Celia menatap pantulan wajahnya pada cermin di hadapannya.
"Micelia, menikahlah dengan saya!"
Ucapan Sean terus terngiang-ngiang dalam kepalanya, ini jelas membuat Celia dilema. Bagaimana tidak, Sean, laki-laki yang paling ia inginkan mengajaknya menikah.
Hanya saja semua terasa tidak benar, memang tidak benar, karena sesungguhnya bukan dirinya orang yang Sean maksud. Kesempatan ini tidak akan datang dua kali, Celia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi istri Sean.
Celia memang belum mengiyakannya, setelah Sean mengutarakan ucapan yang mengajaknya menikah, Celia terdiam cukup lama, masih tak percaya, hingga akhirnya ia meminta waktu pada laki-laki itu untuk memikirkannya.
"Cel, lo pantas bahagia, sekali aja bersikap egois buat kebahagiaan lo sendiri nggak apa-apa" ujar Celia, bermonolog dengan dirinya sendiri.
Ini adalah kesempatan terbaik untuk mewujudkan dongeng favorit masa kecilnya, yaitu menjadi Cinderella, meski harus sedikit mengubah jalan ceritanya.
"Sean Projosasmito, lo memimpikan dia selama ini, Cel."
Celia mencintai Sean, sangat mencintai laki-laki itu, selama ini ia hanya bisa bermimpi untuk sekedar berdekatan dengan Sean apalagi berdampingan, tapi dalam semalam saja Tuhan membuat Celia memiliki kesempatan untuk menjadi pendamping Sean, bagaimana mungkin Celia akan membuang kesempatan ini.
Bukankah sebenarnya memang ini jalan yang Tuhan siapkan untuk mempersatukan dirinya dan Sean?
"Lo hanya perlu menikah terlebih dulu dengan Sean, Cel, hal selanjutnya nanti kita selesaikan belakangan, ok?"
------
Melisa menunduk, sama sekali tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap seseorang yang kini berdiri tegap di hadapannya.
Sementara itu, seseorang yang berdiri di hadapan Melisa menatap perempuan itu dari atas sampai bawah, pria itu menatapnya seakan ada sesuatu pada diri Melisa.
"Jadi kamu yang akan menggantikan Tamara, menjadi sekretaris saya?"
Pertanyaan itu sontak membuat Lisa langsung mengangkat kepalanya, yang seketika membuat pandangannya bertemu dengan pria itu.
Melisa tidak bisa mengontrol dentuman di dadanya, untuk pertama kalinya semenjak hari itu mereka kembali sedekat ini, setelah mati-matian Melisa berusaha menghindar.
"I-iya pak" jawab Melisa, terdengar gugup.
Sean, pria itu kembali diam mendengar jawaban wanita di hadapannya, entah kenapa ia merasa ada sesuatu dengan perempuan ini, bahkan aroma parfum ini, Sean seperti pernah menciumnya, tapi kapan?
"Apa saya bisa mulai bekerja pak?" tanya Melisa, memberanikan diri.
"Oke, kamu bisa memulai pekerjaan kamu dengan menyiapkan berkas untuk meeting saya satu jam lagi, silahkan kembali ke meja kamu!" perintah Sean, yang langsung Melisa iyakan, perempuan itu segera berlalu dari ruangan Sean.
Melisa keluar dengan bernafas lega karena akhirnya bisa terlepas dari Sean, lama-lama bersama pria itu tidak akan ada baiknya, hanya akan membuat Lisa terus mengingat sesuatu yang sangat ingin ia lupakan, meski sebenarnya itu mustahil karena mulai sekarang ia dan Sean akan selalu berdampingan dalam hal pekerjaan.
Sementara itu, Sean di dalam ruangannya masih berdiri di tempat yang sama dengan posisi yang sama seperti sebelumnya, ia masih penasaran tentang perempuan bernama Melisa itu yang kini jadi sekretarisnya.
Kenapa rasanya Melisa tidak asing untuknya.
Lama dalam lamunannya mengenai Melisa, Sean merasakan ponselnya berdering, ia keluarkan benda itu dari saku celananya. Kening Sean tampak berkerut melihat nomor yang tertera merupakan nomor yang tidak ia kenal sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain (Hunlis Short Story')
RomanceShort story Sehun dan Lisa Pokoknya book ini banyak hujannya, alias menye-menye, jadi kalau nggak suka menjauh ya!!