32│Light in Darkness

90 11 2
                                    

"Aku, kan, nggak sadar," gumam Haneul sambil cemberut.

Junho terkekeh lagi. Ekspresinya melembut saat menatap Haneul. Sinar matahari yang masuk melalui jendela memancarkan cahaya di wajahnya.

Kemudian terdengar suara tawa dan jeritan riang Minjun di luar, diikuti suara Bibi Eunbi yang memperingatkan anak kecil itu supaya berhati-hati dan tak berlari terlalu cepat. Lalu ada suara langkah kaki dan ketukan keras di pintu.

"Papa! Bangun!" seru Minjun. Dia mengetuk lagi dengan tak sabaran.

Tepat pada saat itu suara Bibi Eunbi terdengar, mencoba menenangkan Minjun. "Ssst, ayahmu masih tidur..."

Namun Minjun terlalu bersemangat untuk mendengarkan Bibi Eunbi. Tangan kecilnya memukul-mukul pintu. Suaranya makin keras saat berkata, "Papaaaa!"

Bibi Eunbi mendesah pelan. Suaranya sekarang sedikit lebih tegas. "Minjun, sudah bibi bilang-"

Namun tiba-tiba pintu terbuka, memperlihatkan Junho yang tampak mengantuk dan Haneul yang bangkit dari alas tidur.

"Minjun, harusnya kamu menunggu ayahmu bangun," tegur Bibi Eunbi lagi. Wanita tua itu menatap Junho dan Haneul dengan penuh arti. "Apa kami mengganggu kalian berdua?"

"Eh, nggak, kok," jawab Junho buru-buru sambil mengusap wajahnya. Pipinya sedikit merona karena menyadarinya makna tersirat di balik pertanyaan itu.

"Kalian tidur nyenyak, kan?" tanya Bibi Eunbi setelah terkekeh pelan. Sementara itu Minjun akhirnya kehilangan kesabaran. Dia pun merengek dengan keras.

"Papaaaaa! Ayo main!" pinta Minjun sambil menarik-narik celana Junho.

"Sebentar, sayang," kata Junho dan menatap putranya dengan tatapan kelelahan sekaligus kasih sayang. "Papa pakai baju dulu."

Haneul yang sedari tadi memperhatikan percakapan itu kini berdiri di samping Junho. "Hai, Minjun."

Minjun menatap Haneul dan tersenyum lebar. Dengan cepat dia bergelayut di kaki Haneul. "Kak Haneul! Main!"

"Mau main apa?" tanya Haneul ceria.

"Petak umpet!" jawab Minjun dengan tatapan penuh harap, lalu melompat-lompat. Haneul tertawa pelan. Dia melirik Junho dan Bibi Eunbi, lalu mereka bergegas ke halaman belakang.

"Aku akan hitung sampai sepuluh!" kata Haneul pada Minjun, "satu... dua... tiga..."

Minjun segera mencari tempat sembunyi. Tubuh mungilnya menghilang di balik semak-semak dan pepohonan. Begitu selesai menghitung, Haneul mengelilingi halaman, mencoba menemukan Minjun.

Dia memeriksa beberapa tempat, tapi nihil. Kemudian dia melihat rambut dari balik semak dan mendengar suara Minjun yang terkikik. Dia pun menghampirinya dan berseru, "Ketemu!"

Minjun terkesiap dan berlari sambil tertawa, dan Haneul langsung mengikutinya. Mereka berdua mulai bermain kejar-kejaran. Haneul sekarang pura-pura menjadi zombie dan Minjun terbahak-bahak saat kabur darinya.

Di sisi lain, Bibi Eunbi dan Junho duduk di teras sambil menonton. Bibi Eunbi tertawa pelan, lalu melirik Junho yang terus menatap Haneul dan Minjun dengan senyuman di bibirnya.

"Sasil... na halmari isseo⁶⁵," kata Junho tiba-tiba. Dia terdiam, berusaha mengumpulkan keberaniannya. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia berkata, "Aku... suka laki-laki..."

Mata Bibi Eunbi sesaat melebar. Namun ekspresinya berubah pengertian. Dengan lembut, dia bertanya, "Haneul, kan?"

Junho mengangguk. Wajahnya memanas karena malu. Tatapannya terpaku ke Haneul yang tertawa riang dengan Minjun sebelum kembali ke Bibi Eunbi. "Kita pacaran..."

Bibi Eunbi terdiam sejenak, mengamati rasa takut dan khawatir di matanya. Senyumnya tetap hangat meski hatinya hancur saat mengingat Junho ditinggal istrinya dan membesarkan Minjun sendirian.

Dia menggenggam tangan pria itu, meremasnya lembut. "Kamu tetap Junho kecilku, dan bibi senang akhirnya kamu menemukan orang baru. Bibi hanya ingin kamu bahagia, Nak."

Tenggorokan Junho tercekat. Kenangan tentang masa lalunya kadang masih terasa menyakitkan. Namun lukanya mulai terobati setelah menemukan seseorang yang mencintainya dan menerima Minjun.

"Geuronikka... haengbokhaja⁶⁶," kata Bibi Eunbi. Air mata Junho lalu mengalir meski dia berusaha keras menahannya. Saat dia menangis, Bibi Eunbi dengan lembut merangkul dan memeluknya. "Aigoo, anakku sayang..."

Junho membenamkan wajahnya di bahu Bibi Eunbi. Tubuhnya gemetar karena tangisannya. Rasa sakit yang dia pendam akhirnya tumpah. Minjun yang masih bermain langsung cemas saat melihat ayahnya menangis. Haneul segera menggendongnya, lalu mendekati mereka.

"Papa...?" tanya Minjun ketakutan. Dia yang belum pernah melihat ayahnya menangis ikutan terisak. Setelah melepaskan diri dari Haneul, tangan kecilnya mencoba menyentuh wajah Junho. "Kenapa papa nangis? Eodi appa...?"

"Minjun-ah, uljima⁶⁷. Papa nggak sakit, sayang..." ucap Junho dengan suara gemetar. Matanya kini bengkak dan merah. Dia menggenggam tangan Minjun, lalu mengecupnya dengan lembut.

Isakan Minjun perlahan mereda saat Junho memeluknya. Hati Bibi Eunbi sedikit sesak melihat keduanya. Dia mengusap punggung Minjun sambil berusaha tetap tenang.

Haneul yang sedari tadi diam kini bertanya dengan penuh kekhawatiran, "Kamu nggak apa-apa?"

Junho mengangguk pelan dan mengusap air matanya. Dia mendekap Minjun erat, lalu membenamkan wajahnya di rambutnya dan menghirup aroma anaknya. Tangan mungil Minjun mencengkeram baju ayahnya.

"Orang dewasa juga bisa menangis, Minjun," kata Bibi Eunbi, "sama ketika kamu menangis karena sedih atau takut."

Minjun menatap Junho dengan berlinang air mata dan bibir yang gemetar. "Kalau begitu papa jangan sedih lagi, ya..."

Junho tertawa kecil saat menatap wajah polos putranya. Air matanya mengalir lebih deras saat dia mencium dahi Minjun. Mata Haneul berkaca-kaca menyaksikan betapa dalamnya Junho menyayangi putranya.

***

⁶⁵Sebenarnya ada yang ingin kukatakan.
⁶⁶Jadi berbahagialah.
⁶⁷Jangan menangis.

Gangsta DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang