***
“Look like an angel, walk like an angel, talk like an angle. But i got wise, you're the devil in disguise.”
Iya, memang benar seperti itu, kok.
Olive menampilkan seringainya yang terpampang pada pantulan kaca. Rambut sebahunya ia sugar, lalu ia jepit dengan aksesoris rambut. Ia terkekeh dengan penuh hina. Tatapan matanya seakan meremehkan tanah yang ia pijak.
“Orang-orang bodoh banget,” katanya congkak.
“Seriusan, mereka nggak curiga sama sekali sama gue?” tanyanya dengan nada menjengkelkan. Seringai bengisnya enggan luntur dari wajhnya. Persis sekali seperti iblis.
Laluna mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca. Matanya berusaha menatap Olive yang menakutkan. Ia menghela napas sejenak, lalu berusaha kembali bicara, “Lo k-kapan masuk sekolah?”
Olive mendengus kasar—agaknya tidak suka dengan pertanyaan milik Laluna. Ia menatap Laluna lamat-lamat. Yang ditatap hanya bisa menunduk takut, jatuh pada kuasa Olive. “Sampai Raline benar-benar masuk penjara lah!”
Tuhkan, memang iblis.
Dengan anggukan patah-patah, Laluna berusaha tersenyum kecut. Di hatinya yang paling dalam, ingin sekali ia membeberkan semua ini kepada publik. Berteriak dengan keras, bahwa Raline tidak bersalah. Namun, saat melihat senapan yang selalu Olive bawa, ia jadi takut.
“Olive ... Lo itu ahli tembak, ya?”
Dengan yakin, Olive menjawab; “Iya.”
Mereka berdua mendiami sebuah rumah kosong di salah-satu kawasan terpencil. Jauh dari sekolah mereka, sulit untuk digapai anggota kepolisian. Rumahnya kumuh, bau, jelek, usang. Bahkan kata Olive, rumah ini adalah tempat para pribumi disiksa oleh Jepang saat masa penjajahan.
Saat Laluna tanya kepada Olive, dari siapa ia mendapatkan tempat seperti ini? Olive dengan kekehannya menjawab santai, “Dari ayah gue.”
***
Aster kini berdiri di depan toko kue. Kaleesha bilang, besok adalah hari ulang tahun Olive. Toh, apa salahnya sedikit merayakan? Meskipun, Olive tidak ada di sini.
“Olive, semoga lo baik-baik aja....” Kaleesha berseru miris. Aster di sampingnya ikut mengaminkan. Berharap, Olive selalu dalam keadaan terbaik miliknya.
Kaleesha mendengus gusar, “Raline itu gila ya! Kenapa dia nggak ngaku aja!? Terus ngasih tau di mana Olive!?”
Sampai sekarang, si tersangka belum mau mengaku. Dan itu cukup membuat seantero sekolah geram. Sudah jelas ia pelakunya! Semua bukti sudah terpampang! Mengapa Raline masih mampu mengelak?
Aster terkekeh, “Dia sebenci itu sama Olive, ya....”
Kaleesha mengangguk setuju, “Nahkan! Gue bilang juga apa!? Jangan suka sama iblis kayak Raline.”
Aster bergidik geli. Tubuh bongsornya ia peluk sendiri. Terlalu jijik, mengingat bahwa dulu ia pernah jatuh ke dalam sosok Raline.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Lost My Serendipity | Jangkku ✦˚٭
Fanfic"Gue juga sakit," lirih Raline pada insan yang ia anggap sebagai semesta. Berharap insan itu mengasihani, lalu segera mendekapnya dalam sunyi. Nihil, semuanya tidak sesuai ekspektasi. Insan itu berbalik, tersenyum timpang ke arahnya. "Olive lebih s...