinggal dengan kekasihmu ya? Dia mengajar di sana?"
"Bukan bodoh! Dia seusia denganmu dan dia juga yang telah menolongku, kalau tidak ada dia aku sudah mati."
"Baik juga ya dia, apa dia malaikat? Aku mau bertemu dengannya dan mengucapkan terimakasih telah menolong mu, kau tahu? Hyung sangat berarti dalam hidupku."
"Iya-iya sudah lah jangan curhat, nanti aku kirimkan semua data anak itu dan nama sekolahnya. Kau bisa kan?"
"Kau meremehkan ku Hyung? Kau tidak tahu siapa yang sedang kau ajak bicara?"
"Percaya diri sekali bocah ini, dan ingat jangan beritahu siapapun kalau aku menghubungi mu, oke?"
"Siap Hyung!"
"Ya sudah, terimakasih Soobin."
"Sama-sama Hyung, aku akan membantumu semampu ku, aku tidak akan mengecewakan mu Hyung!"
"Iya-iya."
Jaehyun pun mengakhiri panggilannya, semoga saja Soobin bisa bantu Jeno di sekolahnya nanti, setidaknya dia berusaha untuk membalas jasa Jeno dan ibunya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bullying [Jaehyun x Jeno]
Fiksi RemajaJeno sering mendapatkan tindakan kekerasan di sekolahnya karena hanya dia dapat bantuan dari sekolah tapi guru dan pihak sekolah seakan menutup mata mereka sampai pada akhirnya Jeno tidak sengaja menolong seorang mafia dari kematiannya yang perlahan...