VOTE DULU WEEEH
HARGAI AUTHOR JANGAN MENJADI SILENT READER ☝️
.
.
.
"Aku masih mengingat ketika tangan kecil itu melambai ke arahku"ლ(^o^ლ)
Nara pergi dari rumah dengan menaiki taksi yang sudah ia pesan. Arthur pun tidak mengekangnya untuk keluar hari ini. Selain karena hari ini libur, Arthur juga tahu bahwa orang yang akan Nara temui adalah Neithen.
Sampai detik ini Nara belum mengetahui di mana rumah lelaki itu. Ia hanya tahu bahwa kedai sayur dan buah-buahan itu adalah milik keluarganya. Hari ini Nara pergi ke sana. Meskipun ia tidak tahu apakah lelaki itu ada atau tidak.
Begitu keluar dari taksi Nara melihat ke arah sepanduk kedai. Bibirnya tersenyum tipis ketika kedai itu dilihatnya buka. Dengan penuh harapan Nara melangkahkan kakinya menuju kedai. Tidak ada Neithen yang Nara lihat di sana, Faida juga tidak ada. Hanya ada seorang gadis dengan rambut diikat yang sedang menyusun buah.
Nadine. Gadis itu tak sengaja mendapati Nara yang tengah berdiri tanpa menyapa. Nadine memperhatikannya seksama. Nara memberikan senyuman, kemudian dibalas kaku oleh Nadine.
"Mau nyari buah apa, Kak?" Nadine bertanya, berusaha untuk melayani sebagaimana ia melayani pelanggan yang lain.
"Enggak." Nara menggeleng kaku. Nadine memandangnya bingung. "Nyari orang?" Nadine menebaknya.
Nara pun tersenyum. "Neithen ... ada di sini?" Ia membuka suara.
Nadine kembali memperhatikannya. Ia mengingat kunjungan Minggu lalu ke rumah sakit, lalu Neithen membicarakan tentang seorang gadis bersama Varen. Apa gadis ini orangnya?
Nadine tersadar. "Abang ... Abang lagi ke—" Nadine menahan ucapannya, begitu mendapati Neithen yang baru saja tiba dengan motornya. Nara ikut menoleh mendengar bising motor yang berhenti.
Tatapannya hinggap pada seorang lelaki dengan celana pendek dan kaos polosnya. Cukup sederhana memang. Tapi itu lah Neithen dengan segala kekurangannya.
"Nara," Neithen bergumam, melepaskan kunci dari motor, meraih kantong plastik yang menggantung, kemudian melangkah memasuki kedai. Sebelum itu ia berhenti di hadapan Nara.
"Ada apa kamu kemari?" Neithen bertanya. "Apa Nesta berbuat sesuatu lagi?" Rasa khawatir itu ternyata masih ada.
Nara menggeleng saja. "Ada yang mau gue omongin sama lo. Penting!" bisiknya.
Neithen menoleh pada Nadine yang memperhatikannya, lalu memilih untuk masuk lebih dulu, menaruh makanan yang dibelinya. Kemudian kembali pada Nara yang masih berdiri di luar.
Di depan kedai terdapat dua kursi, di sanalah mereka duduk. Neithen yang mengajak, agar lebih tenang mengobrol.
"Hal penting apa yang membuatmu sampai kemari?" Neithen bertanya lagi.
"Hal yang sama yang lo bicarakan sama Papa," Nara menjawab.
Neithen menoleh, menatapnya, namun tak berkata apa-apa.
"Papa minta gue nikah sama Nesta," Nara berucap setelah mengumpulkan banyak mental. Tatapan Neithen seketika datar, seakan nyawanya telah direnggut. Perlahan ia mengalihkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) END
Roman d'amour"Dia taat pada Tuhannya, tapi Tuhan yang berbeda" -Narafa "Orang yang kucintai harus terluka karena orang yang mencintaiku. Aku terjebak dalam permainannya." -Narafa