"MALA! BERAPA KALI PERINGATAN YANG KAU DAPATKAN! SUDAH KUBILANG JANGAN MUNCUL DI HADAPAN MANUSIA!" Makhluk besar berkulit hitam dengan api merah menyala mengitari tubuhnya berteriak keras seraya melotot marah. Lidahnya menjulur panjang dengan rambut gimbal berantakan. Begitulah penampakan buruknya saat murka.
Kumala bersimpuh di hadapannya dengan kepala yang menunduk dalam. "Maafkan aku, Bi. Manusia itu yang lebih dulu melihatku" ucapnya sedih.
"Itu disebabkan kamu muncul ke alam Dunya! beberapa Manusia dapat melihat kita, Mala! Aku tak kalah bosan memarahimu selalu! kali ini kau harus mendapatkan hukuman!" Kumala mendongakkan kepalanya, menatap wajah Mohini yang jauh di atas sana. Reflek ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Kau begitu ingin menampakan diri pada manusia? maka pergilah ke gunung Lawu!"
Kumala melotot kaget. "Aku tidak mau, Bi! itu bukan tugasku!"
"Memang, inilah hukumanmu! tagih janji seorang pria disana, dan ambil jiwa istrinya!"
Kumala menatap Mohini sedih. Bibinya itu tahu kalau ia tak akan pernah bisa dan tak akan pernah berani mengambil jiwa manusia. Terkecuali, manusia itu sendiri yang meminta. Seperti kejadian bunuh diri sebelumnya.
"Bibi sangat mengenalku sedari kecil. Dan aku tidak akan pernah bisa!" hatinya menjadi resah. Tapi, Mohini malah menukikkan senyuman buruknya.
"Hukuman yang pas untukmu! segeralah pergi!" tubuh Mohini yang asalnya sebesar batu lereng menjadi kecil secara perlahan. Api merah mulai meredup padam dan menghilang meninggalkan Kumala sendiri di hamparan rumput yang luas. Ia mendengus kasar lalu bangkit. Surya sebentar lagi timbul, ia bahkan belum sempat mandi.
Kumala tidak bisa kabur dari perintah Bibinya. Setiap kali makhluk besar memberikan titah, akan ada sebuah benang merah mengikat lehernya secara ghaib. Jika ia melanggar, ikatan itu semakin kencang, bahkan bisa memutuskan kepalanya. Begitulah nasib menjadi makhluk paling lemah di Alam Bawana. Yang besar lah yang berkuasa. Iapun heran, mengapa hanya dirinya yang berbentuk manusia, sementara yang lain bertubuh besar dan buruk rupa. Kumala pun tidak bisa berubah bentuk saat marah seperti yang dilakukan Mohini tadi. Tapi, Kumala cukup bangga. Berarti, dialah wanita paling cantik di alam Buwana. Begitulah yang ia pikir pada awalnya.
Kumala mendengus kasar lalu melangkah pelan seraya menutup mata. Diraihnya ujung selendang kuning yang setia terikat pada pinggangnya selalu. Sejenak, ia menikmati rumput lembut yang ia pijak.
Sambil berjalan, sambil mengayunkan tangan. Angin mengibarkan selendang kuning yang ia angkat hingga menimbulkan kabut mengelilinginya. Tangan Kumala bergerak indah bagaikan hembusan angin. Gerakannya seringan bulu. Pinggulnya bergerak pelan ke kanan dan ke kiri. Tangan kanan yang memegang ujung selendang berada di depan perutnya, lalu naik hingga ke ujung Makuta Binukasri. Wajah eloknya tertutupi kain kuning tipis, kemudian ia menghilang.
Kumala meninggalkan Istana. Terbang menjauh bagai kabut putih yang menggumpal di udara. Istana itu sudah ia tinggali sedari kecil. Mohini, walaupun galak tapi dialah yang menjaganya selalu. Perasaan bersalah mulai muncul, mengapa ia selalu membuat Bibinya itu marah? akibatnya ia harus melakukan tugas yang bukan tugasnya.
Jika dilihat dari kejauhan, Istana Bawana ternyata sangat besar dan luas. Candi kuno menjulang tinggi melebihi gedung manusia. Kediamannya ternyata sangat kecil di banding sudut istana yang lain. Lihatlah Candi paling besar di tengah sana. Sudah besar, paling tinggi pula. Disanalah kediaman makhluk yang paling Kumala takuti. Perlu di ketahui, bangunan candi besar itu bukan terbuat dari batu. Melainkan tubuh manusia yang di tumpuk sedemikian rupa. Tubuh remuk yang ditumpuk itu masih menggeliat meminta ampun. Entah apa yang dilakukan manusia itu semasa hidupnya, Kumala tak ingin tahu lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diajeng
FantasyFantasy - Sejarah Kumala Jyotika Bhanuresmi lahir di keturunan darah biru. Ibunya mati karena sakit. Atmojo, sang ayah mengetahui takdir buruk putrinya ini, hingga para leluhurnya memerintahkan Atmojo untuk menitipkan Kumala di alam Buwana agar terh...