“Dek, Finn tadi telepon. Kenapa anak buah kita sudah datang semua, tetapi kamu belum juga ke lokasi?” Tristan menyelonong masuk ruangan Sandra seraya melayangkan pertanyaan.
“Iya. Ini mau jalan.”
“Kamu kenapa, Dek? Telepon si Finn juga gak diangkat.”
“Duh, si Finn pakai segala mengadu!”
“Finn itu klien kita, Dek. Profesional dong.”
“Iya, Kak, iya. Aku jalan. Sekarang.”
“Salam buat Finn.”
“Kayak pasangan aja, pakai segala salam-salaman.”
“Biar dikasih kerjaan lagi, Dek.”
Sandra merengut, lalu pergi tanpa menoleh pada Tristan.
Sesampainya di tempat parkir perkantoran Liam Group, Sandra berdiam di mobil terlebih dahulu. Jujur, ia enggan bertemu Finn.
Sandra memutar otak. Ia tengah berpikir bagaimana caranya agar tidak bertemu Finn, meski tidak mungkin.
***
Sebelum masuk ruangan Finn. Sandra mengintip sejenak dengan menyembulkan kepala. Matanya menjelajah ke seluruh ruangan. Ia mencari sosok sang ceo dalam keramaian para pekerja.
“Ibu Sandra.”
Sandra terperanjat kaget saat seseorang memanggil dan menepuk pundaknya. “Pak Roy.”
“Maaf, mengagetkan Anda. Panggil saya Roy saja, Bu.”
Sandra mengangguk. “Finn ke mana?”
“Bos Finn baru saja berangkat ke Batam. Saya diminta untuk menemani Anda dan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan.”
“Senangnya.”
“Maaf. Ibu tadi bilang apa?”
“Oh, itu. Tidak ada.” Hampir saja. Ah, pokoknya senang. Akhirnya, si berengsek itu tidak berada di tempat. Aku bisa tenang bekerja.
“Apa ada sesuatu yang Ibu Sandra butuhkan?”
“Belum. Kalau ada nanti saya beri tahu.”
“Baik kalau begitu. Jika Anda membutuhkan sesuatu, saya ada di ruangan depan.”
“Iya. Terima kasih, Roy.”
Roy mengangguk dan berlalu pergi.
***
“Mbak Sandra, tinggal finishing. Kita lembur atau meneruskan lagi besok?” tanya Benny di hari ketiga atau waktu terakhir merenovasi ruangan CEO Liam Group.
“Waktu kita hanya tiga hari. Perusahaan bisa kena penalti denda jika lewat dari batas yang telah ditentukan. Lagi pula, tinggal sedikit lagi. Kalian pulang saja. Biar aku menyelesaikan sendiri.”
“Mbak Sandra mau lembur sendirian?” tanya Cira.
“Ada Roy di depan.”
“Mbak, gak takutkah? Serem, lo!” Ana menimpali.
“Lebih seram melihat kalian.”
“Mbak Sandra!” Refleks Trio ABC protes berbarengan.
Sandra tertawa kecil. “Sudah pulang sana.”
Trio ABC saling pandang.
“Mbak, kita lembur saja. Biar pekerjaan lebih cepat beres.” Ana mewakili Trio ABC bicara.
Sandra tersenyum. “Kalian gemesin banget, sih. Aku gak papa, kok. Sudah pulang sana. Besok kita masih banyak pekerjaan lain dan itu membutuhkan tenaga kalian.”
“Mbak, bener gak papa?” tanya Benny meyakinkan.
“Iya. Gih, pada pulang.”
Trio ABC mengangguk dan keluar dari ruangan.
Sandra mulai menata beberapa barang. Hanya tinggal sebentar lagi, pekerjaan rampung.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, pekerjaan yang tinggal sedikit itu belum juga usai.
Saat ini, Sandra berada di ruang istirahat. Ia sedang memasang seprai dan bed cover.
“Sibuk?” tanya seseorang.
“Iya,” jawab Sandra.
Pergerakan Sandra berhenti. Ia menoleh. Matanya hampir melompat keluar melihat Finn berada tepat di belakang.
Bukankah Roy bilang pulangnya besok? tanya Sandra dalam hati.
Dengan cepat Finn memeluk Sandra dari belakang. Hal tersebut membuat sang desainer interior hilang keseimbangan. Sehingga keduanya tersungkur menelungkup ke atas kasur dengan posisi adik dari Tristan itu berada di bawah.
“FINN ELARD!”
“Aku merindukanmu, Baby.”
Finn semakin mengeratkan pelukan. Ia hanya mengubah posisi menjadi miring saja agar bobot tubuhnya tidak menindih Sandra.
“Finn, lepas,” lirih Sandra.
“Tidak. Biarkan aku memelukmu. Memang kamu tak merindukanku?”
“Tidak! Justru aku senang bekerja di sini tanpa adanya dirimu.”
“Ayolah, Sandra Rein. Kata-kata itu terdengar kejam.”
“Aku tak peduli.”
Finn membalik tubuh Sandra hingga mereka berhadapan, lalu menatapnya. “Kamu tahu? Tiga hari di Batam, aku tersiksa jauh darimu. Kerja pun menjadi tak konsentrasi.”
“Aku tidak peduli. Lepaskan aku, Finn.”
Finn menggeleng. “Aku menyukaimu. Mau menjadi kekasihku?”
“Finn. Cukup.”
“Sandra, biasanya kaum wanita yang menawarkan diri untuk menjadi kekasihku. Kamu seharusnya senang aku mengajukan lebih dulu.”
“Finn, dengar. Aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih dengan siapa pun. Termasuk dirimu.”
Finn terdiam.
“Jika hanya terpesona, lalu menganggapku sama seperti wanita lain. Di ajak ke sana-kemari dengan status sebagai kekasih. Maaf, menjauhlah. Karena, aku tidak sama dengan perempuan-perempuan itu. Lagi pula, aku mencari seorang suami bukan kekasih!” lanjut Sandra tegas.
“Sandra ....”
“Katakan? Apa kamu berniat untuk menikahiku? Jika tidak, sekeras apa pun kamu mendekatiku. Aku pastikan hanya akan ada penolakan untukmu.”
“Sandra ....”
“Finn. Please. Hargai aku.”
Finn mengendurkan pelukannya.
Sandra memanfaatkan hal tersebut untuk mendorong tubuh Finn. Ia bangun dan meneruskan pekerjaannya.
Finn pun ikut beranjak bangun. Ia mengayunkan kaki dengan gontai, lalu berhenti di ambang pintu. Pria itu membalikkan badan dan menatap Sandra dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Heart
Storie d'amoreLady killer adalah julukan yang tersemat untuk Finn Elard. Sang pencinta wanita bertemu dengan seorang penganut kesetiaan. Satu kata, terpesona. Dorongan rasa ingin memiliki seperti biasa muncul. Kedua paham yang jelas-jelas bertolak belakang. Akank...