35

19 4 3
                                    

HAPPY READING!
.
.
.
"Kasih telah usai"

ᕙ⁠(⁠ಠ⁠ ⁠ਊ⁠ ⁠ಠ⁠)⁠ᕗ

Dari tiga surat undangan yang diberikan Venny, hanya Mesya yang paling penasaran. Masih dengan senyuman utuh mendengarkan Venny yang tengah berbicara, Mesya menyempatkan waktu untuk melirik pada undangan yang kokoh dalam genggaman. Nama 'Narafa' terpampang jelas di sana bersanding dengan nama 'Nestapa'. Sontak Mesya melotot, terkejut. Atensinya langsung beralih pada Nara, gadis itu berwajah pucat pasi. Rasanya belum percaya, Mesya kembali mantap nama Narafa yang sudah jelas tertulis dalam undangan.

Tidak percaya. Sama sekali tidak. Ekspresi Mesya menjelaskan semuanya. Kini Mesya mengalihkan atensi pada Neithen, lelaki itu tampak masih tersenyum mendengarkan obrolan Venny. Mesya akhirnya menyikut pelan tangan Varen, yang sama halnya dengan Neithen—mendengarkan obrolan Venny.

Gerakan mata yang Mesya tunjukkan mampu membuat Varen mengerti. Lelaki itu melirik nama calon pengantin yang tertera jelas di bagian depan cetakan surat. Tak kalah terkejut Varen melotot—menatap tulisan 'Narafa' dalam undangan. Ia menoleh pada Mesya, gadis itu menggelengkan kepalanya. Lalu Varen mengalihkan pandangan pada Nara, gadis itu masih dengan ekspresi yang sama.

Varen akhirnya menyeletuk, "Boleh kita buka, nih, undangannya?"

"Oh, boleh dong," sahut Venny.

Fokus Neithen akhirnya teralihkan. Sedari tadi lelaki itu fokus mendengarkan obrolan Venny. Memang tidak pernah kehilangan sopan santun dan sikap ramahnya. Karena perkataan Varen undangan yang masih digenggam Neithen lihat dengan jelas. Ia hendak membukanya, namun lebih dulu terkejut melihat nama perempuan yang bersanding dengan nama 'Nestapa'.

Sungguh, jari-jemari Neithen tiba-tiba saja bergetar. Sebelum melanjutkan niatnya untuk membuka, ia menoleh pada kedua temannya. Ekspresi dua anak muda itu mampu menjelaskan bahwa itu benar. Perlahan Neithen alihkan pandangan matanya itu pada Nara, gadis itu menggeleng. Air mata terlihat jelas mengumpul di pelupuk matanya.

"Lo semua pasti kaget, kan? Ini kejutan yang gua maksud." Nesta bersuara.

"Lho? Kamu belum ngasih tahu mereka kalian mau nikah?" Venny berkomentar, heran.

"Udah. Tapi aku merahasiakan Nara," Nesta menjawab.

Dari wajah terkejut, teriris, hingga menahan tangis, kini Neithen perlahan memasang senyuman. Bersama dengan senyuman itu ia berkata, "Lo berhasil bikin kita terkejut, Nes."

Nesta hanya tersenyum. Detik itu juga Neithen langsung pergi meninggalkan tempat mereka.

Nara menyeka air matanya yang sempat menetes, lalu berlari mengejar Neithen. "Neithen, tunggu!"

Papan kertas bertuliskan beasiswa yang Neithen tinggalkan, diraih Varen segera. Dia bersama Mesya ikut mengejar kedua temannya. Raut wajah penuh tanda tanya terlihat pada Venny. Sementara Arthur dan Rena tetap diam, sudah tahu semuanya.

"Neithen, tunggu!" Nara berteriak, mempercepat langkahnya yang sedikit kesulitan. Heels dan dress yang ia kenakan benar-benar mempersulit langkahnya untuk berlari mengejar Neithen. Lelaki itu pun seakan tak peduli pada teriakan Nara, terus berlari kencang keluar kampus.

"Abang mau ke mana? Abang, Ney!" Sapaan dari Nadine yang tak sengaja lewat tak dihiraukan. Faida dan keluarganya pun tampak heran melihat Neithen yang berlari begitu saja melewati mereka. Lebih mengherankan bagi mereka, Nara menyusul di belakangnya.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang