Junho dan Haneul mengemasi barang-barang mereka untuk pulang ke Seoul. Keesokan paginya saat mau pergi, Minjun memeluk Bibi Eunbi dan terisak.
Bibi Eunbi menyeka air mata Minjun dengan lembut. "Nanti kapan-kapan nenek ke Seoul bawa kue kesukaan kamu, oke?"
"Oke," bisik Minjun masih berlinang air mata. Namun tangisannya mereda, digantikan senyum kecil penuh harap.
Bibi Eunbi menangkup wajah mungil Minjun dan mengecup kepalanya. "Jangan nakal sama Papa dan kak Haneul, ya."
Saat Minjun mengangguk sambil menyeka air matanya, Junho memeluk Bibi Eunbi. "Terima kasih buat semuanya, bibi."
"Jaga dirimu dan Minjun baik-baik. Kalian berdua sangat berarti bagiku," bisik Bibi Eunbi, tersentuh dengan ucapan Junho.
"Jangan khawatir, bibi. Junho bakal kumarahi habis-habisan kalau dia kerja terus!" canda Haneul, berharap bisa mencairkan suasana.
Bibi Eunbi tertawa sambil mencubit pipi Haneul. "Mohon bantuannya, Haneul."
Junho dan Haneul pun mengemasi barang mereka ke taksi yang menuju stasiun kereta tujuan Seoul, rumah mereka. Saat mereka di dalam, Junho, Minjun, dan Haneul melambaikan tangan pada Bibi Eunbi untuk terakhir kalinya.
Mereka tiba di Seoul saat matahari mulai terbenam. Sambil menenteng tas, Haneul memimpin jalan sementara Junho memegang tangan Minjun. Dia meremas tangan putranya dengan lembut, ingin memberikan rasa nyaman padanya.
Minjun mendongak, lalu tangannya yang lebih kecil menggenggam ayahnya lebih erat. Meskipun Seoul sudah tak asing lagi baginya, Minjun merindukan kampung halamannya. Namun di mana pun dia berada, dia punya ayahnya.
***
Minjun kini bermain kejar-kejaran bersama teman-temannya. Junho mengawasi dari bangku dengan buku parenting di tangannya. Kegiatan membacanya terhenti karena suara tawa putranya. Sesekali dia melirik Minjun lalu tersenyum dan membaca lagi.
Saat bermain, Minjun melihat sesuatu di semak-semak. Dia pun mendekatinya dan melihat anak kucing yang mengeong pelan. Sambil mengulurkan tangan dia berbisik, "Dulyeowohajima⁷⁶."
Kucing itu sejenak ragu, tapi kemudian menggesekkan kepalanya yang mungil ke tangan Minjun. Jae yang baru selesai bermain bola melewati Minjun dan memutuskan untuk menghampirinya.
"Yeogiseo mwohae⁷⁷?" tanyanya hingga membuat Minjun terkejut saat melihatnya. Namun dia berlutut di sampingnya dan mengusap kucing itu. "Wa, neomu gwiyeowo."
Minjun yang masih bingung hanya membalas, "Eung..."
"Aku beli makanan dulu buat dia," kata Jae lalu berdiri. "Kamu sama kucingnya tunggu di sini, oke?"
Minjun mengangguk. Dia memperhatikan Jae yang pergi sebelum kembali menatap kucing itu. Tiba-tiba tangannya ditarik orang asing dari kucing itu. Dia pun terkejut dan ketakutan saat berusaha melepaskan diri.
"L-Lepasin...!" katanya. Namun pria itu mengangkatnya dengan kasar dan menyakitkan. Air mata Minjun mengalir saat menyadari tak ada siapapun selain mereka. Dengan ketakutan dia memanggil Junho. "Papa!"
Namun Junho yang sedang membaca buku tak mendengar suara Minjun karena teredam pekikan anak-anak. Minjun menggeliat panik dan putus asa, berharap siapapun bisa menolongnya.
Jae yang kembali sambil membawa makanan kucing terkejut melihat Minjun dibawa pergi. Dia menjatuhkan makanan kucing dan mengejarnya tanpa ragu sedikit pun.
"Tolong!" seru Minjun sambil menangis.
"Lepasin dia!" teriak Jae keras. Dia langsung menarik jaket pria itu dengan paksa.
Lelaki itu mengerang kaget dan menjatuhkan Minjun hingga membuatnya merintih kesakitan. Dia menghadap Jae dengan marah. "Ngapain kamu?!"
Jae yang terengah-engah menatap balik, lalu berseru, "Justru om yang ngapain!"
Tiba-tiba pria lainnya mengangkat Minjun dan melemparnya ke dalam mobil. Jae segera menghajarnya dengan jurus taekwondo, tapi orang itu kabur. Mobil itu langsung pergi meski dia berusaha mengejarnya.
Jae yang panik segera mencari Junho untik meminta bantuan. Junho terkejut saat melihat Jae berlari ke arahnya sambil berseru, "Minjun diculik! Dia dibawa pakai mobil!"
Dunia Junho seakan runtuh saat itu juga. Jantungnya nyaris berhenti berdetak. "Apa kamu ingat plat mobilnya? Mereka pergi ke arah mana?"
"SUV hitam 634-9G!" kata Jae dan menunjuk ke suatu arah. "Ke arah sana! Mereka belok ke kanan!"
Junho segera lapor polisi dan memberikan informasi yang diperlukan. Kemudian dia menelepon Haneul dan menceritakan semuanya dengan panik. Rasa takutnya kini berubah jadi amarah begitu memikirkan anak kesayangannya.
Di sisi lain, mobil Haneul melaju secepat mungkin menuju taman tempat Minjun diculik. Begitu sampai, dia turun dan berlari menghampiri Junho dan Jae. "Ada kabar?"
"Polisi sedang melacak SUV itu, tapi masih belum ada kabar lagi. Ayo kita cari sendiri," kata Junho. Jae ingin ikut, tapi dia menghentikannya. "Kamu nggak boleh ikut. Ini demi keselamatanmu."
"Tapi aku mau cari Minjun juga!" protes Jae putus asa. Dia tak bisa diam saja dan tak melakukan apa-apa.
Haneul menepuk bahu Jae. "Aku tahu kamu mau bantu, tapi ini urusan orang dewasa."
"Baiklah," kata Jae enggan, tanda dia menyerah. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Junho dan Haneul. "Tapi kalian harus menemukan Minjun karena aku... belum minta maaf."
"Om janji," balas Junho, tersentuh karena Jae ingin minta maaf pada Minjun. "Hati-hati, Jae. Segera kabari polisi kalau ada sesuatu mencurigakan."
Junho dan Haneul lalu naik ke mobil, siap melakukan apapun untuk membawa Minjun kesayangan mereka pulang dan kembali dengan selamat.
***
⁷⁶Jangan takut
⁷⁷Sedang apa di sini
KAMU SEDANG MEMBACA
Gangsta Daddy
Любовные романыKehidupan membosankan Haneul berubah semenjak seorang duda sekaligus mantan gangster, Junho, dan putra kecilnya, pindah sebagai tetangga barunya. *** Penghuni apartemen sebelah, Lee Junho dan putranya, langsung menarik perhatian Kim Haneul. Lambat l...