Haneul baru saja menyelesaikan kelas Taekwondo-nya. Badannya terasa pegal karena sesi latihan yang intens. Saat mengemasi barang-barangnya, ponselnya berbunyi.
Pesan dari Junho masuk. Isinya, "Haneul, apa nanti kau bisa datang kemari kalau sempat? Ada yang mau kubicarakan."
Haneul mengerutkan dahi, penasaran dengan apa yang ingin dibahas Junho. "Eh, oke. Aku segera ke sana."
Beberapa menit kemudian, Haneul tiba di depan apartemen Junho. Dia mengetuk pintu, dan sesaat kemudian Junho membukanya dengan eskpresi serius. Dia menyingkir, memberi isyarat agar Haneul masuk. "Terima kasih sudah datang."
Haneul memperhatikan Junho yang tampak tegang dan gelisah. Dia hanya mengangguk lalu bertanya dengan sedikit khawatir. "Ada apa, sih?"
"Tadi sore Minjun diganggu saat di taman bermain," kata Junho perlahan setelah menutup pintu. Rahangnya mengeras saat melanjutkan, "Dia didorong dan diejek sampai nangis."
Hati Haneul mencelos mendengarnya. "Apa dia baik baik saja?"
Junho mengangguk. "Secara fisik, ya, tapi dia benar-benar shock dan ketakutan. Aku sudah berusaha menghiburnya, tapi sepertinya dia masih sedih..."
Haneul melihat sekeliling, sadar kalau Minjun tak terlihat terlihat di mana pun. Saat kembali menatap Junho, dia bertanya, "Dia di mana?"
"Di kamarnya," kata Junho, menunjuk ke arah pintu yang tertutup di ujung koridor. "Katanya mau sendirian dulu."
"Apa aku boleh masuk?" tanya Haneul dengan lembut.
"Silakan. Dia pasti juga senang kalau tahu kau ada di sini," jawab Junho, menuntun Haneul ke depan pintu kamar Minjun. "Ketuk saja pelan-pelan supaya dia nggak kaget."
Haneul mengangguk. Dengan pelan dia mengetuk pintu. "Minjun, ini kak Haneul. Boleh masuk, nggak?"
Sejenak hening, lalu terdengar suara pelan dari dalam. "Boleh..."
Haneul perlahan membuka pintu dan memasuki kamar. Dia melihat Minjun duduk di tempat tidurnya. Sosoknya yang mungil itu terlihat sedih saat menempelkan lutut di dadanya.
"Hei," katanya pelan dan duduk di sisi tempat tidur. "Kamu nggak apa-apa?"
Minjun mendongak. Matanya masih agak merah dan sembab. Dia lalu menatap seprai dan bergumam, "Mollayo¹⁸, tapi aku sedih..."
"Tadi pasti membuatmu takut," kata Haneul sambil mengusap punggung Minjun dengan lembut untuk menenangkannya.
Minjun mengangguk. Matanya mulai berkaca-kaca lagi. Haneul yang kesal dengan bocah yang menganggu Minjun berusaha mengendalikan emosinya. "Kau tahu siapa namanya?"
Minjun menggeleng tanpa suara. Tatapannya masih terpaku pada seprai. "Nggak, tapi rambutnya keriting, dan punya tahi lalat di pipi."
"Tunggu dulu," kata Haneul, langsung mengenali siapa yang dimaksud Minjun. "Pasti itu Jae, soalnya dia juga ikut Taekwondo denganku."
Minjun mendongak dan terlihat terkejut. "Kakak kenal dia?"
"Iya, dia satu tingkat di bawahku, tapi dia suka bikin onar ke murid lain," kata Haneul. Suaranya terdengar lebih tajam dari sebelumnya. "Bocah itu harus dikasih pelajaran biar tahu rasa."
Mata Minjun terbelalak mendengar kata-kata Haneul. Dengan panik dia berkata, "Jangan! Nanti kak Haneul kena masalah."
Haneul terdiam, tahu kalau dia tak boleh gegabah, tapi membayangkan Jae tak mendapat ganjaran atas perbuatannya membuat darahnya mendidih. Dia menghela napas, sadar kalau sudah membuat Minjun cemas.
"Iya, aku tahu, kok," katanya sambil mengusap wajahnya. "Aku cuma... nggak tahan membayangkan bocah itu lolos begitu saja."
"Kak Haneul, janji jangan aneh-aneh, ya?" kata Minjun sambil menatap Haneul dengan tatapan memelas.
Haneul ragu-ragu sejenak, tapi kemudian mengangguk dengan enggan dan mengacak-acak rambut Minjun. "Oke, tapi aku nggak akan membiarkan dia mengganggumu lagi."
Tubuh mungil Minjun kini sedikit rileks. Dia tersenyum kecil, percaya dengan ucapan Haneul. Sementara itu, Haneul sedikit sedih saat melihat betapa lugunya Minjun. Dia ingat dunia luar bisa sangat kejam untuk anak semanis dirinya.
Haneul kini mencoba menghibur Minjun dengan bermain dengannya. Beberapa saat kemudian, Junho mengintip ke dalam dan tersenyum kecil, lega melihat putranya kembali ceria.
"Kalian lagi apa?" tanya Junho, bersandar pada kusen pintu.
Haneul mendongak dan nyengir. "Main monopoli."
"Papa, apa kak Haneul boleh ikut makan malam?" tanya Minjun dan menatap ayahnya dengan penuh harap.
"Eh, nggak perlu," kata Haneul cepat. "Aku bisa pulang-"
Junho langsung menyela, "Tetap di sini."
Tanpa sadar pipi Haneul sedikit merona. Sambil menghindari tatapan Junho, dia bergumam, "Kalau begitu terima kasih."
Junho lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Haneul menatap Minjun yang kini memperhatikannya lekat-lekat. Senyumannya semakin lebar.
Dengan wajah polos, dia bertanya, "Kak Haneul suka papa, ya?"
***
¹⁸Entahlah
KAMU SEDANG MEMBACA
Gangsta Daddy
रोमांसKehidupan membosankan Haneul berubah semenjak seorang duda sekaligus mantan gangster, Junho, dan putra kecilnya, pindah sebagai tetangga barunya. *** Penghuni apartemen sebelah, Lee Junho dan putranya, langsung menarik perhatian Kim Haneul. Lambat l...