BAB TUJUH

3.5K 537 59
                                    

HARI 2 / JAM 01:22


Kevin kenal baik suara itu.

Dia juga sadar bahwa dia bukan satu-satunya yang bereaksi. Mata Dewa terbelalak, sedangkan Chandra tampak terperangah. Irsyad sama kagetnya dengan Dewa. Trio gadis yang tadi menghampiri si anak tenggelam—siapa namanya, Widya?—juga menyempatkan diri berhenti menangis dan bertukar tatapan. Teman gadis Irsyad yang tadi menghiburnya juga. Si gadis berjilbab—yang akhirnya Kevin putuskan memang bernama Chika—juga. Belum lagi teman-temannya.

Itu memang benar suara Alvin.

"Kau sendirian?" tanya Fakhtur lagi. Kevin nyaris mengomelinya karena pertanyaan tidak penting itu, tetapi jawaban Alvin datang duluan.

"Aku membawa Shafira!"

Irsyad langsung melompat keluar dari Pendopo.

"Bocah bodoh!" maki Kevin. Dia tidak sempat lagi berpikir panjang dan langsung melompat keluar mengejar Irsyad, disusul oleh Kresna, Gerry, dan Eka. Dasar tolol! Bukannya aku sudah bilang tidak boleh keluar sendirian?

Pada titik itu, Kevin tidak lagi memikirkan apakah dirinya jadi terancam. Dia sadar betul bahwa posisinya di situ sebagai pemimpin diakui oleh semua yang ada—dan dalam kondisi seperti ini, jika Kevin tidak ada, entah bagaimana jadinya nanti di antara mereka yang di Pendopo.

Tapi Kevin tidak sempat memikirkan itu saat tangannya akhirnya mencengkeram lengan Irsyad. "Bodoh! Jangan buru-buru! Saya sudah bilang jangan keluar sendirian!"

Irsyad tampak ingin melawan, tetapi menjadi ragu setelah melihat bahwa yang mencengkeram adalah Kevin. Irsyad menghela napas berat sebelum akhirnya melemas sejenak.

"Kresna! Senter!"

"Siap!"

Begitu ada sinar senter yang menyinari jalan di depan Kevin, dia baru sadar bahwa dari mereka yang berlari keluar, yang membawa senter cuma Kresna. Sialan.

"Tidak ada pengecualian untuk hati-hati," kata Kevin tegas kepada Irsyad. "Bahkan jika itu sahabatmu atau pacarmu. Paham?"

Irsyad mengangguk kesal. Kevin melepaskan lengannya.

"Kresna, terangi jalannya."

Sekarang setelah ketegangan dari masalah Irsyad sudah reda, seharusnya Kevin kembali lagi ke Pendopo untuk menjaga yang lainnya. Tetapi itu akan terlalu boros sumber daya—toh, mereka juga sudah dekat ke perempatan.

Dan, dari perempatan, terseok-seok menyeret seseorang, siluet itu muncul.

Kevin mengenalinya dengan jelas—itu Alvin.

Kresna langsung menyorotinya dengan senter—ya, itu benar Alvin. Rambutnya awut-awutan, keringat melapisi wajahnya, dan ada luka-luka memar di tubuhnya. Matanya menyorotkan panik.

Kevin separuh menyadari bahwa wajah Alvin tampak utuh.

Tetapi Irsyad tidak melompat ke arah Alvin—dia segera mengejar orang yang sedang diseretnya.

"Fir," panggil Irsyad seraya mengguncang pelan tubuh itu. "Fir, tolong—"

Figur itu mengerjap.

"Masih hidup," kata Alvin kepadanya. "Makanya kubawa."

Irsyad nyaris tidak menggubris perkataan Alvin sama sekali. Kevin mendekat sementara anak-anak yang lain berusaha menggotong tubuh Shafira yang tergolek lemas.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya. Alvin mengangguk.

"Sepertinya."

Kevin memerhatikan Alvin dari atas sampai bawah kaki. "Kita ke Pendopo dulu. Nanti kauceritakan apa yang terjadi."

Jurit Malam: Benteng GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang