Kanesya mengenal Adam sebagai seorang pria yang begitu baik dan yang jelas bijaksana. Dimana keduanya pertama kali bertemu saat berada di bangku sekolah menengah atas, saat itu Adam merupakan kakak tingkat Kanesya dan menjabat sebagai ketua OSIS.
Kedekatan yang sudah bertahun-tahun itu membuat keduanya yakin melangkah ke jenjang yang jauh lebih serius meskipun keduanya tidak pernah menjalin hubungan pacaran.
Hubungan keduanya layaknya air yang mengalir yang akan bermuara di sebuah mahligai. Itu yang Kanesya rasakan.
Ya, Kanesya menerima pinangan Adam.
"Yeyeee, akhirnya Kanesya resmi akan jadi istri orang." Teriak Sabrina yang melihat sahabatnya itu mengenakan cincin yang bertuliskan nama Adam.
"Gak usah teriak-teriak kenapa sih." Kanesya duduk di kursi belakang meja resepsionis, selama kurang lebih lima tahun Kanesya bekerja sebagai resepsionis. Meskipun hanya resepsionis tetapi Kanesya menyukainya, bukan masalah gaji atau gengsi tetapi jujur Kanesya menyukai pekerjaan ini.
"Ya, akhirnya seorang Adam melamar lo."
Kanesya mendengus sebal akan ucapan Sabrina kali ini. "Emang kenapa?"
"Ya kalian itu kaya pasangan tapi saat banyak orang yang tanya kalian hanya jawab just a friend." Ucap Sabrina sambil menirukan nada suara Kanesya. Ucapan yang seakan ejekan itu tidak membuat Kanesya sakit hati bahkan Kanesya hanya tersenyum simpul.
"Lah memang kita teman kok."
"Idih, menurut kamus hidup gue, laki sama perempuan itu gak akan bisa pure teman dan yang pasti salah satu ada yang baper." Apa begitu? Tapi menurut Kanesya selama menjalin hubungan pertemanan dengan Adam dirinya tidak pernah menggunakan perasaan.
Mereka memang murni berteman, dan memutuskan ke jenjang yang lebih serius karena menurut keduanya mereka bisa menjadi partner hidup. Ya, sesimple itu awalnya.
"Enggak semuanya deh." Putus Kanesya dengan merapikan beberapa dokumen yang ada di mejanya.
Kalau diingat setelah ajakan menikah dari Adam memang sikap dan perilaku Adam berubah, lebih ke arah perhatian.
Ah, mengabaikan ucapan Sabrina, Kanesya memulai pekerjanya kembali. Bagaimanapun pekerjaan ini yang mendukung kehidupannya sehari-hari.
Kanesya berjalan keluar menuju area parkiran, namun belum juga sampai disana Kanesya sudah dikagetkan dengan kehadiran Adam.
"Loh kok disini?" Adam tersenyum sebelum mendekat ke arah Kanesya. "Mau ajak kamu makan malam. Sekalian tadi lewat sini." Imbuhnya dengan menautkan tangannya ke tangan Kanesya. Kanesya yang menerima perilaku ini merasa seperti mimpi.
"Eh... Terus motor aku?"
"Tinggal aja, besok aku antar." Jawaban santai Adam membuat Kanesya sedikit lega, hingga keduanya sampai di sebuah kedai makanan.
"Tumben banget gak lembur." Ucap Kanesya mengawali obrolan malam ini. "Enggak, sudah aku selesaikan kemarin semuanya. Tadi tinggal sisa terus disuruh ke perusahaan yang berdekatan dengan perusahaan kamu."
"Oh... "
Kanesya mengangguk, sambil menunggu makanan mereka datang Kanesya mengajak Adam berbicara panjang lebar. Hingga keduanya lupa jika ada di kedai rumah makan.
"Sttt, gak usah teriak-teriak." Tegur Adam kepada Kanesya yang tertawa terbahak-bahak karena teringat akan cerita Adam waktu sekolah.
"Lah soalnya kamu lucu banget sih."
"Masalahnya ini di luar." Benar juga, Kanesya harus menjaga image. Kanesya menghentikan suara tawanya dan mengajak Adam untuk pulang.
"Kapan-kapan kita ke rumah Bunda yuk." Ajak Adam kepada Kanesya saat keduanya berada di dalam mobil. Kanesya mengangguk mengiyakan ajakan Adam. Bunda adalah panggilan untuk Ibu dari Adam. Dimana perempuan itu tinggal berpisah dengan Adam.
"Ayok. Kapan?"
"Akhir minggu ini ya."
"Oke." Hingga mobil yang keduanya tumpangi berhenti di sebuah rumah kecil dimana Kanesya menempatinya bersama kedua orang tuanya.
"Gak mau cium dulu?" Goda Adam saat Kanesya akan turun, Kanesya menoleh dan melayangkan tamparan lembut ke pipi putih milik Adam.
"Sakit Ke, masak sama calon suami kamu KDRT." Tegur Adam dengan suara yang dibuat seperti seorang korban. "Ih apaan sih, kan gak aku gampar."
"Tetap saja sakit."
"Sakit apaan yang langsung nyengir." Tuduh Kanesya dengan tangan membuka pintu mobil Adam. "Makasih ya Dam."
"Oke... Besok aku jemput."
Kanesya mengangguk, mengiyakan ucapan Adam.***
Kanesya duduk di bangku yang ada di belakang rumah Bunda ditemani es teh dengan camilan yang dibawah Kanesya dan Adam tadi.
"Dimakan nak."
"Iya Bun." Kanesya duduk ditemani Bunda karena Adam izin keluar katanya ada hal yang harus ia urus.
"Kanesya kenal dengan Adam sudah lama ya?" Kanesya mengangguk, keduanya memang sudah lama mengenal tetapi untuk tahu kehidupan masing-masing jelas tidak. Bahkan Bunda saja dikenalkan setelah Adam memiliki niat untuk menikahinya. "Iya Bun, dari SMA."
"Oh... "
"Satu kampus juga?"
"Enggak Bun, aku gak lanjut kuliah. Em... Bunda gak papa, kan?" Wajah teduhnya menatap Kanesya dan mengangguk. "Tidak masalah yang terpenting disini Kanesya dan Adam mau sama-sama."
Syukurlah, Kanesya bisa bernapas lega.
"Bunda titip Adam ya nak." Kanesya yang mendengar ucapan Bunda sontak menatap perempuan yang duduk bersamanya dengan raut wajah yang begitu teduh. "Em... Adam anak Bunda yang Bunda sayangi, Bunda berharap semoga Adam bisa diterima baik oleh istrinya.... Dan betapa beruntungnya Adam, jika calon istrinya adalah kamu."
Tangan lembut Bunda mengusap punggung tangan Kanesya. "Bunda percaya sama kamu nak, kamu akan menjadi istri yang baik untuk Adam."
Ucapan yang selalu Kanesya ingat, entahlah Kanesya merasa jika Adam menyembunyikan sesuatu setelah mendengar ucapan dari Bunda.Keesokan harinya Kanesya mencoba untuk tetap berpikiran positif bahwa ucapan dari Bunda mungkin sebagai nasihat keduanya kelak jika sudah resmi menikah.
"Eh ponsel lo kok bunyi terus sih." Tegur Sabrina saat mendengar suara notifikasi yang berasal dari ponsel milik Kanesya. Kanesya yang merasa tak enak langsung mengubah menjadi mode diam sebelum melanjutkan pekerjaannya.
"Gak dibuka dulu."
"Enggak ah, ada yang harus gue kerjakan." Putus Kanesya dengan menyelesaikan beberapa hal di layar komputernya. Hingga jam pulang kerja baru Kanesya membukanya, dimana disana ada beberapa notifikasi di Instagram dimana ada akun baru yang mencoba mengirimkannya pesan.
Tanpa menunggu waktu lama, Kanesya membuka dan boom, sebuah kabar yang membuat Kanesya tidak bisa berkata-kata akan isi dari pesan itu.
Ya, disana tertulis jika Adam pernah menjalin hubungan dengan seorang perempuan paruh baya dimana di duga Adam menggelapkan uang yang mereka sepakati untuk biaya menikah.
"Enggak... Gak mungkin Adam melakukan seperti ini."
@InangKoneng
Jadi lebih baik hati-hati Mba, saya sudah jadi korbannya.
Tekan pemilik akun yang memberikannya nasihat, namun kembali semua ini bagaikan boom waktu yang mampu meluluhlantakkan niat baik keduanya yang sudah ada di depan mata.
Adam yang saat itu mau menjemput Kanesya dikagetkan dengan wajah Kanesya yang begitu datar dengan pipi yang sudah lembab dengan air mata.
"Ada apa Ke?"
"Ada apa? Kamu mau menipuku hah!" Bukan ucapan sayang atau rindu tetapi makian yang Kanesya layangkan kepada Adam.
Tbc
Cerita ini ada di lapak baru, silakan mampir.
Short Story II
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story I (Karyakarsa)
Ficción GeneralKumpulan cerita Pendek (Hanya bisa di baca di Karyakarsa)