»--16--«

261 60 26
                                    

Happy Reading

Sorry for the typo (s)

»--•--«


"Dek, please."

"Gak mau! Mas tuh gak bisa!"

"Bisaa."

Narendra tetap menggeleng, menolak keinginan Harsa yang ingin memoleskan lip tint di bibirnya. Kalau Citra yang melakukannya, ia percaya mengingat wanita cantik itu sudah sangat ahli. Tapi Harsa? Ia tahu kemampuan pria Sadana ini nol besar alias tidak bisa. "Nanti berantakan."

Sama seperti Naren yang keras kepala, Harsa juga berkepala batu. "Engga. Janji deh pasti rapi. Mau, ya?" bujuknya, pantang menyerah.

"Aku gak butuh pakai lip tint." Bola mata si manis bergulir ke atas mendengar Harsa yang mengucapkan tidak apa-apa. Toh bisa dihapus. "Percuma juga soalnya kita 'kan mau makan."

"Makanannya aja belum datang."

"Kalau jelek aku hapus."

"Yes! Tenang aja, Dek. Gak akan jelek kok. Percaya sama mas."

Tatapan Naren sangat sangsi dan terlihat tidak yakin, takut hasilnya kurang memuaskan. Meski demikian, ia membiarkan Harsa melakukan apa yang dia inginkan. "Lihatnya ke bibir. Bukan ke akuu," tegurnya. Telunjuknya mendorong pelan dahi Harsa yang menatapnya lekat.

Harsa terkekeh. "Coba kamu gini," titahnya lalu menempelkan belah bibirnya yang menimbulkan bunyi pa berulang. Tawanya sukses mengundang kerutan curiga di kening pujaan hatinya.

"Pasti berantakan 'kan?" Naren buru-buru menyalakan kamera ponselnya untuk memeriksa. Lirikan tajam ia layangkan pada pria yang masih cengengesan tidak jelas. Ia lantas menarik selembar tisu miliknya dan mengelap bibirnya yang dijadikan Harsa sebagai kelinci percobaan.

"Sini biar mas aja. 'Kan harus tanggung jawab."

Tidak mempunyai tenaga untuk berdebat, Naren mengalah lagi. Seharian mencoba wahana di taman bermain benar-benar menguras habis energinya kendati tidak ditampik itu menyenangkan. "Mundur." Mereka hampir tak berjarak sehingga ia bisa merasakan hembusan napas Harsa menerpanya.

"Kenapa harus?"

Naren memukul pipi Harsa karena ia mengerti ke mana mata yang lebih tua mengarah. Untuk mencegah hal-hal yang tidak senonoh―apalagi mereka ada di tempat umum―ia segera mengambil tindakan. "Sini aku ajalah! Mas lama!" sungutnya.

"Iyaa, ya ampun." Dengan telaten Harsa menghapus karyanya yang bisa dibilang kurang rapi. "Kemarin ngapain aja?"

"Kerjalah." Naren merengut dan menggembungkan pipinya bergantian. "Cape deh. Jadi sugar baby aja kali, ya?"

"Ide bagus. Nanti mas daftar."

Sebelum Naren sempat menanggapi guyonan Harsa, makanan yang mereka pesan datang lebih cepat. Air liur hampir jatuh dari mulutnya melihat satu per satu piring yang ada di atas meja. "Kok gak di makan? Gak ada kacangnya kok, Mas."

"Gak difoto dulu?"

"Gak ah. Soalnya aku lapar. Asal mas tahu, aku nahan lapar dari kita naik roller coaster."

"Kok gak bilang?"

Naren membalasnya melalui kedikan bahu. Ia sendiri tidak tahu kenapa cacing-cacing di perutnya tidak unjuk rasa seperti biasa. "Hari ini seru banget walau antriannya lumayan panjang. Kapan-kapan ajak aku jalan-jalan lagi ya, Mas?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What are We? [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang