***
“Okay, semua bukti simpan baik-baik. Emilia, bukti kamu yang paling kuat, tolong jangan sampai hilang.”
Sedari tadi Om Surya berujar berisik. Perkataannya terus diulang berkali-kali. Kaleesha sampai hafal kalimat demi kalimatnya. Aster sampai jengah mendengar nadanya. Sementara Emilia? Agaknya hanya gadis itu yang masih bersemangat. Perkataan Om Surya terus ditanggapi. Sembari mengacungkan ibu jarinya ke udara.
“Okay, ayo berangkat.” Om Surya menaruh sendoknya di piring. Pria itu sudah selesai menyantap sarapannya. Ketiga remaja yang ada di sana berucap syukur secara serempak. Dari tadi mereka belum berangkat, karena menunggu Om Surya yang makannya lelet.
Kaleesha bangkit dari duduknya, “Om! Kita ke sana naik mobil aja! Kalau jalan kaki, keburu telat.”
Emilia dan Aster mengangguk setuju. Namun, kernyitan tak suka terpampang di dahi Om Surya. Sepertinya pria itu tak setuju.
“Biar sehat jalan kaki aja. Om lagi program diet, rencananya pengen turun 2kg!”
Bila mata Kaleesha berotasi malas, “NGGAK! pokoknya naik mobil! M-O-B-I-L!” ujar gadis itu dengan sangat ketus. Kaleesha berjalan menuju pintu keluar. Dengan kakinya yang ia hentak-hentak kasar.
Om Surya mendengus kasar. Pria itu bangkit dari duduknya, menyusul sang keponakan di luar. Meninggalkan Aster dan Emilia berduaan di ruang makan.
Sebenarnya, Emilia agak kaget dengan sikap kasarnya Kaleesha. Gadis itu melirik Aster. Namun Aster tidak bergeming, sepertinya sudah terbiasa dengan sikap kasar Kaleesha.
Emilia mendekatkan tubuhnya pada Aster. Mulutnya ia arahkan tepat berada di telinga pria itu, “Aster, Kaleesha emang gitu ya?” ujarnya dengan berbisik.
Aster yang mendengar itu sontak mengangguk, “Bahkan besi aja bisa dilelehin pakai tangan kosong.”
Sangat mustahil, dan jelas Aster sedang mengibulinya. Namun dengan polosnya Emilia percaya. “Hebat! Gimana caranya?” ujarnya dengan mata yang membulat lucu. Binarnya bersinar terang, terlihat sangat antusias.
Aster terkekeh gemas, “Lo percaya?”
Gadis itu mengernyit. Setelahnya, gadis itu ber-oh ria, menyadari sesuatu, “Kamu bohong ya?”
Lagi-lagi Aster terkekeh gemas. Emilia mengerucut lucu, merasa kesal karena sudah dikibuli.
“Mili, kalo ada yang nawarin permen, jangan diterima! Lo rawan diculik soalnya.” Aster bangkit dari duduknya. Tangannya terulur, mengajak Emilia untuk segera bangkit. Uluran tangan itu Emilia genggam. Dengan agak kesusahan, gadis itu bangkit dari duduknya.
Emilia mengernyit lagi. Ia mendengar suatu kata aneh dari kalimat Aster barusan.
“Mili?”
Aster mengukir senyum manis di wajahnya, “Nama lo Emilia kan? Gue panggilnya Mili aja ya. Kalau dipanggil Emil, nanti jadi nama cowok.”
Emilia tersipu malu. Dengan senyum canggung, gadis itu mengangguk patah-patah.
“O-oke? Terserah kamu aja.” Aster terkekeh lagi. Kemudian, pria itu menarik tangan Emilia. Membawa gadis itu keluar dari ruang makan.
“WOY! BURUAN!”
Suasana hangat itu tiba-tiba dirusak dengan teriakkan melengking Kaleesha. Aster menggerutu kesal. Kesabaran sahabatnya itu sangat tipis. Kalau sudah marah, teriakannya bisa membuat orang sakit jiwa.
“Eh, iya? Aster, ayo cepetan. Nanti telat!” Emilia malah ikut-ikutan panik. Dengan senyum teduh, Aster berusaha menenangkan.
“Gak usah panik. Si Kaleesha emang hobi bikin orang panik. Udah, santai aja,” ujarnya kelewat santai. Mengabaikan fakta, bahwa lima menit lagi bel sekolah berbunyi nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Lost My Serendipity | Jangkku ✦˚٭
Fanfiction"Gue juga sakit," lirih Raline pada insan yang ia anggap sebagai semesta. Berharap insan itu mengasihani, lalu segera mendekapnya dalam sunyi. Nihil, semuanya tidak sesuai ekspektasi. Insan itu berbalik, tersenyum timpang ke arahnya. "Olive lebih s...