»--03--«

1K 115 40
                                    

Happy Reading

Sorry for the typo(s)

»--•--«

"Bubu kalau minta ciuman sama ayah bilangnya gimana?"

Naren sengaja melirihkan suaranya. Selama mendengar jawaban bubunya, ia bergumam sambil mengangguk-angguk. "Mmm oke. Kalau misalnya ayah gak mau?" Bibir bawahnya ia gigit dan matanya terpejam saat Kiran berkata bahwa Arjuna tidak pernah menolak setiap diajak berciuman. Ugh, ia tidak dapat menahan gejolak iri hati yang meluap-luap di dadanya. "Mobil pink yang bubu mau sudah sampai? Ihh adek juga mau tapi bingung minta ke siapa."

"Kan ada abang. Adek minta sama abang."

Meski Kiran tidak bisa melihat, Naren tetap menggeleng. Hidungnya yang bak dasun tunggal menghela napas samar. "Gak ah. Nanti adek ditegur papi lagi." Sebenarnya ini adalah salah satu alasan kenapa ia nyaman berada di antara Keluarga Rama karena mereka sangat memanjakannya. Sangat berlawanan dengan keluarganya sendiri yang sering memintanya berhenti menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak perlu, padahal menurutnya semua yang ia beli itu penting.

"Nanti bubu bela adek. Kalau bukan adek yang habisin uang abang, siapa lagi? Gak apa-apa. Percaya deh sama bubu. 'Kan lucu kalau bubu sama adek punya mobil yang warnanya sama."

Netra Naren berbinar senang mendengarnya. "Oke deh. Oh iya, adek minta izin buat cium kakak ya?" tanyanya yang diikuti oleh cekikikan mereka. Seusai mengucapkan terima kasih, panggilan mereka berakhir.

Akhirnya porsche pink impiannya akan segera terwujud.

Tawa bahagianya berderai pelan. Kelopak matanya terpejam dan tangannya mengusap-usap sprei, menikmati cahaya matahari yang menyapu lembut wajah cantiknya. Biar tahu mentari kian meninggi, ia enggan beranjak dari ranjang dan selimut kakaknya yang hangat.

Hari libur sangat cocok dihabiskan dengan bermalas-malasan bukan?

Akibat terlalu serius menyaksikan tontonan di ponsel, Naren tidak menyadari kedatangan Rama.

"Adek, bangun. Sarapan―Astaga! Kamu lihat apa?!"

Siapa yang tidak terkejut menangkap basah adiknya yang tengah menonton video tidak senonoh?

Tanpa pikir panjang Rama mengambil ponsel Naren. Ia menghembuskan napas panjang, bersyukur lantaran hampir saja dirinya kelepasan membentak yang lebih muda. Ya Tuhan, ia sungguh tidak habis pikir kenapa Naren menonton video orang berciuman. "Sarapan dulu," titahnya mengalihkan.

"Gak mau."

"Kenapa gak mau?"

"Kakak bohong! Katanya mau ciuman di rumah tapi sampai sekarang belum cium aku!" Setelah itu, Naren bergelung di dalam selimut seperti kepompong dan membelakangi yang lebih tua. Mau bagaimana lagi? Rama selalu menghindar dan enggan mengajarinya berciuman sehingga jalan satu-satunya adalah otodidak.

Rama menelan ludahnya. Bukannya tidak mau, hanya saja ia tidak bisa. Tidak mungkin ia mencium adiknya sendiri. Ia pun mendekati Naren dan duduk di sampingnya. Ia menjilat bibirnya ketika Naren bergeser menjauh dan menepis tangannya yang ingin menyentuhnya. "Kita bahas soal itu nanti. Sekarang sarapan dulu ya?" bujuknya melembut.

"Gak mau."

"Kalau adek mau sarapan, porsche pink yang kamu mau sudah parkir di halaman rumah besok pagi. Kakak janji."

Naren sukses dibuat bimbang. Porsche pink memang menarik namun ciuman dengan Rama merupakan mimpinya sejak berusia sembilan belas tahun. Di dalam selimut pipi gembilnya menggembung bergantian dari kanan ke kiri, menimbang matang-matang pilihan yang akan ia ambil. "Mau ciuman," putusnya.

What are We? [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang