9

61 12 4
                                    

JANGAN MENJADI SILENT READER
TINGGALKAN JEJAK KALIAN ⏬⏩
.
.
.
"Perempuan tidak boleh terluka"

~°°°^•••^°°°~

Ingin menikmati keindahan terbitnya matahari, para mahasiswa itu berangkat dari penginapan pada pukul tiga pagi. Letak penginapan tidak begitu jauh, sekitar empat puluh lima menit untuk bisa sampai di puncak. Menggunakan Jeep Bromo tentunya, untuk menghemat waktu dan tenaga. Namun, pemberangkatan Jeep juga memiliki jadwal, guna menghindari kemacetan.

Tidak hanya itu, untuk menuju puncak di mana sunrise itu bisa dinikmati, para pengunjung juga harus berjalan kaki.

Jeep hanya bisa ditumpangi maksimal enam orang saja. Namun, alangkah lebih baik lima orang sudah cukup. Hal itu membuat Gazel dan kedua temannya tidak bisa satu Jeep dengan Neithen dan kawan-kawan.

"Mohon maaf kami tidak bisa menampung, Jeep sudah penuh. Sorry ye!" ucap Varen lalu memasuki mobil.

Gazel menekuk wajahnya kesal.

"Udah naik yang lain aja," kata Sahila.

"Kalian kenapa masih di sini? Ayo naik!" ajak Sam yang sudah memastikan semua mahasiswanya dengan aman.

Dengan wajah malas Gazel pun menaiki Jeep diikuti oleh Sahila dan Aira.

Sebetulnya semua sudah diatur sebelum pemberangkatan. Bahkan berapa Jeep yang akan disewa pun semua sudah aman. Namun, para mahasiswa tidak semua bisa diatur dalam hal berkelompok. Termasuk Gazel.

Anak itu berharap bisa satu Jeep dengan kelompok Neithen, karena kapasitas Jeep yang ditumpangi masih tersisa satu orang. Namun lagi-lagi Varen menolak dengan sikap tengilnya. Tentu saja dia tidak akan membiarkan gadis itu masuk ke dalam kelompoknya. Bukan apa-apa, tapi Gazel tidak sendiri, melainkan ada Sahila dan Aira yang juga ikut bersamanya.

"Nyetirnya nggak bisa pelan-pelan apa, Pak? Grasak-grusuk begini," keluh Gazel.

"Emang jalannya begini, Mbak," kata sopir.

"Kamu pikir ini tol," timpal Sam yang duduk di samping sopir. "Namanya juga naik gunung," tambahnya.

"Perut saya kasian, Pak. Mana belum makan lagi," sahut Aira seadanya.

"Makan mulu otak lo!" timpal Sahila.

"Kalo nggak makan gimana mau naik gunung? Jalan juga butuh energi," balas Aira.

"Ya nggak jam segini juga kali!" desis Sahila.

"Pala gue tambah pusing tau nggak denger lo berdua!" decak Gazel.

"Nggak di kampus, nggak di luar, kalian ini beranteeem mulu!" sahut Sam merasa heran.

Tiga anak gadis itu seketika diam dan mulai menikmati perjalanan.

Selama perjalanan, dalam Jeep Gazel terlihat cukup tenang setelah ocehan itu mereka hentikan.

Berbeda dengan Jeep yang ditumpangi Neithen, selama perjalanan tidak ada heningnya. Ocehan-ocehan tidak penting selalu terdengar dari dua anak muda, Mesya dan Varen.

"Tapi menurut gua sunrise lebih indah daripada sunset," ucap Varen.

"Itu menurut lo. Menurut gue sunset lebih indah dibanding sunrise. Gue gak bilang sunrise nggak indah, cuma lebih indah sunset aja gitu. Soalnya sunset tuh bikin tenang nggak, sih? Kalo sunrise kan lama-lama terang, jadi panas," balas Mesya.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang