Wajah lelah dan frustrasi kentara terasa. Belakangan ini, Sandra harus selalu bersabar menghadapi sang bunda.
Seperti tadi pagi, sarapan yang seharusnya menyenangkan dan mengenyangkan perut, justru otak Sandra yang kenyang tanpa senang. Penyebabnya, tak lain dan tidak bukan adalah rentetan pertanyaan dari sang bunda.
Satu orang saja yang harus bertanggung jawab atas semuanya, yakni Tristan. Tersangka tunggal penyebab Sandra dibombardir tanya oleh sang bunda. Dan, ia akan menuntut itu kepada sang kakak.
“Kak, nikah dong. Jadi, Bunda gak menodongku terus buat punya suami. Sebel!” gerutu Sandra seraya berdiri di samping Tristan yang tengah sibuk menatap layar komputer.
Tristan beranjak bangun dan menjewer kuping Sandra. “Ini anak, sebel sama Bunda sendiri! Kakak adukan Bunda kelar hidupmu, Dek.”
Sandra menepis tangan Tristan. “Sakit, sih, Kak. Resek banget. Aku sebel sama Kakak, bukan Bunda.” Ia mengerucutkan bibir.
“Balik sana ke ruangan. Ganggu aja!” usir Tristan seraya duduk kembali dan berfokus pada layar.
Terpaut usia lima tahun, tak lantas membuat Tristan dan Sandra menjadi kaku dalam hubungan persaudaraan. Mereka layaknya teman juga, santai.
Meskipun demikian, hampir setiap hari pasti ada saja bahan pertengkaran. Beradik-berkakak itu jarang terlihat akur. Tristan yang suka usil dan Sandra selalu marah-marah akibat tingkah sang kakak.
Tristan dan Sandra akan terlihat manis jika di depan orang lain. Namun, kalau hanya berdua atau bersama keluarga, ada saja polah tingkah yang membuat bising suasana. Meski begitu, jauh di lubuk hati masing-masing keduanya saling menyayangi.
Berada dekat bertengkar, jika jauh saling rindu. Begitulah.
Sandra Rein sendiri merupakan wanita berparas cantik, tetapi kurang beruntung dalam urusan percintaan. Sialnya lagi, sudah dua bulan terakhir ini, sang bunda, Helena, selalu mengejar-ngejar meminta seorang menantu.
Helena beralasan, jika usia Sandra yang sudah menginjak 25 tahun sudah cukup untuk berumah tangga. Jangankan punya rencana menikah, pacar saja tidak punya.
Sudah satu tahun terakhir Sandra menyandang status jomlo. Sang kekasih ketahuan tengah berbuat mesum dengan wanita lain. Tak perlu banyak berpikir, ia langsung memutuskan secara sepihak hubungan tersebut.
Beruntungnya, sudah dua tahun ini Sandra bergabung di perusahaan milik sang ayah. Jadi, ia bisa membunuh kesedihan dengan kesibukan.
Luka harus sembuh. Begitu pikir Sandra.
Luxury Interior Design adalah perusahaan keluarga Sandra. Menyediakan layanan desain interior, dekorasi interior, dan dekorasi rumah. Aspek komersialnya meliputi dekorasi toko, dekorasi kantor, sampai furnitur yang dipesan khusus.
Kebetulan, Sandra memang senang mendesain ruangan. Hobi yang semakin terasah karena saat kuliah sengaja juga mengambil jurusan desain interior.
Bekerja di perusahaan milik sang ayah sesuai keahliannya, yakni sebagai seorang desainer interior.
Di dalam tim Sandra, pekerjaannya dibantu oleh Benny dan Cira sebagai dekorator interior. Sementara Ana, sebagai asisten.
“Kak, aku serius. Lamar dong Kak Kanaya?” Sandra memelas. Menurutnya, hanya Tristan yang dapat menyelamatkan hari-hari suram ketika berada di rumah.
“Mau lamar gimana? Kanaya masih di Ausie. Nanti doi kelar kuliah baru Kakak nikah.”
“Kapan S2-nya kelar?”
“Dua tahun lagi.”
“Hah! Ini, sih, parah. Bisa makinan merongrong, nih, Bunda.”
“Ya, sudah cari pacar sana, terus nikah.”
“Kakak kira cari pacar buat diajak nikah segampang itu? Kalo begini terus aku mau nge-kos aja, deh.”
“Yakin Bunda kasih izin? Dulu kuliah di Bandung aja harus Kakak sama Ayah yang turun tangan buat meyakinkan ibu suri.”
“Ya, sudah. Kakak sama Ayah kasih keyakinan Bunda lagi.”
“No! Sibuk!”
“Kak ....”
“Sudah pergi sana. Kakak banyak kerjaan. Ganggu aja.”
“Awas, ya! Kalo ribut lagi sama Kak Kanaya. Aku gak mau bantuin.”
Tristan berdecak. Tapi, langsung berfokus pada pekerjaannya lagi.
Sandra pun kembali ke ruangannya. Ia terbengang dengan pikiran melanglang buana sambil bertopang dagu di atas meja kerja. Sampai suara ketukan pintu pun tak lekas menyadari, hingga akhirnya sang asisten masuk.
“Mbak Sandra."
Tak ada sahutan.
"Mbak Sandra!"
Suara panggilan kedua baru Sandra tersadar. Ana telah berada tepat di depannya tengah cengar-cengir.
“Ketuk pintu dulu dong, An.”
“Sudah, Mbak. Lima kali,” ucap Ana seraya mengangkat lima jari.
“Ada apa?” tanya Sandra mengalihkan pembicaraan.
“Ada email masuk dari Liam Group meminta kita untuk merenovasi ruangan CEO baru mereka.”
Liam Group? gumam Sandra merasa aneh.
“Kapan?”
“Besok, Mbak. Jam sepuluh pagi. Kita ke sana sekalian meninjau lokasi.”
Perasaan Sandra mulai tak enak.
“Pastikan saja ada sekretarisnya. Jadi, konsultasi bisa berjalan lancar.”
“Kita langsung bertemu CEO-nya, Mbak.”
“Hah! Memang dia gak sibuk sampe urusan begituan saja harus turun tangan sendiri?”
Sudah dua kali hari ini Sandra kaget. Pertama karena kakak tersayang dan sekarang kabar barusan. Namun, yang sekarang ditambah bumbu kesal. Bahkan, perasaan tak enak tadi makin kuat menyerang.
“Mana aku tahu, Mbak? Tapi, bukannya malah bagus, ya. Aku dengar CEO-nya ganteng banget, lo, Mbak. Wah, senangnya besok ketemu cogan!” Ana bersemangat.
“Ana!” Sandra kesal melihat tingkah asistennya yang membuat mual.
“Maap, Mbak. Antusias.”
“Kalau sudah tidak ada keperluan lagi, pergi sana! Segera beri tahu juga Benny dan Cira untuk bersiap besok.”
“Siap, Mbak.”
Bos rasa teman. Begitulah Ana, Benny, dan Cira menyebut Sandra. Mereka betah bekerja bersama anak pemilik perusahaan. Sudah cantik, baik hati pula.
Meski keleletan dan tingkah konyol Trio ABC kadang membuat Sandra naik darah. Namun, Sandra tak pernah marah sampai memaki. Omelan pun hanya sesaat. Sesudah itu akan dengan cepat baik kembali.
“Kenapa harus dia lagi? Sesempit itukah kota metropolitan ini. Menyebalkan!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Heart
RomanceLady killer adalah julukan yang tersemat untuk Finn Elard. Sang pencinta wanita bertemu dengan seorang penganut kesetiaan. Satu kata, terpesona. Dorongan rasa ingin memiliki seperti biasa muncul. Kedua paham yang jelas-jelas bertolak belakang. Akank...