36

19 4 3
                                    

HAPPY READING!
.
.
.
"Besok kita harus ke Amsterdam"

(⁠≧⁠(⁠エ⁠)⁠≦⁠ ⁠)

Satu malam sebelum pernikahan dilaksanakan. Hanya tinggal menghitung jam status Nara akan berubah menjadi seorang isteri. Hari yang tidak diinginkan itu pada akhirnya tetap ia temukan. Di tengah orang-orang yang sibuk mempersiapkan acara, Nara memilih untuk tetap di kamar. Mengenang kembali kebahagiaan bersama Neithen, tentu itu yang sedang ia lakukan sekarang. Hanya senyuman di bibir dengan air mata yang mengumpul di pelupuk, begitu tawa dan senyuman hanya bisa ia tatap dalam layar handphone.

Sebagai keluarga yang berpengaruh Nesta mengadakan acara pernikahannya di hotel mewah yang ia pilih. Tamu yang akan datang bukan sembarang orang, melainkan para pejabat yang pastinya akan turut hadir. Oleh karena itu, baik keluarga Nesta maupun Nara, semua sibuk mempersiapkan acara. Sebagai calon pengantin Nara dibiarkan untuk istirahat di rumah. Khawatir terjadi sesuatu, Nesta mengirim dua security untuk berjaga di rumah Nara.

Lelaki itu sendiri juga memilih untuk tetap di rumah. Kebahagiaan yang dinantikan selama ini akhirnya dalam hitungan jam akan segera tiba. Rasanya tidak sabar untuk segera hari esok, melihat sang pujaan hati dengan gaun cantiknya. Nesta tersenyum, membayangkan betapa indahnya itu jika terjadi malam ini juga. Memang gila. Tapi itulah cinta Nesta.

Berbeda dengan Nesta yang tengah berbahagia, Neithen justru terluka. Ia benar-benar merasa terpukul dan tidak sanggup rasanya menerima kenyataan bahwa esok adalah hari patah hatinya. Sudah lebih dari satu jam Neithen mondar-mandir gelisah. Tidak mungkin adalah kalimat yang selalu melintas dalam pikirannya.

"Apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Apa cintaku berlebihan sehingga Engkau marah padaku?" Neithen terduduk lemah di lantai, bersandar pada dipan.

Untuk beberapa saat ia hanya terdiam, bengong. Mungkin siapa pun akan melakukan hal yang sama jika mengalaminya. Siapa yang senang ketika orang yang kita cintai harus menikah dengan orang lain?

"Ide yang bagus, Neithen. Pokoknya kalo gue dijodohin lo harus bawa gue kabur."

Sontak Neithen tersadar dari lamunan. Duduknya tak lagi lemah. Perkataan Nara Minggu lalu membuatnya terdiam berpikir.

Di waktu yang sudah malam itu Neithen akhirnya memutuskan untuk menemui Nara. Tepatnya pukul sebelas malam ia bersama motor beat jadul kesayangannya keluar dari gang sempit menuju jalanan kota. Pertanyaan Faida pun ia jawab dengan sebuah kebohongan. Rumah Varen adalah alasan.

Di kamar sana Nara pun masih duduk melamun. Ia duduk di balik jendela kamar yang sengaja gordennya ia buka, guna melihat langit malam yang ia harap dapat menenangkan. Meski ketenangan hidupnya sudah ia labuhkan pada Neithen.

"Neithen." Di tengah lamunan itu ia tak sengaja mendapati Neithen di depan sana. Sontak ia terkejut, membuat kelopak matanya menyipit.

Nara bangkit dari kursi duduknya, membuka jendela kamar, mengamati seseorang itu lamat-lamat. Tidak ada yang salah. Itu benar Neithen. Rasa ingin menemui lelaki itu menjadi semakin menggebu-gebu. Ingin rasanya keluar dan berlari memeluknya, namun security sedang duduk di bawah sana.

Amat sangat gelisah. Nara mondar-mandir mencari cara untuk menemui lelaki itu. Melalui jendela ia kembali mengintip Neithen di depan sana. Tampaknya lelaki itu sedang mengotak-atik keyboard dalam handphone. Pesan yang diketik itu langsung masuk pada handphone Nara.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang