Malam ini Athaya pulang terlambat lagi, dengan berbagai alasan Athaya mampu mengelabuhi seorang Mahira. Namun malam ini Athaya pulang dengan wajah yang penuh akan tekanan.
"Wajah kamu kenapa Mas?" Tanya Mahira yang malam ini mengenakan baju tidur berbahan satin dengan warna merah maron, memperlihatkan bentuk tubuh yang sempurna meskipun Mahira sudah melahirkan anak satu berusia lima tahun.
Athaya menatap Mahira dan menghela napas panjang, ini bukan waktunya Mahira menggodanya batin Athaya jengkel. "Kenapa kamu pakai baju seperti itu?"
Mahira meletakkan teh hangat dan duduk di sofa yang berhadapan dengan Athaya duduk. "Memang ada yang salah? Kita hanya berdua, dan aku istri kamu."
Mahira, perempuan yang sudah menemaninya enam tahun menjadi istri. Mahira yang cantik, Mahira yang sexy, yang pasti Mahira yang begitu menawan. Namun malam ini Athaya tidak bisa, dirinya merasa ada tekanan yang membuat dirinya tidak bisa berkutik.
"Kamu berselingkuh?" Ucap Mahira dengan wajah tenang, tak lupa kedua tangannya membuat gerakan yang melihatnya terpesona. "Aku tidak selingkuh." Jawab Athaya dengan nada suara yang meninggi seolah ucapan Mahira sangat melukai hatinya.
"Lantas apa? Meminta izin untuk menikah kembali?"
"Kamu tahu?" Athaya terperangah akan ucapan Mahira. Namun semua ucapan itu tidak ada nada amarah yang bisa Athaya lihat, hanya datar cenderung sudah bisa ditebak.
"Hahaha, Mas aku istri kamu. Dan aku sadar apa yang akhir-akhir ini kamu lakukan di luaran sana. Dan lagi kamu bertemu dengan Mba Hanan kan?"
Athaya terdiam, Hanan adalah mantan pacar Athaya sebelum menikahi Mahira karena perjodohan. Awalnya Athaya menolak perjodohan konyol ini, namun karena desakan kedua keluarga akhirnya Athaya mau membuka kesempatan untuk berkenalan dimana Mahira tidak seburuk Athaya pikir. Mahira perempuan dewasa dengan wawasan luas, tak jarang di netra Athaya hanya ada kekaguman.
Perjodohan itu membuat Athaya harus melepaskan Hanan, karena Athaya tidak bisa mengikat Hanan di hubungan yang semu. Hingga keduanya memutuskan untuk berpisah, enam tahun lamanya keduanya tidak berjumpa, dan baru beberapa bulan terakhir ini Athaya bertemu dengan Hanan kembali dimana keadaan Hanan cukup memprihatinkan.
Hanan sudah memiliki anak yang berusia tiga tahun, dimana Hanan baru saja berpisah dengan suaminya. Di saat seperti ini lubuk hati Athaya tersentuh, dirinya harus menggenggam tangan Hanan setidaknya sebagai pelindung dan jalan keluarnya adalah menjadikan Hanan istrinya.
"Aku ingin menikahi Hanan." Ucap Athaya dengan tatapan menunduk, kedua tangan mengepal. Sungguh ini keputusan yang bisa jadi akan merusak hubungan dengan istrinya tapi Athaya harus.
"Mas... Kamu ingat apa yang kita bicarakan sebelum aku memberikan hak kamu malam itu? Kalau kamu lupa maka aku akan mengulangnya kembali."
Dimana saat keduanya memutuskan untuk menikah, Mahira sudah menjelaskan apa yang harus dilakukan Athaya. Dimana jika Athaya berselingkuh maka Mahira akan melepaskannya. Mahira tidak membutuhkan pria untuk menjadikannya istri, karena Mahira yakin jika Mahira bisa hidup sendiri tanpa seorang pria apalagi sekarang Mahira sudah memiliki putra yang begitu lucu.
"Lebih baik Mas cepat kemasi baju-baju Mas." Tekan Mahira dengan berdiri dan melangkah menuju ke dalam kamar tidur.
Namun belum sampai di dalam kamar tidur, Athaya menarik tangan Mahira dan membuat tubuh Mahira terpelanting di dekapan Athaya.
"Aku tidak mau." Tekan Athaya dengan nada suara dingin. Dimana pandangan kedua mata Athaya bertemu dengan netra cokelat milik Mahira.
"Dan malam ini kamu menggodaku." Kedua tangan Athaya meremas pantat Mahira membuat tubuh Mahira terkejut, namun Mahira tidak marah. Karena Mahira masih sadar jika pria yang ada di hadapannya ini adalah suaminya.
"Bukankah tadi kamu menolakku?"
"Tidak ada kata penolakan." Hingga tak menunggu waktu lama untuk keduanya berbagi energi, memberikan kepuasan yang sejatinya keduanya inginkan. Tidak ada paksaan di sana karena Mahira cukup menikmati permainan dengan suaminya.
Apakah Mahira bertindak bodoh? Jelas tidak semuanya sudah Mahira pikirkan saat pertama kali mengetahui hubungan suaminya dengan Hanan. Dan memberikan hukuman dengan cara ini adalah pilihan yang tepat.
"Kamu masih sama dan akan tetap sama disini Sayang." Ucap Athaya tepat di depan daun telingan Mahira sesaat setelah Athaya sampai di puncak dan tubuhnya terjatuh di sisi Mahira.
Mahira yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum tipis. Tidak ada kata yang keluar dari bibir Mahira.
Hingga keesokan harinya Athaya terbangun kesiangan, membuka mata dirinya menatap ke langit atas hingga akhirnya Athaya tersadar jika Mahira tidak ada disampingnya.
Menepuk sisi ranjang yang kosong Athaya hanya mendapatkan kekosongan. Athaya bangkit, berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
"Ya, aku harus bicara dengan Mahira kembali." Tekan Athaya sebelum berjalan keluar kamar tidur dan menuju ke dapur dimana itu tempat favorit Mahira jika pagi hari.
Namun sayang, saat kakinya sampai disana Athaya tidak mendapatkan sosok Mahira bahkan putranya yang biasa tengah sarapan di kursinya pun ikut tidak ada.
"Mahira! Mahira!"
"Shakir! Shakir!" Teriak Athaya seperti kesetanan saat tidak mendapatkan sosok istrinya dan putranya. Bahkan dengan langkah yang begitu cepat Athaya sampai di kamar tidur Shakir namun sayang, bocah lima tahun itu tidak ada juga disana.
Mengambil ponselnya Athaya menelpon Ibu mertuanya, dan Ibu mertuanya mengatakan jika Mahira tidak ada disana.
"Tidak ada nak, Mahira tidak kesini." Mencoba berpikiran tetap tenang Athaya mencoba mencari informasi tentang Mahira dengan teman-teman dekat Mahira, namun semuanya seolah bungkam dan enggan menjawab.
"Gue gak tahu. Kan lu yang suaminya."
"Makanya jangan selingkuh."
"Gue gak selingkuh." Tekan Athaya.
"Nggak selingkuh tapi mau nikah lagi, ya sama saja."
Semua orang yang mengenal Mahira hanya bisa mengolok akan niatan Athaya.
Dimana waktu dua hari tidaklah cukup untuk mencari keberadaan Mahira.
Membuat Athaya harus tetap masuk kerja meskipun pikirannya terbang memikirkan Mahira dan Shakir.
"Sudah gue bilang, Mahira tidak akan mau. Sebaiknya perempuan pasti perempuan tidak mau diduakan. Apalagi diduakan dengan mantan." Tekan Angga salah satu teman Athaya yang bekerja di tempat yang sama.
"Good luck. Eh, tapi kalau lu beneran mau melepaskan Mahiran maka gue akan dengan senang hati mengambil Mahira jadi istri gue. Apalagi ada Shakir." Goda Angga yang berjalan terlebih dahulu meninggalkan Athaya sebelum Athaya menonjok wajahnya akibat ucapan sembarangannya itu.
"Sialan."
Tbc
Kelanjutannya bisa kalian baca di Karyakarsa
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story I (Karyakarsa)
General FictionKumpulan cerita Pendek (Hanya bisa di baca di Karyakarsa)