Saat matahari mulai terbenam di langit, mereka memutuskan untuk pulang. Namun Minjun masih penuh semangat meski sudah hampir seharian bermain.
"Sepertinya ada yang bakal langsung tumbang begitu sampai rumah," kata Junho sambil melirik putranya yang bersenandung di sampingnya. Haneul tertawa dan mengangguk setuju.
Saat berada di pintu keluar, Minjun menghela napas sambil cemberut. "Papa, apa kita bisa main sampai malam?"
Junho mengacak-acak rambutnya sambil tersenyum dan menggeleng. "Kita harus pulang. Nanti kita ke sini lagi, deh, papa janji."
Minjun mendesah kecewa, tapi dia tahu tak ada gunanya berdebat dengan ayahnya. Mereka akhirnya tiba di gedung apartemen satu jam kemudian dengan kereta dan bus umum.
Perlahan Minjun mulai kelelahan dan hampir tersandung. Dengan sigap Junho langsung menggendongnya dan membawanya ke dalam apartemen. Kepala putranya kini terkulai di bahunya.
Mereka semua menuju ruang tengah dan duduk di sofa, menghela napas kelelahan. Minjun sekarang tertidur di pelukan ayahnya. Junho mengelus rambut putranya, dan ekspresinya mencair saat menatapnya.
"Si kecil akhirnya tumbang," katanya pelan sambil melirik Haneul.
Haneul mengangguk dan tersenyum kecil. "Dia sangat bersenang-senang hari ini."
Apartemen itu kini hening. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah dengkuran pelan Minjun. Haneul lalu berdiri dan meregangkan tubuhnya. "Amuteun, nan ije jibeulo gallae¹³."
"Kamu mau pulang?" tanya Junho pelan, berusaha tak membangunkan Minjun.
Haneul mengangguk sambil menguap. "Ya, sebaiknya aku pulang."
"Baiklah, tunggu sebentar..." Junho dengan lembut membaringkan Minjun di sofa, lalu menyelimutinya supaya tetap hangat dan nyaman.
Haneul yang memperhatikan Junho terkagum dengan kelembutan pria itu terhadap putranya. Junho tersenyum tipis sambil memandangi sosok putranya yang tertidur, lalu berdiri dan berbalik menghadap Haneul. "Aku akan mengantarmu ke depan."
Mereka berjalan ke pintu dengan pelan agar tak membangunkan Minjun. Junho menatap Haneul dan berkata, "Terima kasih sudah mengajak kami jalan-jalan hari ini. Kau benar-benar membuat Minjun sangat senang."
"Santai saja. Aku juga suka bermain dengan bocah tengil itu," balas Haneul sambil bersandar di dinding dan menyeringai. "Oh, ya, omong-omong waktu photo booth tadi aku merasa kau sesekali menatapku."
Wajah Junho langsung memerah seolah tertangkap basah. "Apa maksudmu? Aku melihat ke kamera, kok."
Haneul tertawa, jelas menikmati reaksi Junho. "Lalu kenapa kau diam-diam melirikku? Memangnya aku nggak sadar?"
Junho terlihat salah tingkah. Dia berusaha mengabaikan tatapan Haneul, tapi wajahnya kian memanas. Dia ingin membalas, tapi tak mampu berkata-kata.
Haneul lalu mendekat padanya dan bergumam, "Kau tahu? Sebagai mantan preman, kau lucu juga saat malu-malu."
Junho terkesiap, berusaha tetap tenang meski detak jantungnya hampir meledak. "Mana mungkin."
"Terserah kalau nggak percaya," kata Haneul lalu tertawa. Dia berbalik dan berjalan menyusuri lorong, tapi tiba-tiba dia menoleh sambil menyeringai, seakan tahu Junho masih mengamatinya. "Selamat malam, duda gemas."
Junho langsung mengalihkan tatapan dan menutup pintu apartemennya. Dia mengusap wajahnya yang merona, lalu kembali ke ruang tengah dan melihat Minjun masih tidur nyenyak di sofa.
Dia menghela napas lega karena putranya tak perlu menyaksikan kejadian memalukan barusan. Saat duduk di sebelah Minjun, ponselnya bergetar.
Junho melihat pesan dari Haneul dan membukanya. Haneul mengirim foto dirinya yang menjulurkan lidah seolah mengejek dirinya, serta foto saat memamerkan ototnya. Pesan di bawahnya berbunyi, "Kangen aku, nggak?"
Pipi Junho merona, tapi dia juga merasa tertantang untuk adu otot. Jadi dia mencoba meniru pose Haneul, memperlihatkan otot-ototnya yang lebih kekar. Dia memfotonya dan mengirimnya ke Haneul dengan pesan, "Mana mungkin. Kalau mau pamer, setidaknya ototmu harus lebih besar dariku."
Balasan dari Haneul segera tiba dan berbunyi, "Pasti bukan lenganmu saja yang besar dan berurat."
Junho langsung tersedak ludahnya sendiri saat membacanya. Mukanya langsung semerah tomat sementara detak jantungnya semakin cepat meski dia berusaha keras untuk tetap tenang.
Dia melirik Minjun, memastikan putranya masih tidur, lalu mencari cara untuk membalas pesan itu. Sayangnya dia tak pandai dalam hal seperti ini, apalagi dengan seseorang yang tak tahu malu seperti Haneul. Rayuan tetangga barunya kini semakin meresahkan.
"Aigoo, Haneul-ah..." gumamnya pelan.
***
¹³Omong-omong, aku mau pulang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gangsta Daddy
RomanceKehidupan membosankan Haneul berubah semenjak seorang duda sekaligus mantan gangster, Junho, dan putra kecilnya, pindah sebagai tetangga barunya. *** Penghuni apartemen sebelah, Lee Junho dan putranya, langsung menarik perhatian Kim Haneul. Lambat l...