4.

408 20 2
                                    

🍒

Kiara masih ingat bagaimana rasanya ketika dengan mata kepalanya sendiri dia melihat sang kekasih bercumbu mesra dengan sepupunya. Di apartemennya, di kamar yang memang sengaja Kiara berikan untuk Nabila.

Bahkan kata sakit tidak sebanding dengan apa yang dia rasakan saat itu. Dunianya bukan hanya jatuh, pijakannya tidak saja runtuh. Tapi segala yang ada disekitarnya serasa menjadi debu. Mimpi indah yang selama ini dia bayangkan seketika terasa bagai fana. Jantungnya seakan berhenti saat itu juga. Tetapi air mata tidak bisa jatuh kala itu.

Ketika Nabila dan Bara meminta maaf, telinga Kiara seakan tuli. Dia tiba-tiba menjadi seseorang yang cacat. Pandangannya buram, telinganya berdeting, jantungnya bertalu dengan cepat. Nafasnya langsung menjadi pendek.

Hidupnya seakan tidak lagi memiliki arti ketika keduanya mengaku saling mencinta dan tega menghianati Kiara.

Selama hampir setengah tahun Kiara berjuang untuk menerima semuanya. Selama itu pula Kiara tidak bisa menelan apapun. Bahkan saat air putih yang coba dia telan untuk membasahi tenggorokannya, langsung keluar dan menjadi muntahan. Tubuhnya kurus dan dia kurang tidur. Bahkan beberapa kali Kiara hampir mencoba mengakhiri hidupnya.

Sampai akhirnya sebuah tamparan menyadarkannya.

Ibu kandungnya datang bersama tante Sintia. Ibu dari Nabila. Tawa Kiara terdengar begitu kencang saat itu. Begitu kencang sampai tawa itu menjadi sebuah tangisan kelam. Dan setelah tangisan itu Kiara berjanji itu terakhir kalinya dia mengeluarkan air mata untuk mereka. 

Setelahnya, Kiara tidak pernah mau lagi berhubungan dengan keluarga dari pihak sang Bunda. Bahkan dia jarang menghubungi ibu kandungnya itu. Hanya sebulan sekali saat dia mengirimkan uang untuk biaya kehidupan keluarganya dan untuk biaya sekolah sang adik. Hanya sebatas itu. Selanjutnya, Kiara bagaikan hidup seorang diri di kota ini.

"Kak. Lo beneran enggak apa-apa?" sebuah suara menyadarkan Kiara dari lamunanya.

Lalu tubuhnya secara refleks menjauh sampai punggungnya berciuman kencang dengan pegangan sofa.

"Ad....."

Sakit cuukkk.

Eden yang melihatnya langsung mendekati Kiara dan kembali mengelus punggung wanita itu untuk sedikit meredakan sakitnya.

"Enggak usah kaget kali Kak. Gue bukan setan kok."

Eden berhenti dengan pekerjaannya dan menatap Kiara jenakan.

"Lo-lo ngapain disini?" tanya Kiara lalu menatap sekeliling.

"Lo amnesia kak?" Eden tersenyum dengan jenaka. "Lo sendiri yang tadi narik-narik baju gue buat masuk ke apartemen lo."

Kiara berdiri dengan mulut terbuka.

"Gue? Gue narik baju lo?" tanya Kiara tidak percaya.

Eden mengangguk dan menunjukkan sisi kaosnya yang sedikit kusut.

"Nih kaos gue ampek kusut gini."

Kiara menelan ludahnya dengan pelan. Lalu melirik kearah Edn yang sekarang seperti mengelus kaosnya itu dengan telapak tangannya yang besar.

"Sori." ucapnya.

Eden hanya mengangguk dan tersenyum dengan cerah.

Kiara memperhatikan cara berpakaian Eden. Kaos over size berwarna putih, celana kargo panjang berwarna pastel, slingbag hitam dan kalung berbentuk rantai kecil yang tergantung di lehernya. Ah dan jangan lupakan beberapa tindikan yang ada ditelinga bocah itu. Penampilan Eden terlihat kontras dengan pakaian kerja yang Kiara kenakan saat ini. Walaupun dia hanya seorang penulis tapi karena tadi dia ada meeting dengan Banyu, maka diharuskan Kiara mengenakan pakaian sedikit formal.

i'm a Cherry on Top Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang