Happy Reading
Sorry for the typo(s)
»--•--«
Mari mengulang apa yang terjadi di sore kala itu...
"Dek?"
"Hm?"
Harsa tampak menimbang-nimbang sesuatu sebelum meraih kedua tangan Naren untuk digenggam. Telaga yang teduh terajut dalam bola matanya di tengah bibirnya mengulas senyum yang menggetarkan hati. Alih-alih berkata, ia justru terpana karena ia menyaksikan senja berlabuh dalam nayanikanya.
Indah sekali. Terlebih kilau mentari yang keemasan berjatuhan di belakangnya. Apakah ada kata selain indah untuk menggambarkannya lantaran ia tak mampu selain terpaku.
"Mas?"
Mata Harsa mengerjap, sadar terlalu hanyut dalam kagum. "Sebentar, maaf. Mas lupa," ucapnya yang dihadiahi tawa pelan. Tawa itu... Semestinya ia ikut tertawa, tapi kenapa jantungnya berdetak kencang?
Naren tersenyum geli. "Mau bilang apa, sih?"
Ibu jari yang lebih tua mengusap-usap punggung tangan yang lebih muda. "Mau coba gak, Dek?"
"Coba apa?"
"Jatuh cinta."
Senyum Narendra perlahan mengabur, cukup terkesiap dengan jawaban yang ia yakini bukan candaan. Diam mengambil alih dirinya. Jujur, tidak mudah baginya mencabut sisa-sisa perasaannya untuk Rama kendati ia sedang berusaha melupakan kakaknya.
Ia butuh waktu.
Ragu yang Naren utarakan dibaca oleh Harsa. "Jalani aja dulu. Soal hasilnya nanti, jangan dipikirin." Apa yang ia katakan bertentangan dengan apa yang ia lakukan sebab ia mencintai Naren tanpa mencoba.
Si cantik menggeleng. Ia tidak mau menyakiti Harsa andai kenyataannya tidak seindah bayangan mereka. Ia takut menjadi sembilu yang menghunus Harsa dan membuat jagat dalam hatinya celaka.
Ia tidak ingin menjelma sebagai luka.
"Kalau nanti aku buat kamu kecewa atau bahkan lebih dari itu, gimana? Aku gak mau, Mas. Aku gak mau jadi jahat."
"Gak akan, Dek. Mas pernah bilang kalau kita gak bisa memaksakan perasaan 'kan? Kalau nanti memang gak bisa, kita akhiri baik-baik." Naren yang membuang pandang Harsa panggil namanya. "Ada lagi yang buat kamu resah?"
"Gak tahu, Mas. Aku bingung."
"Mau atau engga?"
Naren menggigit bibirnya sembari mengamati tangannya yang digenggam. Apakah ia boleh mencoba padahal masa lalunya belum selesai? Laguna di hatinya disapa gelisah dan ia tidak pernah mengira menemukan penawarnya saat manik mereka beradu. Kepastian yang terpercik di sana tidak pernah ia jumpai dalam netra bulat seseorang.
Senyum yang Harsa ukir tidak pernah secerah ini melihat jawaban yang Naren beri. Setelah itu, ia menarik pinggang Naren mendekat kemudian menciumnya. Awalnya hanya menempel, namun Naren yang mengalungkan lengan ke lehernya menjadi pertanda bahwa ia boleh melakukan lebih.
Jelas ia enggan menyia-nyiakannya. Dengan lembut ia menghisap bibir bawah si manis. Senyumnya tertahan merasakan hisapan malu-malu dan kaku di bibirnya.
Harsa dan Naren terus berciuman tanpa tahu ada sepasang mata yang terluka dari jauh.
»--•--«
Perjanjian konyol di antara Harsa dan Narendra resmi berakhir. Siapa sangka dua insan yang semula seperti kutub magnet ini terjebak ke dalam permainan mereka sendiri? Dengan selesainya perjanjian tersebut, Naren memutuskan tinggal di rumahnya. Tidak ada perubahan yang signifikan dalam hari-harinya kecuali tuan besar yang dari waktu ke waktu semakin tengil dan gemar menjahilinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
What are We? [MarkMin]
FanficSaling mengenal sejak kecil dan melewati banyak hal bersama tidak membuat Rama menaruh perasaan lebih kepada Narendra, si cantik yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Benarkah atau justru dirinya yang tidak mengerti perasaannya sendiri?