Hal Terpenting

18 1 0
                                    

"Lihat apa, Ar?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lihat apa, Ar?"

Rapat Eagle Magazine selesai dilaksanakan. Affan sebagai project manager alias pemimpin redaksi masih ada di sana, pun Bram sebagai treasurer atau bendahara ada di dekat Arya dan bertanya-tanya mengapa adik tingkatnya itu terus memandang jendela.

"Jelita," Arya menjawab begitu singkatnya.

Sehingga Bram bertanya lagi, "Jelita kenapa?"

"Jalan, sama Adit."

Memahami seseorang membutuhkan proses yang lama, tapi dengan keinginan yang kuat waktu itu bisa dipersingkat dengan mudah. Arya tahu betapa dekatnya Jelita dengan Adit. Arya pun tahu keduanya sering jalan bersama.

Tapi yang namanya hati tidak dapat dibohongi. Setitik penasaran timbul di dalam raganya, meluas, dan mengarah pada perasaan lainnya. Mungkin cemburu, mungkin juga iri.

Namun bagaimana pun juga, Arya bersyukur. Adit bukan hanya seorang adik tingkat bagi Jelita, tapi juga teman berbagi cerita. Di saat Arya menyadari hal itu, ia tahu Jelita membutuhkan Adit. Rasa sayangnya pada wanita manis itu membuatnya pasrah jika Adit meraih tangan Jelita, memeluk wanita itu erat-erat, sampai disangka menjalin cinta dengannya. Arya membiarkan Jelita dan kebahagiaannya.

"Sekar."

Demi pengalihan isu, Arya panggil sekretaris Eagle Magazine itu. Wanita berambut hitam pekat, kulitnya sawo matang, dan suaranya begitu lembut.

"Dalem(Iya), Mas Arya. Kenapa?" balas Sekar dengan tutur katanya yang halus. Saking halusnya, Arya sungkan bertindak kasar padanya.

"Proposal pengajuan dana ke kampus sudah dikirim?"

Sekar mengangguk pelan, entah mengapa ia begitu khawatir menjawab Arya. "Sudah, Mas. Ada yang salah ya?"

"Nggak. Gak ada."

"Arya cuman mastiin, Kar. Gak perlu tegang gitu," ucap Bram sambil menyenggol tubuh wanita itu.

"O-oh ... iya, Mas."

Kening Arya berkerut. Ia tidak pernah bisa memahami Sekar. Berbeda dengan Affan, Bram, Adit, juga anggota Eagle Magazine lainnya yang lebih mudah dimengerti.

"Jadi, tinggal nunggu persetujuan kampus ya?" tanya Bram pada Affan.

"Iya." Sama dengan Arya, Affan pun bukan manusia dengan segudang kata.

"Semoga kalau rinciannya jelas, penjelasannya juga jelas, kampus mau ngasih lebih deh buat majalah kita selanjutnya. Ini terakhir kali gua aktif di Eagle Magazine," keluh Bram.

Sebagai yang paling tua semesternya, Bram sedang mengerjakan proposal skripsinya. Sebentar lagi ia akan mengerjakan skripsi secara penuh dalam satu semester, maka ini adalah saat-saat terakhir dirinya berada di Eagle Magazine sebagai anggota aktif.

"Thanks, Ar. Saran lo keren," puji Affan.

Arya menggeleng pelan. "Bukan gua."

"Jelita yang kasih usul."

AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang