HARI 1 / JAM 20:30
Instruksi Kevin cukup jelas: hubungi polisi, pulangkan para senior dengan transportasi yang masih ada, kumpulkan semua maba, batalkan sisa agenda, segera cari transportasi yang masih memungkinkan untuk mengantar para maba pulang dari sini. Keselamatan seluruh manusia yang terlibat dalam acara ini adalah tanggung jawabnya, dan dia baru saja kehilangan dua orang begitu saja.
Bahkan instruksi itu tidak langsung turun. Kevin harus mengatasi dulu shock-nya—selama dua menit penuh, Kevin tidak habis pikir apa hubungan antara mayat seorang gadis dengan acaranya. Acaranya nota bene tidak melibatkan mayat sama sekali. Apa yang sedang terjadi?
Setelah mendapatkan bahwa inderanya kembali bekerja, Kevin segera menanyai semua Koordinator Lapangan yang ada dan mendapatkan informasi bahwa Alvin juga tadi izin ke toilet dan belum keluar.
Tidak. Mustahil.
Kevin memeriksa sendiri satu per satu semua bilik toilet laki-laki—kosong. Tidak ada satu insan pun di toilet itu.
"Apa kalian yakin Alvin tidak keluar dari toilet?"
"Alvin adalah ketua Kelompok Sembilan," jawab seorang panitia—seorang anggota Divisi Acara—yang mengaku menemani Toni di Pendopo sepanjang pembagian giliran Jurit Malam. "Seharusnya kelompoknya tadi berangkat, namun kami dapat laporan bahwa Alvin belum kembali dari toilet. Saat Toni memeriksa toiletlah dia menemukan Olivia."
Kevin bahkan tidak tahu nama mahasiswi yang jenazahnya tadi dibungkusnya dengan bantuan seorang lagi panitia. Kepalanya masih agak pusing karena bau darah yang sangat tajam—Olivia jelas tidak meninggal dengan tenang. Matanya terbuka lebar, mulutnya membentuk 'O' besar seakan ia masih berusaha menjerit minta tolong, rambutnya berantakan, dan—terutama—lehernya ikut menjerit bersama mulutnya. Paling tidak, lubang robekan di tenggorokannya jelas minimal sama lebarnya.
Tidak ada benda tajam di sekitar situ. Kevin sendiri yang membacakan aturan itu di depan semua mahasiswa baru ketika sosialisasi acara Perkemahan ini—dilarang membawa benda tajam apa pun. Dia memilih istilah itu dengan hati-hati. Namun dia juga harus mengakui salah satu kesalahan utamanya—random baggage check. Seharusnya panitianya yang sedang tidak bekerja bisa ditugasi memeriksa barang bawaan para mahasiswa baru sementara mereka beraktivitas untuk memastikan tidak ada celah untuk pelanggaran.
Melanggar privasi? Mungkin. Tapi itu semua juga demi keamanan. Dan sekarang semuanya sudah terlambat.
Alvin ... mengapa harus Alvin yang hilang? Kevin masih tidak bisa habis pikir. Alvin mungkin bukan orang terpintar yang dia tahu, tapi Alvin jelas mampu melihat ketika masalah tiba. Akalnya lumayan panjang. Atau mungkin dia memang melihat masalah tiba? Lagipula, tidak ada mayatnya. Mungkin Alvin berhasil kabur. Mungkin Alvin berhasil melawan. Dia selalu punya cara-cara nyentriknya.
Agak panjang ceritanya hingga Kevin bisa mengenal Alvin, tapi jika terjadi apa-apa, Kevin tahu Alvin punya cukup akal untuk menjaga diri. Namun, secara teknis, status Alvin kali ini adalah hilang. Tidak salah untuk tetap optimis, tapi fakta tidak bisa berbohong. Lagipula, sepandai-pandainya Alvin, yang dihadapinya adalah seorang pembunuh yang bisa menyabet leher seorang mahasiswi hingga robek terbuka tanpa ketahuan siapa pun. Secara intisari, Kevin sudah kehilangan dua nyawa di bawah batang hidungnya.
Kevin pusing. Dia sadar betul akan hal itu. Dan karena itulah dia sadar betul bahwa dia tidak boleh membiarkan panitia lainnya tahu bahwa dia sedang pusing. Bukan tempat seorang pemimpin untuk menunjukkan masalah pribadinya—terutama di ranah profesional. "Aku akan bicara dulu dengan senior-senior kita mengenai situasi ini. Apa polisi sudah dihubungi?"
![](https://img.wattpad.com/cover/43968684-288-k710309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurit Malam: Benteng Gelap
Horror"Selamat berjalan di tengah gelap. Kami menunggumu di ujung sana." BUKU 1 JURIT MALAM. Perkemahan sudah menjadi tradisi bagi Program Studi Psikologi, sehingga ketika mereka berangkat, para mahasiswa baru tidak banyak berharap--rumor sudah menjawab b...