Mantan Istri

132 8 0
                                    

Sekarang tubuhnya jauh lebih gemuk, wajahnya juga berseri ditambah ada secercah kebahagiaan yang ada di hatinya. Itu adalah anggapan dari seorang pria yang selalu membuntuti mantan istrinya, Abisatya.

Sudah lebih dari satu tahun Abisatya tidak kehilangan momen dengan mantan istrinya meskipun mereka sudah resmi berpisah. Lebih tepatnya Laura yang menginginkan perpisahan ini.

"Kamu tambah cantik Laura." Senyuman terbit di bibir Abisatya saat ia berada di dalam mobil menatap pintu yang baru saja tertutup. Laura keluar tidak sendirian, dia keluar dengan putra mereka yang sekarang sudah beranjak lima tahun. Putra yang begitu lucu dengan segala tingkahnya namanya Kiano. Namun sayang, putranya itu tidak bisa mengambil hati Neneknya, dimana sejak awal Ibu Abisatya tidak pernah memberikan restu kepada keduanya.

Abisatya yang berada di antara dua persimpangan jalan merasa berat, ditambah tuntutan sang Ibu yang terbilang haus validasi membuat dirinya lelah. Dan membuat Abisatya menyerah dengan rencana yang dibuat Ibunya.

Sebuah pernikahan di bawah tangan tercipta membuat awal prahara rumah tangganya, meskipun awalnya Abisatya sudah bersepakat dengan calon istrinya tetap saja seorang perempuan membutuhkan pengakuan. Dimana perempuan itu datang ke rumah dan menceritakan semuanya kepada Laura. Membuat wajah perempuan yang selalu ceria itu berubah redub diiringi tangisan yang selalu mengisi setiap malamnya.

Sebagai istri Laura tidak memiliki kekurangan apapun, Laura baik, Laura bisa menjadi istri yang patuh, dan jelas Laura menjadi ibu yang baik. Namun semuanya tidak bisa membuat hati Ibu Abisatya terbuka, karena satu alasan Laura terlahir dari kalangan menengah tidak seperti dirinya yang bisa dikatakan kalangan berada di daerah ini.

Selesai memandangi rumah yang khusus Abisatya berikan kepada Laura, pria itu pergi menuju apartemen yang khusus ia huni setelah perceraian itu. Apartemen minimalis dimana di tempat ini ia bisa menerima semua takdir yang berjalan di hidupnya.

Jika kalian berpikir Abisatya hidup bahagia dengan melepaskan Laura maka jawabannya adalah tidak. Abisatya kehilangan semangat hidupnya, ditambah ia juga harus berpisah dengan Kiano.

Abisatya merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar tidur dengan pikiran terbang ke kejadian yang terjadi satu tahun belakang. Kejadian yang membuat hati Abisatya sakit.

"Jadi Mas nikahi Viona?" Suasana hening saat Viona menanyakan hal itu di ruang tamu yang diisi Abisatya, Viona, Laura, dan tentu saja Temy, Ibu Abisatya.

Abisatya terdiam menunduk, ia bingung harus memulai menjelaskan dari mana. Sedangkan Temy yang mendengar pertanyaan dari Laura menyambutnya dengan bahagia. "Iya, Abi sudah menikah dengan Viona."

Sontak jawaban itu membuat Laura kaget, dan tentu saja membuat hati kecilnya sakit. Sebagai istri ia sudah menjalankan tugasnya dengan baik, meskipun ia juga menggeluti sebuah pekerjaan dimana Abisatya mengizinkannya.

"Ya Tuhan." Hanya ucapan itu yang terdengar keluar dari bibir Laura. Berbanding terbalik dengan Viona dimana kedatangannya kesini ingin pernikahan mereka dilegalkan dan ini membutuhkan persetujuan istri pertama.

"Gak akan pernah, aku gak akan pernah mengizinkannya. Kalaupun kalian mau melegalkan pernikahan kalian maka Mas Abi harus menceraikan diriku." Mungkin pernikahan dengan beberapa istri itu diperbolehkan oleh Tuhan, tetapi sebagai manusia biasa Laura tidak akan siap. Laura hanya perempuan akhir zaman yang memiliki keterbatasan hati dimana kelapangan jelas tidak ia miliki.

Dan setelah kejadian itu rumah tangga Abisatya dengan Laura memburuk, Laura yang hanya melayani Abisatya seperlunya tidak pernah lagi mencurahkan cinta dan itu disadari oleh Abisatya.

"Maaf Yang, maaf." Ucapan permintaan maaf yang keluar dari bibir Abisatya tidak pernah meruntuhkan hati Laura dimana secara perlahan membunuh hati Laura. Dan itu membuat Abisatya memutuskan untuk melepaskan Laura. Karena Abisatya sadar semakin digenggam Laura akan semakin tercekik dan itu tidak baik untuk Laura.

Meskipun egonya tetap mengatakan sebaliknya.

"Aku akan melepaskan kamu. Semoga keputusan ini menjadi keputusan yang terbaik untuk kita." Ucapan yang secara sadar dikeluarkan oleh Abisatya dan ini membuat semuanya berubah.

Abisatya yang masih terpuruk di posisinya sedangkan Laura yang kembali menata hidup.

"Kamu tahu Laura, meskipun aku berpisah denganmu aku tidak akan pernah bisa melupakanmu." Bagaimanapun hubungan mereka sudah terjalin selama kurang lebih delapan tahun.

Abisatya bangun dan duduk di atas ranjang, menatap foto pernikahannya dulu. Dulu ia nampak tersenyum bahagia apalagi akhirnya keduanya bersatu menjadi suami istri.

"Kamu tampak cantik." Senyuman yang tercipta di bibir Laura menyiratkan isi hatinya dan itu membuat Abisatya terpesona.

****

Suara dering ponsel di pagi hari membuat Abisatya terganggu dimana dering ponsel itu semakin menjadi disaat ia tak langsung mengangkatnya. Abisatya yang merasa gemas mencoba meraih ponsel dan mengaktifkannya.

"Hallo?"

"Kamu dimana?"

"Apartemen. Ada apa?"

"Lebih baik kamu ke rumah sekarang."

"Buat apa? Aku tidak mau kesana lagi. "

"Please ini demi kebaikan kamu juga." Ucapan yang membuat Abisatya mau tidak mau akhirnya memilih bangkit, ini masih pukul tujuh pagi untuk pergi apalagi ini akhir pekan.

Disepanjang perjalanan Abisatya tidak menemukan clue untuk bisa datang ke rumahnya, namun saat ia memarkirkan mobil baru Abisatya merasakan kejanggalan.

Abisatya berjalan masuk untuk menemui Kakaknya, Seno dimana Abisatya tidak menemukan pria itu. Hanya beberapa orang asisten rumah tangganya yang menyambut. "Dimana Mas Seno Mba?"

"Loh kok kesini Mas? Bukannya langsung ke rumah sakit ya?"

"Kenapa harus ke rumah sakit?"

"Tadi Ibu jatuh Mas, dan sekarang Mas Seno dan Bapak membawanya ke rumah sakit. Eh ada satu lagi yang mengantar Mba Viona." Cerita yang membuat Abisatya merasa malas untuk datang kesana. Abisatya memilih untuk duduk di bangku belakang rumah sambil melihat beberapa hewan yang dipelihara oleh Papanya. Ada seekor kelinci yang menjadi objek yang ia amati, dimana kalau diingat kelinci itulah yang dulu dibeli karena permintaan Kiano.

"Kelinci kamu sudah besar Kian." Nampak dari posisinya, kelinci itu begitu gendut dengan kedua telinga yang sudah panjang. "Dulu kamu minta Papa buat belikan ayam warna warni, ini kelinci entah besok apa." Kiano memang memiliki hobi yang begitu unik dan Abisatya yakini lahir dari kebiasaan Laura.

"Aku rindu suasana disini." Meskipun hanya dengan Kiano, Abisatya sering menghabiskan momen disini.

"Kenapa gak langsung ke rumah sakit?" Ucapan yang membuat Abisatya menoleh dan menatap perempuan yang sudah tampil cantik dan menenteng tas besar, dimana Abisatya yakin jika itu keperluan Mamanya.

Tbc

Kelanjutannya ada di Karyakarsa ya.

Short Story I (Karyakarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang