Hai hai! Jangan lupa vote dulu sebelum membaca!
JANGAN MENJADI SILENT READER!!!"Wajahnya tenang"
.
.
."Gue pikir lo nggak jadi balik," ucap Mesya, begitu Nara turun dari mobil dan berjalan ke arahnya.
Nara hanya memberikan senyuman tipis, tidak memberi tanggapan mengenai perkataan Mesya.
"Kapan lo sampe? Dari Surabaya, kan?" Mesya bertanya lagi, pasalnya, sahabat kecilnya itu tidak memberi kabar.
"Semalem. Sekitar jam sepuluhan," jawab Nara seraya melangkah. Mereka berjalan sejajar memasuki kampus.
Kembali ke Jakarta bukanlah keinginan Narafa yang sebenarnya, apalagi harus ngekost sendirian tanpa satu pun keluarga. Namun, setelah kepulangan sang nenek di Surabaya, gadis berusia dua puluh tahun itu tidak memiliki siapa-siapa lagi.
Ya, kedua orang tuanya masih di luar negeri, tepatnya di London. Selama lima tahun terakhir Nara tinggal di Surabaya dengan sang nenek.
"Gue seneng akhirnya kita bisa satu kampus lagi. Lo tau? Pas lo ngabarin gue kalo nenek lo meninggal, terus lo bilang mau melanjutkan kuliah di Jakarta. Sumpah! Gue seneng banget." Begitu antusias Mesya bercerita hingga membuat Nara mengernyit heran.
"Maksudnya ... gue seneng lo kembali ke Jakarta. Bukan seneng karena nenek lo meninggal. Gue juga turut berdukacita," ucap Mesya meluruskan maksudnya—diakhiri dengan nyengir kuda.
Nara mendengus. "Tapi gue yang males," cakapnya, membuat Mesya memasang wajah datar.
"Lo nggak seneng kita belajar bareng lagi?" Mesya bertanya.
"Bukan gitu. Udahlah! Gue nggak mau bahas." Gadis itu memasang wajah malas, lalu duduk di kursi yang tersedia di kantin.
Sambil duduk Mesya berkata, "Hari ini gue mau ajak lo nonton."
"Gue lagi males nonton. Mau filmnya sedih, horor, bahkan komedi sekali pun gue nggak mau. Gue lagi males ngapa-ngapain," kata Nara berucap panjang.
Mesya menautkan kedua alisnya bingung. Masalahnya, ia belum mengatakan acara apa yang akan ditonton, tapi Nara langsung beranggapan bahwa Mesya mengajaknya nonton bioskop.
"Na, emang lo tau gue mau ngajak nonton apa?" tanya Mesya, ekspresinya tampak menunggu jawaban Nara.
Nara mendengus lagi, lalu menatap Mesya seraya berkata, "Apa lagi kalo bukan film kesukaan lo? Bosen gue nonton film horor."
"Siapa juga yang mau ngajak lo nonton film horor? Makanya dengerin gue dulu!" desis Mesya. "Gue mau ngajak lo nonton bola," cakapnya, memberitahu maksud yang sebenarnya.
"What?!" Nara tentu terkejut. "Lo serius ngajak gue nonton bola?" tanyanya heran.
"Anak olahraga mau tanding. Kakak kelas kita."
"Nggak ah! Males. Pusing pala gue nonton bola satu direbutin," tolak Nara, memang tidak menyukai cabang olahraga ini.
"Lo harus nonton. Pemainnya cakep-cakep. Ada satu cowok, namanya Kak Neithen. Sumpah! Dia keren banget mainnya. Tapi ... ya ... dia pendiem orangnya," ucap Mesya menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) END
Roman d'amour"Dia taat pada Tuhannya, tapi Tuhan yang berbeda" -Narafa "Orang yang kucintai harus terluka karena orang yang mencintaiku. Aku terjebak dalam permainannya." -Narafa