Tiap Sisi

24 2 0
                                    

Aryasena Diraya, nama yang menarik. Namun beberapa wanita mengaku ketertarikan itu menghilang setelah beberapa hari menjalin kasih dengannya. Diraya dan kesabaran adalah satu, Arya berusaha untuk terus mengamalkan arti nama itu.

Mahadewi Kinasih, mahasiswi DKV yang berhasil membuatnya jatuh cinta karena banyak mengajaknya bicara.

Mahadewi Kinasih, mahasiswi DKV yang berhasil membuatnya jatuh cinta karena banyak mengajaknya bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesungguhnya dua manusia ini hanya menjalani hubungan sesuai kebutuhan mereka. Egois merajalela, tiada yang benar maupun salah, hanya saja kebutuhan menjadi dasar.

Sifat kaku Arya tidak bisa diubah, memang begitu adanya. Berbicara dengan banyak manusia membuatnya cepat lelah, perlu banyak energi untuk menanggapi sebuah obrolan panjang yang sebenarnya hanya basa-basi dan tidak menarik.

Laki-laki itu sering mengutamakan kegiatan yang lebih penting. Tidak sedikit yang menganggapnya tidak peduli dengan jadwal pacaran. Kuliah dan rapat majalah kampus jadi salah satu prioritasnya, Arya dengan teganya meminta maaf pada sang kekasih. Selalu seperti itu.

Maka jadwal yang sudah direncanakan harus batal secara mendadak. Alasan itu yang menjadi beban terberat bagi sang kekasih. Ada cinta dalam hatinya, tapi tidak mampu menerima jadwal Arya sebagai mahasiswa jurnalistik dan bagian dari Eagle Magazine, majalah kampus Elang.

Dewi menjadikan Arya sebagai sosok untuk pulang, meskipun pada akhirnya usaha itu gagal total. Dewi sendiri bersama perasaannya yang jauh dari kata stabil, satu-satunya yang ia butuhkan adalah perasaan pulang. Rasa di mana dirinya nyaman berbagi cerita tanpa harus diiringi rasa bersalah karena sering merasa sendiri.

Ternyata kita tidak bisa menaruh harapan tinggi pada seseorang, siapapun itu, bahkan yang kita cintai. Menyadari bahwa Arya bukan sosok yang ia butuhkan, Dewi memutuskan hubungan mereka.

"Aku pernah jelaskan ke kamu, kedepannya kita semakin jarang bertemu. Tapi aku kan sudah janji. Walaupun deadline tugasku mepet dan kerjaan organisasi menumpuk, aku pastikan ketika kamu butuh apapun, aku siap."

"Siap? Kalau siap kenapa aku jadi ragu buat hubungi kamu? Kenapa kamu bukan orang pertama yang dengerin aku nangis? Kenapa kamu gak pernah bisa bikin aku tenang?"

Dewi berharap banyak, ia pikir Arya memberinya rasa bersalah dan berakhir memaafkannya. Namun Arya dan kejujuran berada di dalam satu badan yang sama.

"Gak tahu. Mungkin karena jadwalku padat."

Ini adalah perdebatan terpanjang mereka. Memori itu tertanam dalam hati Arya, bagaimana tidak ketika marah yang menggebu-gebu menjadi satu dengan perasaan takut yang begitu kalut.

"Iya, sepadat itu ... sampai kamu gak tahu kalau papaku udah gak ada."

Harapan-harapan itu seketika runtuh, jatuh bagai sebuah cita-cita yang gagal digapai. Arya tahu ia terlalu jauh menyakiti hati seorang wanita.

"Anak jurnalistik sering lihat berita kan? Tahu dong kalau ada kecelakaan kereta api tujuan Jakarta? Papa dan sahabat aku di sana, sampai sekarang mayatnya gak ketemu."

AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang