Membatik dan Majalah Kampus

11 1 0
                                    

"Sore, Kakak Cantik!"

Suara Adit terdengar dari ponsel Jelita yang baru saja pulang dari kampus. Lelah, ia butuh kopi. Entah bagaimana caranya Adit tahu dan mengirimkan kopi untuknya.

"Kamu tahu dari mana sih, aku beneran butuh ngopi nih sekarang?"

Wanita itu merebahkan diri di sofa kayunya, menatap jendela sambil menyeruput es kopi dari Adit.

"Pengin beliin aja, Kak."

Lirikan mata Jelita sampai di layar ponselnya, terlihat Adit mengenakan hoodienya. Diusap wajahnya, seperti orang lelah.

"Pasti ada maunya deh. Ayo coba cerita."

"Apa sih, Kak? Gak kok!"

"Adit," kali ini Jelita menyempitkan matanya, nada bicaranya pun lebih tegas.

Pria itu memposisikan ponselnya pada sebuah tempat agar dapat berdiri tegak, kemudian ia berjalan ke sana-kemari sambil bercerita panjang lebar perihal satu wanita yang ia taksir saat ini. Namun, ia tak kunjung mendapatkan nyali untuk menyatakan perasaannya.

Sampai minuman Jelita habis, Adit belum selesai bercerita. Jelita mendengarkannya sambil menanak nasi, takut jika Bapaknya pulang dalam keadaan lapar.

"Kak, aku capek."

Jelita tertawa kecil. "Ya uwes(ya udah), mau dilanjutin besok aja atau gimana?"

Dari layar, Jelita lihat Adit mengangguk. Pria itu kemudian menutup panggilan video.

Sepi ...

Sunyi ...

Mungkin ini rasanya sebagai anak tunggal. Kalau tidak ada bapaknya, mungkin Jelita sendirian. Jelita tahu, suatu saat nanti akan tiba saatnya ia sendirian.

Rumah sederhana itu harus diurus berdua, jadi mereka membagi tugas. Jelita terbiasa mencuci pakaiannya sendiri, lalu dijemur. Beralih pada sapu-menyapu dan mengepel. Yang paling penting dari semua adalah menyiram tanaman, kesayangan sang ayah, tapi juga tanggung jawab Jelita.

Tanaman-tanaman ini adalah sumber bahagia sejak dulu, sekarang hanya sebagai pengingat saja.

Lelah? Sudah pasti. Tapi Jelita tahu, yang ia butuhkan hanya duduk di sofa dan menonton sinetron lokal kesukaannya.

Drrrtt!

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan datang dari pesan WhatsApp. Jelita lupa, ia pernah menyimpan nomor seseorang dengan nama, Aryasena(Kelas Sabtu).

Bola mata Jelita membesar, bibirnya masuk ke dalam ketika membaca nama tersebut. Kemudian, dengan perlahan ia buka kata sandi ponselnya. Niatnya ingin segera menjawab, tapi keraguan datang.

Kenapa dia daftar workshop lagi?

Yah, pikiran buruk itu datang. Namun, sebagai pemilik bisnis yang mengusahakan pelayanan maksimal bagi pelanggannya, Jelita menjawab dengan ramah.

[PERSONAL CHAT]

Aryasena(Kelas Sabtu)

Gak perlu bawa apapun kan?

Bawa diri aja Mas

Lihat, betapa ramahnya pemilik Membatik ini.

Jelita tidak tahan bercerita dengan sahabatnya. Indri pun berpikir jika Arya begitu niat mengikuti workshop. Jika dihitung, maka Arya akan mengikuti workshop Membatik sebanyak dua kali. Sebuah momen yang amat teramat jarang bagi peserta workshop Membatik.

AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang